Episode 61

105 25 3
                                    

Kondisi Bunda juga belum kunjung membaik masih terbaring tak sadar di rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kondisi Bunda juga belum kunjung membaik masih terbaring tak sadar di rumah sakit. Tiga hari telah dilalui, Dokter memberitahu kalau bunda Ayudia mengalami depresi ringan karena kecapekan bekerja dari pagi hingga malam.

"Bun, sadar dong. Masa harus absen omelin Senja udah tiga hari aja."

"Senja makan nasi pakai garam tau karena Bunda nggak masak." Gadis itu menyengir sendiri. "Enggak deng, Senja masak dong telur ceplok andalan pakai nasi goreng putih."

"Senja pernah bilang padahal kalau bunda nggak perlu pulang─balik ke rumah karna cuma mau nyiapin senja sarapan sama makan siang. Huh! Bunda yang kecapean." Senja menggenggam tangan Bunda. Gadis itu sangat sayang dengan ibu kandungnya.

Bunda Ayudia yang tak pernah kenal lelah untuk membesarkan putri semata wayangnya tanpa sang suami yang telah meninggal. Dia bertekad tidak akan pernah membuat Senja merasa kehilangan figure seorang Ayah.

"Gara-gara Senja, ya, Bun. Andai ayah masih hidup, masih ada sama kita. Bunda pasti nggak akan kewalahan gini dan Senja pun pasti bahagia bisa tau Ayah," ucapnya pelan.

Tatapan Senja menjadi kosong. Sejak kecil Senja telah berbohong kepada Bunda kalau dia tidak baik-baik saja. Senja merindukan sang Ayah bahkan hanya dapat melihat lewat foto tanpa pernah bertemu sama sekali.

"Waktu Senja sekolah dasar, Senja sering ditanya teman-teman tentang Ayah."

"Mereka nanyak gini nih. Ayah kamu kok nggak pernah jemput, ya?"

"Ayah kamu kemana? Papa aku selalu jemput terus kasih mainan boneka Barbie."

"Senja! Ayah kamu pernah nggak ajak kamu ke pasar malam?"

Tak ada yang tahu kecuali Senja dan kenangan masa lalunya. Dia juga tak menceritakan hal tersebut kepada Bunda. Entah apa yang dipikirannya waktu itu, tidak membuka suara. Tiap pagi dan pulang sekolah momen manis antara ayah dan anak selalu Senja lihat. Tentu, dia cemburu. Untuk usia anak-anak seperti Senja tidak mungkin merasa bahagia tanpa merasakan hal yang sama.

"Senja nggak jawab pertanyaan mereka. Senja diam aja, pergi. Senja juga bingung mau jawab apa karna Senja nggak pernah rasakan." Air mata gadis itu berlinang.

"Senja bohong sama Bunda. Senja juga tau Bunda sering nangis kalau malam-malam di ruang kerja. Ya, karna Senja ngintip," kekehnya kecil. "Tapi Senja kira Bunda nangis gara-gara Senja nakal."

Senja menghela napas. Dia berani bercerita saat Bunda tidak dapat mendengar. "Akhirnya Senja nemukan jawaban kalau ayah itu orang yang paling baik sedunia. Ayah yang hebat dan Ayah yang sayang sama Bunda dan juga Senja."

"Senja selalu senang kalau bunda cerita tentang Ayah. Kalau ayah yang kasih nama Senja, ayah suka sama Senja, ayah suka lihat Senja sama Bunda di pantai."

"Kok Senja ngilu, ya, Bun ceritanya. Maksudnya sedikit alay," kata Senja tertawa lebar.

Gadis itu tidak biasa dengan hal-hal romantis. Kadang saja saat Senja minta untuk diceritakan semua hal tentang dirinya, gadis itu memberikan respon di luar nalar.

"Jadi, Bun. Kesimpulannya, Bunda sadar dong. Senja kan belum besar."

"Senja sayang sama Bunda," katanya sambil memeluk Ayudia dari samping.

BRUKSuara orang tersungkur.

"Bukan gue."

"KAK RENO!"

"Apa kabar Senja?"

Tiga sekawan itu jatuh karena tak sengaja menguping percakapan Senja dengan Ayudia. Mia tidak mau, tapi karena kalah akan debat. Akhirnya dia ikut-ikutan menempelkan telinga di pintu kamar.

Sambil menyengir, mengangkat kedua tangan, dan bergaya sok cool. Mereka berjejer rapi di di depan ranjang.

"Kalian dengar semuanya?" Senja bertanya dengan muka cemberut.

"Manis banget si lo," kata laki-laki menggunakan baju dan topi itu. "Gue cuma dengar dari Bunda lo sering nang─" Reno mendelik kala Noah memukul pantatnya.

"APASIH?"

"Kok lo bilang sih?" Noah membalas melototkan mata. "Nggak banyak kira-kira dari episode awal."

"Bohong, Nja. Yang bener itu kata kak Reno kalau Bunda sering nangis." Mia mendekat, memeluk Senja dari belakang.

Noah dan Reno saling bersitatap. Kemudian, memiringkan jari telunjuk dekat kepala tanda stress. Kenapa? Mia yang akhirnya berkata jujur.

"Kamu punya kami, Nja. Kamu nggak sendiri. Kami sayang sama kamu." Mia menggerak-gerakkan badan ke kiri dan kanan tanda memberi semangat. "Ya, nggak?"

"Sure. Gue selalu ada buat lo." Noah tersenyum lembut.

Reno mengangguk. "Gue juga apalagi─"

"Apalagi?"

Reno memutar bola mata, keceplosan. "Apalagi kita udah dekat banget. Best friend forever." Sambil bertepuk tangan heboh. "BFF HAHAY!"

Senja tersenyum lebar. Mengangguk-angguk. Dia berdiri─merentangkan tangan. Ke─dua laki-laki itu menyambut pelukan Senja juga Mia. Setidaknya Senja bersyukur memiliki mereka di kehidupan sekarang.

"Udah! Sesek gue." Reno menyingkir dahulu─menarik napas dalam-dalam.

"Acting aja lo," ucap Noah malas. "Jangan tunggu apa-apa baru lo cerita, apa pun itu mau kerandoman lo, cerita aja ke kami."

"Okay?" Noah memegang pundak Senja. "Lo harus janji, Seul."

Senja mengangguk sekilas.

Reno menarik kerah baju Mia ke belakang. "Lo harus peka jadi orang, Mi." Laki-laki itu merangkul pundak gadis yang memakai bando cokelat. "Halah! Cerdik kali si bule pdkt─an sama Senja."

"Lo dukung siapa? Nomor 1 atau nomor 2?"

Mia mengkerutkan alis sambil menoleh.

"Kandidat nomor satu adalah Langit dan Senja." Noah mengetukkan tangan di jari. "Sohib gue paling pintar."

"Kandidat nomor dua adalah si bule dan Senja." Dia memicingkan mata kepada pemuda tampan di depannya itu. "Menang muka sih, tapi menurut gue dia sama Langit punya daya tarik tersendiri."

"Lo pilih mana, Mi?"

"Kalau kakak?"

"Gue ... jelas yang menguntungkan."

"Siapa?"

"Ada deh. Kepo!" Mia menyikut perut Reno mendengar jawaban yang menyebalkan.

"Kalau aku lebih baik Senja nggak sama mereka berdua," jawabnya yakin.

"Alasan?"

"Ada deh. Kepo kayak Dora!" Kemudian, Mia berjalan menuju Senja dengan Reno yang mengikuti, duduk di samping Noah yang bermain game.

"Game terus sampai mampus," ucap Mia ceplos. "Nja, muka kamu pucat. Mau buah?"

"Boleh," jawabnya pelan. Yeah. Senja tidak enak badan karena kurangnya tidur.

"Gue keluar bentar." Noah bangkit menyimpan ponsel di saku.

"Mau kemana?"

"KEPO!"

Reno tertawa terbahak, Mia merenggut kesal.

"Mereka kamu lawan, kalah lah," kata Senja menggeleng-gelengkan kepala. 

***

#ObrolanSingkat

Langsung next, ya!

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang