08. Encounters

101 23 32
                                    

Eden memberikan sebuah alat berbentuk segi empat. Alat itu dapat membawa seseorang masuk ke dunia lain melalui sebuah portal.

Dia memberikannya pada Bellanca. "Ini adalah alat yang bisa membantumu, tidak bisa lebih dari dua jam. Jika kau menggunakannya lebih dari dua jam, kau juga tidak bisa kembali ke sini lagi. Sama seperti tubuh asli Clara, tubuhnya utuh namun jiwanya yang akan lenyap."

Bellanca terdiam mendengar hal yang baru saja di ucapkan Eden. Dia masih ragu untuk menggunakan alat itu, sebab jika ia melewati batas waktu, itu sama saja ia akan menelantarkan rakyatnya. Bisa saja ia tidak bisa kembali ke Everleigh.

Noah membuka suara, "Bagaimana jika dia tidak dapat kembali ke sini, apa ada cara untuk membantunya?"

Eden menatap keduanya bergantian. "Caranya harus ada seseorang dari dunia kita, yang membawanya kembali. Tapi sayangnya, alat itu hanya ada satu."

Setelah berpikir beberapa saat, Bellanca memutuskan untuk menggunakan alat itu. Dia akan berusaha agar tidak melewati batas waktu yang sudah di tentukan. "Baiklah, aku akan pergi ke sana. Aku akan membawa Clara pulang."

Hal itu sontak membuat Noah tertegun, bagaimana bisa dia semudah itu mengambil keputusan. "Apa kamu sudah gila, bagaimana kalau kamu tidak bisa kembali ke sini?"

"Akan aku usahakan, agar aku pulang tepat waktu. Lebih baik kamu diam dan jangan menghalangiku! Pak Eden aku sangat berterima kasih padamu, karena sudah memberikan alat ini."

Baru beberapa langkah Bellanca berjalan, suara dari Eden membuatnya mematung di tempat. "Satu hal lagi yang harus kau tahu, jika Clarabel tidak bisa melewati portal yang ada di alat itu. Itu artinya dia sudah mendapat takdir buruk. Kau perlu menanyakannya pada ratu Aubrielle, itu saja pesanku."

"Terima kasih, aku akan selalu mengingat pesanmu." Bellanca langsung pergi meninggalkan rumah Eden, tanpa memperdulikan Noah yang tadi menemaninya.

"Awasi dia, kau bisa mengawasinya lewat cermin yang ada di istana putri Bella." Eden sangat khawatir dengan kepergian Bellanca. Tapi dia juga tidak bisa melarangnya, itu sama saja dia melanggar perintah seorang putri.

"Satu lagi pesanku, jika sudah mendekati batas waktu kau bisa menyentuh tubuh asli putri Bella dan beritahu dia untuk segera kembali."

"Aku mengerti, sekali lagi terima kasih pak Eden."

Sebelum menggunakan alat itu, Bellanca kembali ke istana untuk menemui tubuh asli Clarabel yang terbaring tanpa jiwa. "Aku akan segera membawamu pulang, tunggu sebentar lagi."

Saat Bellanca menekan tombol pada alat itu, sebuah portal layaknya lubang hitam terbuka. Dia mulai memasuki portal itu dan melihat sendiri bahwa tubuh aslinya tergeletak di lantai istana tepat di sebelah ranjang Clarabel.

"Apa kamu juga mengalami hal seperti ini, Clara?" Bellanca bergumam. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya memasuki portal.

Noah yang baru saja sampai di istana, langsung membopong tubuh asli Bellanca dan membaringkannya di sebelah Clarabel. "Kenapa kalian berdua harus mengalami hal seperti ini?" Noah menatap bergantian kakak beradik itu. Meskipun Noah menyukai Bellanca tapi dia juga sangat menyayangi Clarabel, dia sudah menganggap Clarabel seperti adiknya sendiri.

🦋🦋🦋

Saat Bellanca masuk dari Everleigh portal itu tidak begitu tinggi, tapi setelah dia keluar dari portal itu. Dia terjatuh dari ketinggian beberapa meter. "Aduh, sakit sekali. Bagaimana bisa portal ini menjadi tinggi begini." Bellanca memeriksa kakinya, untungnya masih baik-baik saja.

Doni mengulurkan tangannya untuk membantu Bellanca berdiri. Bukannya segera membalas uluran tangan itu, Bellanca malah terdiam, dia bingung apa tidak masalah jika dia bersentuhan fisik dengan seorang manusia.

Merasa diabaikan, Doni kemudian pergi begitu saja tanpa memperdulikan Bellanca yang masih pada posisi yang sama.

"Dasar manusia, jika tidak niat menolong untuk apa dia mengulurkan tangan!" Bellanca menggerutu sambil mencoba berdiri.

Baiklah sudah bisa berdiri, sekarang apa lagi. Bellanca tidak tahu harus mencari Clarabel di mana. Harusnya sebelum datang ke sini dia mencari tahu terlebih dahulu di mana adiknya tinggal. Tidak tahu harus bagaimana, Bellanca memilih duduk di bangku yang ada di depan studio. Dia terjatuh tepat di depan studio milik Jerrel.

Sudah setengah jam Bellanca duduk di bangku itu. Pandangan Bellanca tertuju pada Jerrel yang baru saja datang, dia seperti mengenal laki-laki itu, maksudnya ia pernah melihat Jerrel di cermin saat ia mengawasi Clarabel.

Tidak salah lagi, pasti laki-laki itu tahu di mana Clarabel berada. Langsung saja Bellanca menghadang Jerrel yang akan masuk ke studio. Keduanya beradu pandang dengan perasaan yang berbeda, Jerrel dengan perasaan bingungnya dan Bellanca yang justru menatap tajam. "Di mana Clara berada? Kamu pasti tahu di mana dia!"

Bagaimana Jerrel tidak bingung, jika tiba-tiba ada seorang gadis yang menghadangnya dan bertanya tentang orang yang bahkan Jerrel tidak kenal. Semenjak bertemu dengan Claudia, hidup Jerrel di penuhi oleh orang-orang aneh. "Sepertinya Anda salah orang, tolong jangan halangi jalan saya." Ucap Jerrel sopan, kemudian masuk ke dalam studio.

"Hello guys, lo pada tahu nggak?" Jerrel duduk di samping Yudhi yang sedang memainkan gitarnya.

"Mau tahu dari mana coba, elo baru aja datang udah nanya duluan." Doni kemudian menyeruput kopi miliknya.

Yudhi ikut menimpali. "Maneh, mah suka gitu, atuh di jelasin dulu!"

"Gue tadi ketemu cewek aneh, dia kayaknya salah orang."

"Yang bajunya kayak abis party, nggak sih?" tanya Doni.

"Lo, juga ketemu?" Jerrel balik bertanya.

"Iya, dia tadi kayak jatuh dari pohon. Gimana sih jelasinnya, nggak ada pohon juga di depan studio ini. Pokoknya, aneh banget. Gue mau nolongin, dia cuman bengong doang. Ya, gue tinggalin aja, tuh cewek."

"Geulis, nggak tuh cewek?" Yudhi ikut bertanya.

"Susah ngomong sama Yudhi, udah tahu cewek aneh. Masih aja nanya cantik apa nggak!" Sela Diki, yang tengah memakan buah salak.

Bellanca begitu bingung, apa benar dia salah orang. Tapi ia yakin jika laki-laki itu pernah bertemu dengan Clara. Dengan berat hati Bellanca pergi, menyusuri jalanan yang padat akan kendaraan. Dia dibuat takjub dengan tekhnologi di dunia manusia, apalagi gedung-gedung yang menjulang tinggi. Bahkan ada yang melebihi tinggi dari istana miliknya.

Bellanca tidak menemukan pilihan lain, sebentar lagi waktunya habis. Mau tidak mau ia harus kembali ke Everleigh.

Claudia sedang bersama dengan Mahen, mereka ingin pergi ke toko buku untuk membeli novel favorit Mahen. Dalam perjalanan, Claudia seakan melihat sosok kakaknya. Tapi ia tidak yakin apa itu benar kakaknya atau hanya halusinasi belaka. Mungkin ia terlalu merindukan kakaknya.

"Mahen, aku merindukan seseorang. Apa wajar jika sedang merindu, aku seperti melihatnya secara nyata?" Claudia bertanya pada Mahen yang tengah sibuk berkendara.

Timbul rasa penasaran pada diri Mahen, begitu Claudia menyebut kata seseorang. "Emangnya, elo lagi rindu siapa? Tapi wajar aja, kadang gue juga suka gitu kalau lagi rindu seseorang."

"Aku merindukan..." Claudia lupa jika ia tidak boleh memberitahu Mahen, bahwa ia sedang merindukkan kakaknya. Karena yang Mahen ketahui Claudia itu mengalami amnesia.

"Kenapa? Elo, udah ingat sama seseorang yang lo kenal?" Mahen bertanya sekali lagi untuk memastikan jika ingatan Claudia sudah kembali pulih.

"Aku merindukan Jerrel," Claudia terkekeh. Dia hanya asal bicara. "Kenapa Jerrel sangat sibuk bekerja, tidak sepertimu? Kamu sepertinya hanya sibuk membaca buku setiap hari."

"Jadi, elo ngatain gue nih. Okay, gue nggak akan beliin makanan buat lo. Minta aja sama bang Jerrel!"

Claudia mengomel begitu Mahen bilang tidak akan membelikan makanan. "Kamu sudah berjanji akan membelikanku makanan, setelah membeli buku, kan? Dasar manusia, seenaknya saja."

*To be Continued.....

Selesai juga, masih ketinggalan banyak chapter. Harus ngebut ini mah nulisnya🤧semangat🔥🔥🔥
Terima kasih sudah mampir 🤝💚💚🦋

Beautiful Butterfly | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang