03- Her Name

12 5 0
                                    

Haihaihaii!!

Jangan lupa vote yaa

•••

Pernah belajar serius untuk ujian, tapi ternyata soal ujiannya melenceng jauh dengan apa yang kalian pelajari?

Atau, pernah cinta sama orang tapi orang itu ternyata beda keyakinan sama kita?

Jika kalian pernah merasakan hal tersebut, berarti kalian juga merasakan apa yang Adya rasakan. Bukan. Bukan tentang soal yang melenceng dari materi. Bukan juga tentang cinta beda keyakinan.

Ini masih tentang guci cantik milik Adya yang bernasib tragis akibat bola bekel sialan tadi. Adya tidak akan berhenti mengingatkan ke kalian kalau guci itu telah ia buat selama kurang lebih dua bulan dengan usaha ekstra!

Sakit tapi tak berdarah. Dua bulannya hancur dalam dua detik. Kini sang korban hanya bisa meratapi peristiwa mengenaskan itu.

"HUAAAA!!! Guci gueeeee!!!!"

Dalam kelas yang sudah cukup ramai oleh penghuni, suara gadis pemilik guci tragis itu lebih mendominasi. Keadaan gadis itu yang terlihat sedikit kacau, menambah kesan dramatis yang mengundang tatapan—em... prihatin?

Tentunya kejadian tadi sudah cukup banyak yang tahu. Entah itu menyaksikannya langsung, atau mendengar kabar dari mulut ke mulut. Jangan heran! Kafa itu populer. Pergerakan sedikit saja, tak jarang menjadi buah bibir kaum hawa.

"Beneran sarap, nih, orang!" gumam Riri di samping Chika yang asyik mendengarkan musik lewat earphone-nya.

"Guci gue, Ri! Hikss..."

"Banci banget, sih, jadi cowok! Huaaaa!!!"

"Hush! Awas kedengeran fans-nya Kak Kafa, lo ngatain dia begitu!" peringat Riri.

"Biarin! Banci! Banci! Ban—hmmpppp..." Riri membekap mulut Adya agar gadis itu tidak melanjutkan makiannya.

"Lo bener-bener nyari masalah, ya!"

Chika melepas earphone-nya saat menyadari sesuatu. Ia mendekat, memposisikan diri seolah akan mendiskusikan hal penting. Ia menatap dua temannya serius. "Btw, Kak Kafa itu temennya kakak lo, kan?"

"Eh, iya. Gue baru nyadar sumpah!" sahut Riri antusias.

"Kok lo nggak pernah cerita, sih?"

Adya menatap kedua temannya dalam diam. Air matanya sudah tidak menetes, tapi nafasnya masih tersendat-sendat.

"Tapi, kok Kak Kafa kaya nggak kenal Adya, ya? Masa lo nggak pernah kenalan sama temennya kakak lo?"

Gadis yang diberi pertanyaan, hanya menarik nafasnya dalam lalu menghembuskan perlahan. Ia melakukan itu berkali-kali untuk menormalkan deru nafasnya.

Kedua temannya menunggu dengan setia sampai Adya selesai melakukan itu. Berharap setelah selesai, Adya menjawab pertanyaan berbondong yang keduanya berikan. Namun hal yang selanjutnya dilakukan Adya malah membuat Riri dan Chika melempar benda di sekitarnya pada gadis itu secara bersamaan.

"Nyesel gue nungguin!" gemas Chika melihat Adya beranjak dari duduknya.

"Kenapa, sih?!" tanya Adya sok tidak tahu.

Riri berdecak kesal, "Jawab pertanyaan kita, bodoh!"

"Au, ah!" Adya mengendikkan bahunya lalu pergi keluar kelas.

"Mau ke mana lo?!!"

•••

"Bahas apa, sih?" tanya Raka bingung dengan topik perdebatan Kafa dengan Agam yang tidak selesai-selesai.

"Ini, nih, temen lo. Tadi dia buat masalah tapi nggak mau beresin!"

"Apaan?! Gue udah minta maaf, ya!" sangkal Kafa tak terima.

"Maaf aja nggak cukup, men! Seenggaknya kalo lo nggak mau tanggungjawab, ya tanyain namanya, kek! Cantik, loh, cewek tadi. Sayang banget dianggurin. Itung-itung buat pelarian lo dari Feya." saran Agam memelankan suara di kalimat terakhirnya. Takut-takut Feya mendengar.

Kafa mendengus jengah. Ia sudah hafal dengan taktik Agam. Kalau menyangkut masalah cewek, pasti ujung-ujungnya ya modus. Tanya nama-lah, username instagram-lah, nomer whatsapp-lah.

"Gue bisa baca, kali." sahutnya enteng.

Otak Agam tidak sampai dengan maksud Kafa. "Baca apaan? Apa hubungannya bisa baca sama kenalan? Kalo baca mah, anak TK juga bisa!"

"Nametag-nya."

Agam membulatkan matanya dramatis. "WAAAHHH GILAAA!!! Lo baca nametag-nya?? Ck, ck, ck, dimana letak kesopanan lo sebagai cowok? Baca nametag cewek gitu? Lo tau kan, daerah sana daerah rawan??" tanyanya heboh.

"Kek paling bener aja lo!"

"Bangsat!"

"Masalah apa?" tanya Raka kembali.

"Si Kafan mecahin gucinya adek kelas, gamau tanggung jawab. Yang punya guci marah-marah." jelas Agam. "Eh, tapi dia kok berani bentak lo, ya?" sambungnya bertanya heran pada Kafa.

Kafa hanya mengendikkan bahu tak peduli. "Caper."

"Ge-er bener lo! Kalo dia caper udah pasti pura-pura pingsan di depan lo. Itu tadi dia keliatan marah banget. Terus namanya siapa? Siapa tahu bisa jadi yang kedua buat gue."

Kafa terdiam sejenak sembari mengingat-ingat nama gadis itu. Tanpa sadar bibirnya menyunggingkan senyum tipis saat melafalkan nama yang berhasil ia ingat.

"Adya Anelis."

•••

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA!

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dadah

KAFARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang