꧑꧔ : empat belas

11 0 0
                                    


Sadam baru membuka mata ketika ponsel di samping bantal berdering nyaring. Dia menggeliat pelan sambil menguap, lalu menyambar benda berbentuk persegi panjang pipih warna hitam tersebut, menggeser tombol hijau dan menempelkannya di telinga dengan mata yang masih belum mampu terbuka sepenuhnya.

"Hmm," gumaman rendah khas bangun tidur Sadam memulai.

Suara kalem Yahya diseberang telepon terdengar, seperti khotbah sholat jumat di telinga Sadam.

Dia hanya bergumam seperlunya sebagai respon siraman rohani pagi dari sahabatnya.

Hari ini Yahya sudah berangkat bareng Adit, Sadam lagi-lagi cemburu.

Sadam melepas sarung kotak-kotak warna biru dongker yang selalu dia gunakan untuk menyelimuti badan, menyisahkan kolor warna kuningnya, lalu meregangkan badan sebentar.

Hari sudah bertemu senin lagi, berlalu begitu saja. Memang benar kata orang, Minggu adalah hari yang paling lama datang sedangkan Senin datang begitu cepat.

Sambil meletakkan ponselnya ke tumpukan buku paket yang ada diatas meja, Sadam menyibakkan tirai cendela membiarkan sinar matahari pagi masuk.

Bukan sinar matahari yang menyambutnya pagi ini, namun rintik hujan.

Dia akhirnya menutup cendela dengan tirai dan membiarkan kamarnya kembali gelap. Senin pagi ini hujan, sudah jelas tidak akan diadakan upacara. Dia tentu menganggap sebagai keberuntungan, tapi dilain sisi dia menganggap hujan sebuah hambatan.

Sadam paling nggak pernah suka ketika berangkat sekolah hujan. Tapi, mau bagaimanapun dia harus sampai ke SMK-nya apapun yang terjadi.

Dia sudah berjanji kepada dirinya sendiri, dia sekolah bukan untuk main-main. Dia tidak ingin kedua orangtuanya tambah kecewa, dia sudah terlalu jauh membohongi mereka.

Sadam takut hari itu akan tiba. Dimana dia harus mengatakan hal yang dia sembunyikan selama ini. Raut wajah kecewa keluarganya, ah membayangkannya saja dia merasa hatinya diremat kuat-kuat.

[][][]

Pagi ini hujan sangat deras, perihal upacara ditiadakan sudah diumumkan sejak lima menit yang lalu. Tentu semua murid SMA Harapan Pertama bahagia, ini momen langka.

Tapi, suara ketua osis yang bergema di speaker kelas yang ada di pojok depan ruangan berhasil mengubur paksa kebahagiaan semua murid yang baru saja dirasakan sejak beberapa menit yang lalu.

Apel pagi pengganti upacara tetap dilaksanakan di aula utama. Kan, di SMA Harapan Pertama nggak bakalan ada istilah libur upacara mau hujan es batu sekalipun. Oke ralat, upacara emang ditiadakan tapi apel pagi selalu jadi penggatinya.

Yaelah, sama aja. Sama-sama berdiri kurang lebih 15 menit buat dengerin pidato kepala sekolah yang isinya tidak jauh tentang wanti-wanti kepada semua murid agar mempertahankan prestasi dan image baik SMA Harapan Pertama dimata masyarakat.

[][][]

"Makasih, Dul!" Ucap Sadam ketika sampai pada halte bus yang sesak dengan anak smp dan ibu-ibu.

Anak laki-laki yang memegang payung bergambar batman tersebut hanya mengangguki ucapan Sadam, lalu segera berjalan meninggalkan halte.

Tadi, Sadam nebeng Abdul (anak sd yang merupakan tetangganya) menuju ke halte bus berhubung sekolah Abdul dan halte searah. Hari ini Cempe sedang ngambek tanpa sebab.

Entahlah, hari ini juga Sadam lagi nggak mood memanjakan cempe agar bisa jalan lagi. Biarkan motor tua tersebut marah sekalipun pada budaknya, Sadam nggak peduli.

Javanese BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang