Langkah kaki Rin tidak lebar, bisa dibilang ia berjalan dengan lambat. Saat ini adalah malam hari, tepatnya jam 11 malam. Alasan terbesar Rin masih berkeliaran adalah jadwal kuliah malamnya.
Sebenarnya Rin tinggal di asrama selama satu tahun, namun karena dia harus bekerja sambilan untuk biaya sekolahnya, tinggal di asrama bukanlah hal yang baik. Bukan masalah dengan teman sekamarnya, tapi lebih tepatnya pada aktivitas yang setiap hari ia lakukan. Berkutat di depan layar laptop dan tumpukan buku, lampu yang terus menyala selama 24 jam. Belum lagi dengan sifatnya yang acuh. Siapapun yang menjadi teman sekamarnya akan merasa jengah. Rin benar-benar seorang cupu.
Rin sadar tentang hal buruk itu, karena itu ia memutuskan untuk tinggal sendiri.
Latar belakang keluarganya bukan hal yang bagus. Rin bahkan tidak ingat marganya, ataupun keluarganya. Yang ia tau ia adalah seorang anak yang dikirim ke Gereja sejak usianya 5 tahun. Satu hal lagi, Rin itu cacat. Tidak sepenuhnya cacat, dia hanya tidak bisa berbicara seperti orang pada umumnya. Psikiater yang pernah dikirim suster di Gereja dulu mengatakan bahwa kebungkaman Rin bukan bisu permanen. Itu diperkirakan adalah sebuah traumatik yang belum diketahui hingga membuat Rin menjadi bisu.
Alasan tidak diketahui itu ada pada Rin. Rin mengubur trauma itu sedalam mungkin hingga ia sendiri melupakannya.
"HEI!"
Rin membalikkan tubuhnya pada sumber suara di belakangnya. Onyxnya bertemu dengan seseorang berambut merah muda yang mencolok dengan masker yang menutupi wajahnya. Sosok itu berlari dengan cepat dan tanpa peringatan menarik tangan Rin untuk berlari bersamanya.
"!"
Rin melakukan pemberontakan agar tangannya lepas. Matanya menatap pria itu dengan tajam.
"Tolong maaf tapi tolong lindungi aku"
Rin mengernyitkan dahinya, "!"
Sosok itu menoleh sejenak pada Rin. Kemudian semakin menoleh ke belakang. Beberapa orang berpakaian serba hitam masih mengejarnya.
Rin ikut menoleh, matanya membulat. "!"
Sosok itu tanpa aba-aba mengangkat tubuh Rin ke bahunya. Membuat posisi Rin ala karung beras.
"Maaf"
"!"
Segera saja sosok itu melompat satu demi satu pijakan yang membuatnya menuju ke atas atap. Gerakannya gesit dan cepat. Membuat Rin menggenggam pakaian sosok itu dengan erat.
Sosok itu terlihat ramping namun kuat, dia berlari sambil menggendongnya seolah bukan hal yang sulit. Tak lama kemudian orang-orang yang mengejarnya mulai tak terlihat.
Rin merasakan sesuatu mengalir melewati pipinya ketika ia mendongak. Rin mengerjapkan matanya. "?"
Sosok itu telah berada di jalanan sepi. Mulai melepas gendongannya. Kemudian mereka saling berhadapan.
Rin mendapati sosok itu terlihat lelah, terlihat dari deru nafasnya yang tidak teratur juga dadanya yang bergerak naik-turun dengan cepat.
Rin menatap onxnya sebentar, kemudian segera memandangi kepala dari sosok di hadapannya.
"?"
Sosok itu kemudian mengikuti arah pandang Rin. Menoleh ke belakang namun tidak mendapati apa yang dimaksud dari Rin.
Mata mereka kembali bertemu.
"?"
"?"
Rin menghentakkan kakinya kesal. Dengan kasar ia menyentuh luka di kepala sosok dihadapannya.
"Aw!"
Rin menaikkan menautkan dahinya khawatir.
"Sakit"
Sosok itu meraih tangan Rin menjauhi kepalanya. "Kau memperhatikan lukaku?"
Rin mengangguk. Rin menunjuk pipinya dengan telunjuk. "Hum"
Sosok itu menangkap noda darah di pipi mulus itu. Segera saja ia melepas pegangannya dari tangan kanan Rin untuk mengambil sapu tangan di saku celananya.
Ia menghapus noda di wajah Rin dengan perlahan. "Maaf oke, aku tidak sadar kalau darahku mengenaimu"
Rin segera menggeleng dan menepis tangan itu dari wajahnya. Mengambil alih sapu tangan itu.
Rin menarik tangan sosok itu untuk duduk bersandar pada dinding gang. Mengambil sesuatu di tasnya, Rin membersihkan luka itu dengan air mineral miliknya.
"Aw sakit, sakit"
Rin menatapnya khawatir.
Sosok itu kemudian menarik tangan Rin kembali menjauhi kepalanya. Menggenggam tangan Rin di depannya. "Siapa namamu?"
Rin mengedipkan matanya. Menatap tangan mereka yang bersentuhan. "?"
"Namamu??"
Sosok itu tidak menyadari bahwa genggamannya saat ini membuat Rin merasa tidak nyaman.
Rin memalingkan wajahnya. Sentuhan kontak adalah sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selain bersama dengan anggota keluarganya di Gereja. Tidak seorang pun yang menyentuhnya seperti yang dilakukan sosok dihadapannya ini.
Rasa hangat yang melingkupi tangannya membuat Rin merona tiba-tiba.
Rin melepas genggaman mereka. Merogoh sesuatu di balik jas yang dipakainya. Mengeluarkan buku catatan kecil seukuran telapak tangan dan sebuah balpoin di saku bajunya.
Sosok dengan heran memperhatikan kegiatannya.
Rin. Namamu?
Rin menatap sosok dihadapannya. Dilihatnya sosok itu berkedip berulang kali, mungkin karena terkejut mengetahui bahwa Rin adalah seorang tunawicara.
"Ehem"
Sosok itu berdehem kecil untuk menghilangkan kecanggungan. Ia mengacak-acak rambut panjangnya dengan asal.
Rin memajukan wajahnya tak paham pada tindakan dari sosok dihadapannya.
Sosok itu berdiri dan membuat gerakan batuk dihadapan Rin. "Hoho kau ingin tau siapa aku?!"
Rin bergidik dengan tingkah sosok di hadapannya. Beringsut perlahan untuk menjauhi sosok dihadapannya perlahan.
"Aku adalah hoho Kapten Jack Sparrow"
Rin terdiam sejenak. Menatap sosok di depannya dengan intens.
"Huh?"
Sosok yang diketahui Jack Sparrow itu tertawa penuh arti. "Hohoho~ aku adalah Kapten Jack!"
Rin menoleh pada arah pandang pria itu yang terarah pada isi tasnya. Ada sebuah tiket bioskop dan poster Pirates Of Caribbean yang akan Rin kunjungi hari Minggu nanti.
"Huh?"
Jack Sparrow di depannya tertawa lebih keras. "Jadi nona yang cantik ini, bisakah kita berteman"
Jack Sparrow dihadapannya mengulurkan sebelah tangannya untuk menyambut Rin.
"?!"
Jack Sparrow berambut merah muda ini dengan tidak sabar meraih telapak tangan Rin untuk masuk dalam genggamannya. Kemudian dengan tidak tau malu mengecup punggung tangan Rin.
"Aku akan mengajakmu berlayar, sayang"
(SanRin)
KAMU SEDANG MEMBACA
Story ~ (Drabble)
RandomKumpulan OneShoot. Hehe kalau ada yang mau request silahkan. Tapi ini khusus pair di Tokyo Revengers ya ✌️