***
Ibu Maya sudah terlihat berdiri nan bertolak pinggang di teras rumahnya menunggu kepulangan Amell dan Mang Danu.
Tak lama kendaraan putih itu pun pulang.
Langkah segera mendekati seiring roda mobil berhenti di hadapannya."Non Amell sudah tidur pulas Nyah..." Mang Danu buka pintu mobil mengawali ucapan sebelum majikannya itu bertanya.
"Apa yang terjadi di sana?" Ibu Maya masih tak tersenyum sambil membuka pintu belakang menjangkau putrinya. Bagaimana pun naluri ibu pada anaknya tak akan punah.
"Semua baik-baik saja, percaya sama Mang Danu Nyah.." lanjutnya meyakinkan karena memang untuk kondisi fisik Amell tak ada yang berkurang, yang justru malah kejadian tadi Amell seperti ada dalam kemajuan.... ingin mencoba untuk berjalan.
"Sudah kalau gitu tolong langsung angkat Amell ke dalam kamarnya sebelum Papihnya pulang kantor sebentar lagi, jika dia tahu hal ini dia bisa marah besar!" suruh cepat Ibu Maya.
"Baik Nyah." Amell sedikit pun yang tak terbangun itu di boyong lagi oleh Mang Danu dan di baringkan nyaman di atas tempat tidurnya nan di selimuti oleh sang ibu.
Wajah pulas Amell terlihat lelah dan lemas seperti di setiap malamnya.
Ibu Maya mengusap kepala dan mengecup kening putrinya itu, mereka pun keluar kamar kembali.
***
Ke esokan harinya di ruang makan, Amell sudah bangun dan sarapan bersama ibu sambil membahas kunjungannya ke rumah Bella itu, tapi tentu tak banyak yang di ungkap dari bibir Amell, cukup kalimat sambutan baik dari keluarga Bella yang di ungkap Amell.
Menit kemudian ayahnya pun muncul yang terlihat sudah siap berangkat lagi ke kantor.
"Selamat pagi Pih..." senyum Amell terbias untuk sang ayah.
"Pagi Sayang. Tumben udah bangun Mell. Biasanya Papih berangkat kantor, kamu belum keluar kamar." lontar ayah Amell bernama Ram Wijaya itu seraya mencium ubun-ubun kepala Amell lalu di pukul pelan lagi bekas ciumannya tersebut. "Makan yang banyak." lontarnya lagi sambil duduk di sebelah ibunya Amell.
"Ini juga banyak Pih. Hari ini kan jadwalnya terapi, jadi Amell harus makan banyak kan." jawab gadis itu mengedip mata pada sang ayah.
"Bagus..." ucap Pak Ram sambil menggiring roti selai yang sudah tersedia di piringnya ke dalam mulut. Sementara sang ibu tak ikut bersuara cukup mendengar saja dan juga mengunyah sarapannya.
"Oya Pih, Amell sekarang punya alat ini Pih." perlahan mengangkat kaos oversizenya menunjukan benda penghangat tubuh itu pada sang ayah.
"Apa itu Mell?" Si ayah melihat seraya sedikit heran karena baru kali ini melihat benda tersebut.
"Ini dari para perawat, suruh Amell pake ini. Dan ini ampuh banget Pih! Badan Amell selalu terasa enak dan anget kalo pake ini."
"Sukurlah kalau gitu." angguk-angguk Pak Ram senyum senang.
"Kamu harus terus semangat Mell terapinya. Biar se enggaknya bisa jalan pake tongkat, gak melulu pake kursi roda kaya sekarang." sang ibu mulai ikut nimbrung.
"Iya Mih Amell janji mau semangat lagi..." Amell seiring isi otaknya teringat lagi soal kemarin malem yang dirinya sempat mampu berjalan beberapa langkah di rumah Bella. Dan Amell teringat lagi kepada Bella.
"Papih yakin kamu bakal bisa jalan lagi Mell cepat atau pun lambat." Amell dan ibunya mengangguk mengaminkan.
"Baiklah, Papih berangkat dulu yah." berdiri merapih lengan baju, mengecup pipi istrinya dan mencium kepala Amell lagi, Pak Ram beranjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONESOUL |EnD|
Novela JuvenilCerita fiktif yang menyuguhkan kisah dua manusia yang saling tergantung satu sama lainnya karena naluri mereka berkata bahwa, secara rasa mereka memiliki satu nafas yang sama dan satu ikatan batin yang sama. Wujud dua perempuan remaja yang menjelaja...