Empat puluh
"Lo punya tas ini, Ta? Gue mau beli ini tapi udah kehabisan." Aliza menatap salah satu tas milik Laqueta dengan pandangan iri.
"Iya, mungkin udah dua mingguan," jawab Laqueta seraya mengingat-ingat kapan dia membeli tas itu.
"Dimana lo belinya? Iihh kesel deh karena gue nggak dapat." Dari wajahnya saja sudah terlihat jelas bahwa ia sangat kesal.
"Gue pesan dari awal, jadi saat tasnya udah keluar, langsung jadi punya gue."
"Iihh curang banget, deh."
Laqueta menatap Aliza yang menurutnya aneh, dari segi apa dia curang?
"Dih pakai ngatain Laqueta curang, lo nya aja yang kurang lucky," kata Dairah.
Khansa mengangguk menyetujui ucapan Dairah, memang Aliza saja yang kurang beruntung. Besok coba lagi.
Aliza merengut karena tidak ada yang membelanya, kini matanya menatap jejeran tas yang dikoleksi Laqueta, istri sahabatnya itu memiliki banyak koleksi, hanya dijadikan koleksi karena Laqueta malas mengeluarkan tas itu dari lemari kaca, jadi ia memakai tas yang itu-itu saja.
"Udah lah, Al, ntar lo makin panas kalau lihatin tas-tasnya Laqueta terus." Khansa hanya mencoba memberikan saran.
Dairah mengangguk. "Mending lo liatin koleksi sepatunya Laqueta, tuh." Dairah menunjuk ke arah belakang Aliza.
Khansa menepuk bahu Dairah, bukannya menghilangkan kekesalan Aliza dia justru memancingnya dengan menunjukkan koleksi sepatu milik Laqueta.
"Jangan iri, Al, koleksi lo juga banyak, kita berteman jadi jangan iri-irian."
"Siapa yang iri? Orang gue mau nanya sama Laqueta tentang trik dia supaya bisa dapetin barang-barang limited edition gini."
Laqueta tertawa, dia pun sudah salah paham pada Aliza, ternyata Aliza tidak seperti itu.
"Mami lihat kepala boneka Barbie Ochi lepas gara-gara Ogya." Ochi menghampiri Laqueta dan langsung mengadu seraya menunjukkan barang bukti berupa boneka Barbie yang kepalanya sudah terlepas.
"Aduh menantu Mama makin cantik aja, kepala bonekanya lepas, ya? Nanti Mama beliin boneka Barbie lagi," ucap Dairah lalu menarik lengan Ochi agar anak itu lebih dekat dengannya.
"Heh Dairah, semua anak perempuan kami lo panggil menantu, ya, kemarin Chandani sama Ghina juga lo panggil gitu. Anak lo satu, mau punya menantu tiga? Gue gibeng lo," sahut Aliza dengan membuat gerakan seolah-olah ingin memukul Dairah.
"Ck, nggak ada salahnya, kan? Chandani istri pertama, Ghina istri kedua, Ochi istri ketiga," balas Dairah santai lalu ia tertawa, Dairah hanya berniat bercanda.
Ketiga temannya menatap Dairah dengan datar, "lo mau jadiin anak gue istri pertama yang disakitin terus?" tantang Aliza.
"Biasa aja dong!"
"Mami nanti marahin Ogya, ya?" Ochi yang daritadi hanya diam kembali bicara karena tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh teman-teman orang tuanya ini.
Laqueta menggeleng, dia tidak bisa berjanji, Laqueta tidak mau jika Ogya merasa bahwa ibunya lebih menyayangi Ochi daripada dirinya, jadi sebelum mengetahui akar permasalahannya, Laqueta tidak akan memberikan janji apapun.
Ochi merengut lalu menarik-narik lengan Laqueta agar ibunya itu mau terbujuk.
"Ochi main lagi, ya? Nanti Mami tanya sama Ogya kenapa kepala bonekanya bisa lepas."
Sebenarnya Ochi tidak mau setuju, tetapi ia terpaksa mengangguk karena ia yakin bahwa Laqueta tidak akan terbujuk oleh rengekannya.
Saat Ochi akan pergi, Dairah menahan tangannya lalu sedikit meremas tangan Ochi. "Ih gemes banget."
Tidak sampai di situ, Dairah memegang kepala Ochi dan menggerakkannya ke kiri dan kanan, pundak dan pinggang Ochi pun tidak terbebas dari aksi kegemasan Dairah.
"Udah Dairah, muka Ochi udah tertekan gitu," kata Khansa karena merasa kasihan dengan anak perempuan itu yang tubuhnya dipencet-pencet oleh Dairah.
"Gemes banget, loh." Wajah Dairah saja sudah menjelaskan bagaimana wanita itu merasa gemas dengan Ochi.
Khansa tertawa, memang Ochi sangat menggemaskan. "Iya, tapi jangan gitu ih, kasihan loh."
Akhirnya Dairah menjauhkan tangannya dari tubuh Ochi, anak perempuan itu langsung berlari dan memeluk Laqueta dengan erat, perbuatan Dairah tadi membuatnya sedikit takut, bagaimana jika badannya jadi gepeng?
"Tuh lihat! Trauma dia sama lo." Aliza mengatakannya dengan nada julid.
"Nggak apa-apa, sayang." Laqueta mencoba menenangkan Ochi, sedangkan Dairah masih menatap Ochi dengan gemas, dia belum puas.
"Mata lo!" Aliza melempar tutup botol minum kepada Dairah yang masih memandang Ochi, kan kasihan, mana masih muda.
"Ochi kok lama banget?"
Ochi menatap Ghina yang berdiri tidak jauh darinya, Ghina itu anaknya Khansa dan Hans.
"Digangguin sama Aunty Dairah tadi, Ghina ajak adiknya main." Khansa yang mengatakannya.
Ghina menghampiri Ochi lalu menarik tangan Ochi agar anak perempuan itu mau ikut dengannya, untung saja Ochi tidak menolak jadi Ghina tidak perlu memaksanya, ketika akan melewati Dairah, Ochi langsung berlari agar tidak ditahan lagi seperti tadi.
Keempat orang dewasa di ruangan itu tertawa melihat tingkah Ochi yang seperti itu.
"Ta, kata Meesam lo baru keluar dari rumah sakit, ya? Karena itu Meesam nggak mau ninggalin lo sendirian, makanya kami yang diminta datang ke sini." Khansa yang menanyakan hal itu, ia tidak tau Laqueta sakit apa, Meesam hanya mengatakan Laqueta baru keluar dari rumah sakit dan belum sepenuhnya pulih.
"Iya, gue dirawat beberapa hari."
"Lo sakit apa, Ta? Nggak parah, kan?" Aliza itu meskipun sering bicara dengan nada tinggi, tetapi tetap saja ia adalah orang yang peduli dengan temannya.
Laqueta tersenyum tipis lalu menggeleng, mengingat alasannya masuk rumah sakit sama saja dengan membuka lukanya yang masih basah, terasa menyakitkan.
"Syukurlah, tapi lo kenapa? Kecapekan?" Kali ini Dairah yang bertanya.
Lagi-lagi Laqueta hanya mengangguk, ia sama sekali tidak berniat untuk mengatakan alasannya yang sebenarnya.
"Lo harusnya banyakin istirahat aja, santai aja, Ta, biar Meesam yang ngurus semuanya," ujar Aliza santai karena ia tau betapa sayangnya Meesam itu pada Laqueta.
"Lo kalau disuruh diam aja di rumah mau?" tanya Khansa pada Aliza, wanita itu menyadari perubahan dari raut wajah Laqueta yang menjadi muram.
"Ya enggak lah." Aliza menjawab dengan cepat. "Gue terbiasa beraktivitas di luar rumah, jadi nggak terbiasa kalau di rumah aja," lanjutnya.
"Laqueta juga gitu, mana bisa diam di rumah aja, iya kan, Ta?" Khansa meminta dukungan dari Laqueta.
Laqueta mengangguk seraya tersenyum.
"Gue tau itu Khansa, maksud gue Laqueta harus istirahat sampai benar-benar pulih, sementara itu Meesam yang ngurus semuanya." Aliza agak kesal dengan Khansa yang salah mengartikan kata-katanya.
Untuk selanjutnya seperti biasa, Laqueta lebih sering menyimak obrolan mereka dan sesekali ikut berbicara jika ditanya, tetapi kali ini Laqueta lebih merasa nyaman daripada biasanya, mungkin karena ia sudah mulai mencoba untuk membuka diri.
Laqueta berharap, perubahan ini akan terus berlanjut, dan ia akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
🐬🐬🐬
Rabu, 19 Januari 2022
Revisi: Selasa, 11 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Byakta Family [Selesai]
General FictionIni kisah Laqueta setelah menikah, aku sarankan untuk membaca cerita 'Laqueta' terlebih dahulu ❤ Sifat Laqueta tidak akan bisa berubah walaupun status dan kehidupannya telah berubah. Setelah memiliki keluarga kecil yang tampak sempurna, Laqueta teta...