Ananta Ganesha Arsyanendra. Namanya sulit sekali diucapkan, guru di sekolah saja sering berkata begitu. Ayahnya memang dikenal memiliki leluhur dari orang Hindu, mereka menganut bahasa sansekerta dengan baik. Jadi, menerapkan sansekerta dalam keseharian bukan hal tabu lagi.
Kata orang-orang di desa, ayahnya itu hebat sekali. Pintar dalam hal apapun, ramah dan cerdik. Pantas saja kembang desa nan ayu itu mau saja ayah lamar. Banyak gadis yang ingin ayah melamar mereka, hanya saja semesta menolak dengan pertemuan Ardana dan Nadila. Namanya Ardana, ayah tampan paling dicinta.
Ardana laki-laki yang berusia empat puluh. Ayah paling hebat untuk Ananta dan keluarga. Memiliki nama panjang yang sama sulitnya diucap Ardana Abimana Aryasatya. Begitu menikah dengan ibu saat usia dua puluh tahunan, lahirlah anak-anak tampan dari keluarga matang yang bahagia.
Panggilan di kalangan umum adalah Nanta. Nanta akan disebut istimewa di rumah yakni, Nana. Ananta Ganesha memang tidak begitu memedulikan hal itu--maksudnya terserah kamu mau memanggilnya apa, begitu katanya--, hanya saja ia akan memperingati siapapun yang memanggil Nana di depan pacarnya kelak.
Mau ditaruh di mana wajah tampan nan menawan miliknya?
Ia tampan luar dalam seperti yang orang-orang lihat. Banyak yang akan terpincut dengan satu tatapan iseng padanya. Nanta memang memiliki bius pada setiap gerakannya, siapapun akan merasa lemas melihatnya yang kata ibu-ibu almost perfect.
Selain itu Ananta Ganesha Arsyanendra juga terkenal sebagai juara umum berturut-turut selama dua tahun terakhir ini. Ada banyak medali emas juga di rumah. Ananta yang cerdas dan pintar. Suka sekali membaca dan belajar, menyenangi segala hal dan menekuninya sampai menjadi ahli dalam bidang tersebut.
Walaupun kata Tian --adik tunggalnya-- 'Mas Nana ganteng sih, tapi lebih ke manis loh mukanya. Kaya Subatsa di anime NetTV.' Yang kata ibu juga dirinya lebih manis dari anak tetangga sebelah, namanya Pipit Damayanti.
Pipit justru meresahkan. Tampilan macam laki-laki dan rambutnya semir pirang. Kulit bagian lengan atas ada tato L-1485 sama tulisan 'Loey'. Gadis yang kata ibu-ibu penggosip itu mauan. Suka aja dibawa-bawa, padahal dia perempuan. Perempuan yang kodratnya harus berdiam diri di rumah. Menjaga aurat dan harga diri.
Kalau Pipit ini terkesan lebih ke urakan dan sesukanya. Tapi, ada satu hal yang Ananta suka dari semua caption wassap Pipit. Iya, Ananta memang saling simpan wassap dengan Pipit si culas, itu nama kontaknya.
Suatu sore Pipit pernah membuat caption yang entah copas atau anak itu memang semenarik itu. Begini bunyinya, 'Hidup itu kita yang mewarnai, yang buat gembira dan ngerasa berharga. Jangan pernah nunggu orang lain, buat apa? Mereka cuma lewat aja. Bahkan ada yang mampir cuma buat terluka. Mereka itu musafir kalo kata Ustad Anjas. Musafir gak tau diri sih kata gue. Mana ada musafir ngasih harapan sama cinta palsu, cuih!'
Ananta tahu bahwa Pipit sedang patah hati. Besoknya Ananta mencoba mempraktekkan apa yang Pipit katakan di wassap. Hidup itu kita yang mewarnai.
Meskipun begitu, Ananta langsung diomeli Bang Aksa. 'Ngapain sih, lo!? Bego banget jadi anak!' Ananta bingung, dia tidak melakukan apapun sampai si abang punya alasan buat ngatain dia. Selain rambutnya yang berubah jadi merah mentereng. Kata Nanta sih, 'Tren buat bahagia katanya, Bang. Kita berhak bahagia, lakukan sesukamu.'
Nanta masih ingat jelas ketika Aksara tiba-tiba pergi setelah mengatainya bodoh sekali lagi. Tidak ada yang salah, Ananta yakin. Pipit bahkan setelah mirang rambutnya, dia menyemir lagi ke ungu kehijauan. Aneh banget memang, tapi cocok aja sih kata Nanta mah. Beda lagi kata ibunya, 'Pipit gak ada aturan banget!'
Suatu saat Nanta menceritakan perihal informasi terkini tentang Pipit ke Aksara. Dia bilang katanya Pipit sekarang kurusan, Pipit kerjanya pulang malam terus, Nanta khawatir ke pergaulannya si Pipit. Bagaimanapun juga Pipit teman Nanta dari barudak kecil. Pipit bahkan tidak pernah berkunjung ke rumah Nanta sejak ibu sering membicarakannya diam-diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kota Kelabu | NJM
FanfictionSetiap hal yang kelabu menyiratkan kepedihan. Setiap kerelaan membawa kesakitan. Dia menyebut kesabaran sebagai bentuk paling tinggi di kehidupan. Dia berbalik untuk mencari bahagia, nihil. Dia berpindah tempat untuk mencari senja, nihil. Dia mendon...