It's Real

624 20 3
                                    

Rexi Emeralda POV-

Seminggu lebih lima hari, ya aku masih merasakan mual dan selalu memuntahkan cairan bening itu lagi. Bahkan tak hanya pagi, malampun aku sering mual, nafsu makanku bertambah tapi setelah itu selalu saja aku memuntahkan makanan yang sudah aku telan. Aku takut, sangat takut jika ini benar terjadi. Aku tak berani membeli testpack dan mengetestnya, aku sangat takut mengetahui hasil yang ku dapatkan.

Pulang sekolah ini aku bertekad untuk ke apotik dan membeli testpack, walaupun aku takut, tapi mau tak mau aku harus mengetahui hasilnya. Entah ini perumpamaan dari mimpi buruk atau mimpi indah? Yang jelas walaupun aku sangat takut akan hasil yang ku dapat dan respon dari orang-orang disekitarku, aku tetap tak akan menggugurkannya bila dia benar-benar ada didalam rahimku.

Aku merasa sendiri disini, kau tahukan jika Vando dan Jane tak satu kelas denganku? Walaupun teman sekelasku sangat baik dan juga ramah tapi aku tak pernah menemukan seseorang seperti Vando ataupun Jane. Bangku disekolahku memang hanya terdiri satu orang perbangku dan aku duduk dibagian tengah deretan dari depan maupun belakang. Aku mengenal mereka semua, ya teman-temanku satu kelas, namun aku hanya akrab dengan satu orang yaitu Elisya Gord, aku mengenalnya sejak berada dibangku smp, oleh karena itu aku hanya akrab dengannya. Bukan sombong atau apalah itu, aku hanya susah beradaptasi dengan mereka semua jika belum lama kenal, Jane pengecualian karena dulu ia selalu mencoba memasuki kehidupanku, dan sampai akhirnya ia berhasil setelah berkali-kali aku acuhkan, sebenarnya bukan maksud mengacuhkannya, namun aku tak tahu harus merespon seperti apa.

Jam masih menunjukkan pukul 14.00, masih satu jam lagi menuju bel pulang berbunyi. Aku sangat bosan dengan sejarah, guruku itu tak pernah bosan menerangkan detail-detail bagaimana Jepang berhasil menguasai Indonesia dan bagaimana proses terjadinya Restorasi Meiji, aku sangat bosan, ku mohon ada seorang malaikat yang mau menolongku keluar dari kubangan kebosanan ini.

Tok tok tok

"Masuk" kata Mam Yusi, suaranya hampir seperti beliau sedang berteriak. Kesempatan ini tak kulewatkan untuk membenamkan kepalaku ke meja, aku lelah dan bosan.

"Maaf Mam, saya izin untuk membawa Rexi Emeralda keluar, Mr. Edward memanggilnya."

Aku langsung mengangkat kepala ketika namaku disebut, aku cepat-cepat memakai kacamataku dan segera melihat siapa seseorang yang menyebut namaku itu. Ah Janetha Westhon apalagi yang diperbuatnya kini dengan alasan aku dipanggil Mr. Edward? Yang benar saja, ini pasti ulahnya untuk mengajakku bolos, tapi tak apalah yang penting aku bisa bebas dari pelajaran yang membosankan ini.

"Rexi kamu keluar." kata Mam Yusi lagi, kali ini suaranya sedikit ada nada tak suka.

Aku segera membereskan perlengkapanku dan membawanya keluar kelas.

"Ulah lo lagi nih pasti biar bisa bolos?"

"Ya kan daripada lo jadi mayat kebosanan abis selesai sejarah? Lagian apa gunanya punya sepupu yang nggak dimanfaatin?" Jane tertawa.

"Tapi kasian Kak Edward tau kalo sampek dia dimarahin guru lain."

"Udah ah biarin, bukan urusan kita."

"Dasar lo."

"Udah yuk ke rooftop Vando udah nungguin."

"Dia bolos juga? Gara-gara lo nih pasti."

"Hehe..."

Vando, ia berada disana sedang melihat langit, aku tau kebiasaanya itu dan hanya di lakukannya ketika ia memikirkan sesuatu.

"Vando lo mikirin apa?" tanyaku.

"Mikirin gimana bisa gue bolos pelajaran cuman gara-gara ngikutin kemauannya bayi gede."

Dia berbohong, aku tau itu, ketika ia berbohong pasti tangan kanannya memegang pergelangan tangan kirinya. Sebenarnya apa yang disembunyikan Vando kali ini hingga ia tak mau menceritakannya kepadaku.

"Vando gue udah gede, gue bukan bayi lagi, please berhenti ngomong kayak gitu!"

Vando hanya terkekeh, ya memang kalau dipikir dan diulang lagi kejadian sebelumnya, kita selalu bolos karena Jane ingin makan sesuatu atau jalan-jalan ke suatu tempat pada waktu itu juga, walaupun sebenarnya aku dan Vando tak mau pada akhirnya kita berdua selalu mengikuti kemauan gadis itu. Dan kali ini apalagi yang diinginkannya Tuhan.

"Gue pengen makan es krim bareng kalian dirooftop jadilah gue ngajakin bolos."

Tuhkan, cuman dikarenakan es krim kita harus bolos.

"Anjir lo, cuman gara-gara es krim kita bolos? Yaampun Jane." kataku sambil mencubit lengannya, Vando hanya menggeleng pelan.

-

"Gue balik duluan yak, lagian bel jugak udah bunyi 10 menit yang lalu."

"Ah Rex lo nggak biasanya deh buru-buru gini."

"Gue ada perlu Jane, udah gue balik Jane Van."

Aku bergegas menuju parkir sekolah sesegera mungkin dan langsung menuju apotik.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya petugas apotik dengan ramah.

"Testpack mbak."

"Mbak masih SMA? Mbak hamil?"

Ya Tuhan seragamku. Bodohnya Rexi.

"Eh... Nggak mbak, kakak saya barusan nikah 3 bulan lalu terus pulang sekolah saya disuruh beliin testpack gitu."

"Oh maaf mbak, kirain mbaknya hamil. Ini mbak."

"Iya mbak, ini uangnya, makasih."

Selamat. Huh boro-boro deh, kakak aja nggak punya.

Author POV-

"Ya Tuhan. It's Real." batinnya.

Rexi, gadis itu terduduk dipojok kamar mandi, ia tak kuasa menahan air matanya. Ia takut, tubuhnya gemetar tak karuan.

Ia melihat lagi, lagi, dan lagi, hasil yang ia dapatkan tetap sama.

"Positif." gumamnya.

------------------------------------

Hallo, update nih readers.
Maaf buat sudut pandang yang nggak karuan, maafkan. Semoga kalian suka dengan part ini. Jangan lupa Vote and Comment. Thank you and Love You readers.

Ichasa-

The GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang