CHAPTER 11

7.8K 235 3
                                    

Valerie melewati jalan dengan tergesa-gesa.  Ia seolah merasakan rasa takut, mengantongi kedua tangan ke dalam saku outher panjang sebatas lutut. Aneh sekali, meskipun ia tau tidak melakukan kesalahan malam ini. Tapi kenapa perasaan Valerie masih kalut? Jantungnya berdebar, tangannya gemetar membayangkan kemarahan Arthur—serta memberinya hukuman yang lebih buruk dari kemarin.

Sampai detik ini tidak ada ketenangan yang membuat ia merasa aman. Valerie selalu merasa ketakutan, membutuhkan perlindungan yang entahlah kepada siapa yang mau membantunya. Ia hanya ingin bebas dan bahagia.

Kaki Valerie terhenti di depan apartemen mewah yang selama ini ia tempati. Andai saja dirinya menolak dan tidak tertarik untuk menerima pekerjaan di prancis—bukankah hidupnya tidak akan serumit ini?

"Memang indah dan nyaman, tapi serasa seperti terpenjara di neraka," gumam Valerie menarik napas dalam- dalam. Ia masih menatap gedung apartemen, melirik ke kiri dan ke kanan memastikan tidak ada penguntit yang mengikutinya. Kakinya melangkah dengan perasaan yang berat, padahal ia bisa saja melarikan diri saat ini. Tapi yang terjadi ia justru memasukan kode kombinasi dan tetap memilih untuk menempati apartemen.

Hanya dirinya dan Arthur yang tau akan kode akses pintu apartemen. Valerie kadang berpikir untuk menggantinya, ia merasa teramat terganggu dengan kedatangan Arthur yang tiba- tiba.

Gelap dan sunyi.

Pemandangan yang menyambut Valerie saat kembali. Tangannya bergerak mencari saklar dan menekannya, semua lampu di beberapa bagian ruangan menyala hingga tampak terang seluruhnya.

Valerie melepas sepasang sepatu heels yang sepanjang hari ini membalut kakinya dengan elegan. Matanya melihat  luka kecil yang menggores tumitnya, ia tau resiko akibat terlalu lama memakai heels hari ini. Lukanya tidak seberapa, Valerie bahkan lebih rela menerima luka di sekujur tubuhnya di bandingkan menerima luka batin yang tak terlihat.

"Lihatlah Valerie. Kau telah mendapatkan perkejaan yang kau impikan, gaji yang tinggi dengan benefit merayu atasanmu," gumam Valerie lagi. Ia berbicara di kesunyian malam membuka lemari pendingin dan mengambil satu kaleng bir.

Ia meneguk cepat bir kaleng dengan satu tangan kiri yang menekan kuat pinggiran meja pantry. Matanya menatap lurus ke arah jendela dengan tatapan kosong. Tinggal di apartemen megah merupakan salah satu list yang Valerie doakan, tapi ia lupa meminta kepada tuhan untuk mendatangkan pria baik ke dalam hidupnya.

"Dulu aku berpikir bahwa memiliki apartemen yang besar dan bagus adalah sebuah kebahagiaan, tapi, setelah tinggal di dalamnya selama hampir sebulan, aku merasa itu salah! Aku merasa kesengsaraan dan kesepian sekarang." Valerie tersenyum dan menarik lagi kaleng bir itu dan meneguknya beberapa kali hingga tidak ada air lagi yang tersisa selain kaleng kosong yang ia lempar dari kejauhan.

Meletakkan tangannya di atas meja dan menyandarkan kepalanya dengan lembut, air matanya mulai bercucuran tanpa ia sadari bahwa Valerie merindukan kehidupan lamanya dibandingkan saat ini.

"Aku rindu sahabatku, aku rindu diriku yang dulu. Aku takut di sini, aku tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa," kata Valerie terus berbicara dengan nada tertekan. Jika orang lain mendengarkan penderitaan yang  terjadi dalam hidupnya, Valerie yakin mereka akan mengatakan betapa malangnya nasib Valerie.

Satu malam itu Valerie menunjukkan sisi lemahnya. Menangis terus menerus sampai ia lelah lalu tertidur dengan pakaian kantornya, tubuhnya meringkuk seperti bayi. Memeluk dirinya dengan erat dapat sedikit mengurangi rasa takut hingga membuatnya tenang.

"Tidurlah Valerie, tidak ada hal buruk yang akan terjadi," lirihnya dengan sisa air mata yang menetes. Valerie dengan keras berusaha untuk memejamkan matanya. Mengucapkan mantra-mantra penyemangat, hingga menit selanjutnya napasnya mulai teratur dan tertidur lelap.

𝐘𝐎𝐔𝐑 𝐌𝐘 𝐎𝐁𝐒𝐄𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍, 𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄 ( 𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓 ) RepostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang