Kisah antara dua insan, penuh halang rintang yang bertubi-tubi datang, seperti hujan yang mengguyur deras di atap bumi. Antara cinta dan godaannya selalu membabi buta, menghujam jantung, menguras air mata. Tentang waktu, selalu saja menyekat temu diantara kita, aku persembahkan goresan tangis yang kan terukir dalam pena.
Kali ini aku seorang diri di luasnya perkotaan, menikmati lembayung yang hendak melepas layar. Air teh hangat tak sengaja ku hirup wanginya, asapnya merayap menguap. Pada lembaran jendela, ku lihat awan berarak-arakan.
Dalam sepi ini, aku nikmati. Desahan angin meniup, namun langit tak kunjung mendung. Aku teringat kisah lama, antara aku dengan seseorang yang memang tak pantas aku miliki, dengan jiwanya yang anggun, dia mampu membuatku bisu dihadapannya. Aku seperti air yang membeku saat menatap matanya, lisanku tak mampu berkata saat dia bertanya. Hanya sekian yang dapat aku ingat.
Namun, dibalik itu ada banyak tanya, mengapa belum juga aku dapat melupakan dia. Padahal dia bertubi-tubi memberiku luka, dan mungkin memberikanku sedikit tawa. Tapi, aku tahu yang harusnya terjadi biarlah terjadi.
Malam pun berlayar di tepi hujan, langit semakin kelam. Aku pun beranjak pergi, menuju rumahku, walau hanya mengendarai sepatu lusuh, aku tetap berjalan tanpa mengeluh.
Hari ini cukup unik, karena teringat bahwa aku pernah menjalin suatu kisah yang tak pernah ku duga akan terjadi. Karena itu, aku baru ingat, bahwa aku pernah di kasihi oleh seorang gadis yang jauh berbanding aku.
Terimakasih waktu, telah mempertemukan aku dengan dia, walau tak menjadi takdir. Setidaknya sudah mengisi kekosongan hati yang hampir mati ini.