Di hari ulangtahun ku yang ke 7 aku harus menelan pil pahit ketika kedua orang tua ku memutuskan untuk bercerai. Perebutan hak asuh membuat ku tertekan karna harus memilih diantara keduanya, ibu yang melahirkan ku atau ayah, hingga akhirnya pengadilan hak asuh di menangkan oleh ayahku dan aku pun harus ikut bersamanya.
Ayah membawaku ke sebuah rumah yang tidak ku kenali sama sekali sampai sesosok wanita keluar sambil tersenyum ke arah kami. Aku menatap wajah ayah yang juga tersenyum ke arah wanita tersebut, sambil menggenggam tangan ku ayah berkata.
"Mulai sekarang panggil dia ibu."
Seperti sebuah tombak yang menghujam dada ku, kata kata itu terasa sakit namun aku masih tidak mengerti kenapa rasa sakit itu begitu menyiksa - ada penolakan didalam hatiku yang tidak menginginkan untuk mengikuti ucapan ayah. Namun hal tersebut hanya tersendat di ujung lidah tanpa mampu untuk ku ucapkan, saat itu aku baru sadar jika ayah telah menikah lagi dengan seorang wanita yang entah sejak kapan di temuinya, tetapi yang tidak ku sadari jika disaat itu kehidupan ku akan berubah total layaknya rollercoaster.
Keinginan ku untuk menikah dengan seseorang yang ku cintai di usia dewasa telah ku buang jauh jauh dari hidupku, karna di hidupku tidak ada lagi kata cinta yang tulus. Mereka hanya datang untuk memberi pengalaman hidup bukan untuk menjadi takdir.
• • •
Devina menatap setiap lembaran bertuliskan susunan projek yang akan segera rilis dari perusahaan tempat dia bekerja tahun ini, helaan nafas berat tak ayal keluar dari hidung bangirnya ketika akhirnya dia menyelesaikan projek itu setelah lebih dari enam bulan lamanya, Gadis bersurai Brunette itu tersenyum mengingat semua usahanya sudah terbayarkan. setelah mengadakan uji coba terakhir pada Minggu lalu dan juga perbaikan pada hal-hal kecil kini ia tinggal menyelesaikan laporan dari uji coba tersebut.
"Akhirnya aku bisa tidur dengan tenang tanpa memikirkan apapun." Ucap gadis itu dengan nada yang terdengar cukup lelah sembari menyandarkan punggungnya pada kursi dengan mata terpejam.
"Dev! " Suara seorang wanita yang mengagetkan hingga membuatnya menoleh untuk mendapati teman baiknya Amira yang sedang berdiri di pintu ruangannya.
Amira adalah teman baik nya sejak dulu meskipun hubungan mereka tidak terlalu dekat seperti layaknya teman, tapi Devina dan Amira selalu berbagi di masa sulitnya.
"Mimiii...." Ucap Devina dengan nada haru saat gadis yang di panggil nya Mimi tersebut masuk sambil membawa segelas kopi yang benar benar di rindukannya. Yah akhir akhir ini Devina memang tengah mengurangi intensitas nya meminum kopi karna belakangan ia mulai merasakan gejala cemas akibat kecanduan kafein.
Dengan senang hati gadis itu menyeruput kopi yang di bawa Amira ketika disodorkan ke arah nya, helaan nafas yang terdengar puas keluar dari belah bibir nya setelah menelan kopi di mulutnya.
"Kau hanya baru seminggu tidak minum kopi bukannya berbulan bulan astaga." Amira menggelengkan kepalanya sambil menggerutu melihat tingkah Gadis di hadapannya yang terlihat seperti anak kecil yang sudah lama tidak di izinkan makan mie instan oleh ibu nya.
Devina terkekeh pelan, percayalah di saat seperti ini tidak ada seorang pun yang percaya kalau manajer projek yang sering di sebut sedingin es kutub akan Luluh dan menjadi anak kecil hanya dengan segelas kopi.
"Ada apa kau kesini tiba tiba ?" Kali ini Devina bertanya untuk memastikan karna tidak biasanya, Amira datang tidak meberi kabar terlebih dulu.
Amira memberi tanda kepada Devina untuk mendekat, kemudian mulai berbicara dengan sedikit berbisik.
"Aku dengar atasan mu di pecat karna ketahuan mengganti material projek dengan bahan yang lebih jelek ya?"Devina menggeleng pelan mendengar pertanyaan temannya ini, ia sampai lupa kalau Amira adalah biang gosip di sekolah mereka dulu, sekeras apapun kau menutupi masalah pasti dia akan tahu juga.
"Yah begitu lah, si tua itu ingin melakukan korupsi kurasa? Apa dia tidak sadar dengan perut buncitnya? Masih saja ingin korupsi" jawab Devina, bukan hanya dingin tapi kata kata nya juga sedikit pedas. Kau harus kuat mental jika ingin berhadapan dengan wanita yang satu itu.
"Apa kau kesini hanya untuk menanyakan itu? Tidak menanyakan kabar ku?" Kali ini Devina menatap wajah Amira dengn serius.
"Tidak terimakasih .." jawab Amira asal.
"Ck menyebalkan.." akhirnya mereka berdua tertawa, boleh di bilang selera humor mereka sedikit aneh?
• • •
Devina baru saja akan memarkir kan mobilnya di halaman parkir rumahnya sebelum ponselnya berdering, menatap malas pada nama kontak yang tertera "Ibu Tiri" begitu tulisannya, yah di umurnya yang genap 27 tahun gadis bersurai brunette itu telah memiliki rumah sendiri setelah bekerja selama 5 tahun di perusahaan minyak dan gas sebagai projek assistant dan kini telah diangkat menjadi manajer projek di perusahaan tersebut.
Devina melakukan ini untuk menjauhi ibu dan ayah nya yang masih suka berselisih karna memperebutkan dirinya, ayah yang melarang gadis itu menemui ibunya dan ibunya yang bersikeras ingin menemuinya, karna itu ia memilih tinggal sendiri jadi mereka berdua bisa datang kapanpun jika ingin tanpa harus meributkan hal sepele.
Dengan malas Devina mengangkat telpon tersebut kemudian meletakkannya pada telinga. Suara ibu tiri nya yang mulai berbicara benar benar membuat telinga nya serasa ingin pecah, Ia benar benar membenci wanita itu karna telah menghancurkan keluarga nya.
"Kemana saja? Kenapa kau tidak mengangkat telpon ku?" Ucapnya dengan nada yang terdengar kesal.
"Tidak usah bertindak seperti kau adalah ibuku, katakan yang kau perlukan sekarang atau aku akan menutup telponnya" Jawab Devina dengan nada sarkas, netra sewarna hazelnya melirik tajam ke arah depan sambil mencengkram stir mobilnya keras, menahan gejolak amarah di dadanya.
"Gadis sialan.." Terdengar makian dari seberang sana membuat gadis yang tengah memarkir mobilnya tersebut berdecak kesal.
"Baik akan ku tutup telponnya, sel -"
"Datanglah kerumah sekarang, calon suami mu sudah menunggu sejak tadi." Potong suara di seberang sana sebelum Devina menyelesaikan kata katanya.
Gadis itu menarik nafas kesal, benar benar menyebalkan pikirnya "Bukankah sudah berkali kali ku katakan bahwa aku tidak akan menikah? Jika mau, nikahkan saja dengan anak mu! aku tidak peduli"
"KAU -!"
"Ah, dan jika kau menginginkan warisan itu ambil saja semua nya aku sama sekali tidak membutuhkan hal tersebut, bukankah kau menyuruhku menikah dengan pria yang 15 tahun lebih tua dari ku untuk menyingkirkan ku dari rumah? Tidak perlu repot aku sudah pergi dari rumah itu, jadi berhenti mengganggu kehidupan ku." Jelasnya panjang lebar " Aku lelah dan mengantuk jadi selamat malam" sambung Devina tanpa mendengar jawaban dari sebelah ia menutup panggilan sebelah pihak dan mematikan ponselnya.
Setelah mengatur nafas nya yang tersengal, Gadi itu menatap pada pigura Poto kecilnya bersama kedua orang tuanya yang sengaja ia letakkan di dalam mobil. Devina melakukan itu untuk mengingatkan dirinya bahwa semua Yang ada di muka bumi ini adalah kebohongan, tidak pernah ada cinta atau pun kasih sayang yang tulus.
• • •
TBC
HELLO WB DENGAN SAYA DI SINI, SAYA MAU SEDIKIT CERITA KAYAKNYA SAYA UDAH GAK ADA FEEL UNTUK MENULIS BXB LAGI, JADI GAK TAU CERITA LAMA MAU SAYA UNPUB ATAU APA BINGUNG JUGA SIH.
SELANJUTNYA SAYA HARAP KALIAN PARA PEMBACA BISA MENGHARGAI PENULISNYA, SETIDAKNYA WALAUPU TIDAK MEMFOLLOW TAPI DUKUNG PENULIS DENGAN VOTE, TOLONG JANGAN JADI SILENT READER, MENIKMATI TAPI TIDAK MENGAPRESIASI :)
Terimakasih see you next chapter

KAMU SEDANG MEMBACA
APA ITU CINTA ?
Любовные романы" Tidak ada cinta yang tulus di bumi ini, semua hanya datang untuk singgah bukan untuk sungguh, mereka datang untuk memberi pengalaman hidup bukan untuk menjadi takdir" Sejak perceraian kedua orang tuanya Devina yang pernah bermimpi menikah dengan s...