Shena tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia pikir hidupnya akan berakhir detik ini juga.
Setelah mimpi tentang sesosok hitam yang menyeramkan, kini matanya terbuka dengan masih sedikit diselimuti bayangan putih buram yang perlahan menegas. Kepalanya seperti baru dihantam benda keras yang dia sendiri tak tahu apa.
Shena mulai menyadari jika ini bukan tempat yang seharusnya dirinya ada. Ia masih mencoba memutar ingatan di mana terakhir kali kakinya berdiri tegak.
Sebuah kamar yang lumayan besar, dengan cahaya temaram yang menyambutnya. Ini bukan kamarnya. Tempat ini terlalu asing baginya. Matanya mengedar ke seluruh ruangan. Mencoba mencari jawaban, tetapi tidak menemukan siapa pun.
Shena berusaha bangkit dengan kesulitan yang menguasai pergerakan tubuhnya. Ia baru terjaga dari pingsannya yang seolah baru membawanya lari mengitari lapangan luas beratus-ratus kali.
Berusaha pergi dari tempat yang tidak seharusnya ini. Ia bangkit dan mulai melangkah mencari jalan keluar. Meraih gagang pintu yang masih terkunci rapat. Shena yakin ada yang sengaja mengurungnya di sini.
Takut menyergap begitu saja saat Shena mulai putus asa jika ia tidak akan bisa keluar dari sini. Berkali-kali mencoba mencari cela, tetapi ia tidak menemukan cara. Terjebak di dalam ruang kamar mewah yang hanya ada dirinya dan rasa takutnya.
Terdengar samar suara derap langkah dari luar yang membuyarkan lamunan nahas ini. Seperti suara seseorang yang baru saja membuka kuncian dari pintu di depannya.
Lari.
Shena hanya bisa berpikir untuk pulang. Ia ingin pulang meski tidak akan tahu apa yang terjadi selama beberapa jam ke depan.
Sekarang kakinya dipaksa berlari tanpa alas meskipun ia tidak tahu ke mana. Rumah ini terlalu besar dan tidak ada seorang pun yang berkemungkinan menolongnya. Menuruni anak tangga dan masih belum bisa menemukan pintu untuk keluar. Kemunculan seseorang yang berdiri membelakanginya membuat Shena sesegera mungkin bersembunyi.
Di bawah tangga dengan masih mengamati seseorang yang sepertinya ia kenali.
Napasnya tersengal. Tapi ia harus tetap pergi dari sini. Matanya terlalu fokus menjaga jarak hingga tubuhnya tak bisa menjaga gravitasi yang ia miliki. Shena tidak sengaja tergelincir karena lantai marmer yang licin. Tubuhnya terjerembap jatuh hingga lututnya membentur sudut meja.
Ia meringis menahan bagaimana sakitnya kulit yang terbuka bercampur dengan keringat di lututnya. Badannya terasa basah karena peluh juga dengan darah dari lututnya yang terus memancar semakin banyak. Shena ingin segera keluar dari jebakan ini. Tapi tenaganya telah banyak terkuras. Dan untuk berdiri saja rasanya sudah tak sanggup.
Mungkinkah ia masih bermimpi sejak tadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
STALEMATE
Roman d'amour⚠️Harsh words, physical and psychological violence, verbal abuse, and some parts have adult scenes. Only recommended for readers 17 years and up⚠️ Apakah sebuah pengkhianatan masih bisa dimaafkan? Pertanyaan yang selalu menjadi bumerang ketika Edgar...