prolog

20 2 0
                                    

Kerasnya kehidupan bagaikan menyeberangi air sungai yang sangat deras mau itu kamu menolak atau tidak--mau tidak mau kamu harus melewati kerasnya hidup, suara klason mobil yang begitu tidak sabaran dan suara pejalan kaki di trotoar, menjadikannya sebuah rekaman di otaknya. Sosok anak-anak yang terlantar tanpa orang tua harus bertahan diri menafkahi diri mereka sendiri.

Gadis cantik dengan manik mata coklat madu itu tengah duduk mengampar di gang sempit yang kotor dengan teman sebayanya, mereka baru saja selesai mengamen berkeliling di sekitar pinggiran kota Tokyo. Dia menghitung setiap yen yang dia hasilkan, hasil ngamen mereka kadang mendapati sampai 5000 yen, itu hasil yang nyata membagi suaranya.

Dia membagi rata pada temannya yang tadi membantu ikut mengamen, gadis cantik itu terlihat senang dan teman-temannya juga senang mendapatkan hasil.

"Kita harus ngamen lagi, ini ngga cukup kita perlu makan dan membeli beberapa senar gitar yang baru" kata temannya Sera

"Iya, menurutmu bagaimana Sairi. Apa kita harus berpencar lagi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan" kata Daisuke.

Gadis cantik itu bernama Sairi, dia baru saja berusia 12 tahun. Tidak punya rumah, tidak bersekolah, dan tidak punya orang tua. Dia tidak tahu orang tuanya siapa, yang dia tahu di umurnya yang terbilang muda dia pernah kabur dari panti asuhan yang hampir bangkrut dan mereka gagal menangkap Sairi yang akan di jual ke orang tua baru untuknya.

Kulit dan hatinya belum cukup tebal, terkadang dia juga menginginkan di posisi anak-anak lain yang bisa menghabiskan waktu dengan kedua orang tuanya, dia berpikir dunia tidak adil untuknya. Dia merindukan sosok orang tuanya; mereka seperti apa, apa mereka mengingat dirinya, atau mereka tidak peduli pada Sairi.

.
.
.

"Berikan uangmu, bocah!" Kata preman jalanan itu, untungnya mereka bukan laskar yakuza hanya preman biasa. Sairi tidak mau-memilih kabur dari mereka, sang ketua geng mengejarnya.

Stamina yang di miliki Sairi lumayan banyak dan berhasil dengan mudah lolos dari preman itu, dia tidak tahu nasib teman-temannya seperti apa.

Sampai dia kembali ke markas mereka, Sairi di dorong keluar. Mereka meneriaki Sairi sebagai pengkhianat karena meninggalkan teman-temannya, Sera di hajar habis-habisan wajahnya begitu memar dan itu membuat Sairi merasa bersalah dia meminta maaf tapi mereka malah memasang wajah jijik.

"Pergi sana!!"

Kali ini Sairi tidak tahu harus pergi kemana.

-◇◇◇-

Tubuh mungilnya rentan terhadap angin malam, dia kedinginan mencoba mencari tempat untuk tidur sementara. Tubuhnya sudah sangat lelah, dia tidak tahu lagi harus kemana--pandangan matanya mulai memudar dia tidak bisa melihat apa-apa di depannya dan terjatuh pingsan.

.

Matanya perlahan mengerjap membuka pelan kelopak matanya dan hal pertama yang dia lihat langit-langit berwarna abu-abu, "Kamu sudah bangun?" Sairi mengerjap kaget menarik selimut menutupi wajahnya, bayang-bayang masa lalunya selalu datang menghantuinya.

"Ini saya bikin kan kamu teh hangat, siapa namamu" ucap pria setengah baya.

"Sairi" kata gadis bersurai putih salju dengan manik mata coklat madu.

"Sairi namamu cantik nak, saya Yaga. Panggil Yaga sensei saja, saya melihatmu pingsan di depan gerbang sekolah jujutsu. Jadi saya membawamu ke mes putri"

"Sekolah? Seingat aku, aku jalan di tembok luar kuil"

"Bukan kuil nak, ini sekolah SMA teknik kejurusam jujutsu" kata Yaga.

"Jujutsu? Maaf sensei, jujutsu itu apa" tanya Sairi penuh penasaran.

Yaga memberi boneka beruang yang amat mengemaskan, dan memperaktekan sesuatu yang belum Sairi ketahui.

"Bo-bonekanya hidup!!" Kejut Sairi yang melihat boneka itu sudah berdiri di tubuhnya.

"Ini nama energi kutukan, dan kutukanku-"

"Bisa mengerakkan benda mati?" Tanya Sairi, dia menggendong boneka imut itu.

"Iya nak, lebih baik kamu tidur. Tubuhmu masih terlihat lemas" kata Yaga.

Sairi mengangguk paham, Yaga menarik kembali kutukannya yang ada di boneka tadi dan memberikan boneka itu untuk Sairi, dia mengelus pelan surai miliknya dan beranjak pergi menjauhi kamarnya.

.

"Gojo, saya mencarimu dari tadi" kata Yaga, dia memberikan secarik kertas itu untuk Gojo. "Kutukan grade S ada di pedesaan" kata Gojo tengah mengemut permen buah.

"Iya, cepat bantai kutukan itu. Dan laporkan jika sudah selesai"

"Ok, aku pergi sensei. Oh dan beritahu murid-muridku aku tidak bisa mengajar" Yaga menghela nafas. "Baik, cepat pergi"

'Gadis tadi kenapa begitu familiar?' Batin Yaga

-Bersambung-

The DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang