51: Hanya Untuk Singgah Bukan Menetap

331 50 11
                                    

Sepanjang jalan Althea terus memberontak secara paksa dari Gabriel yang terus membekap mulutnya.

"Diem! Gue bilang diem!" titah Gabriel kasar. Ia berkali-kali hampir banting stir akibat ulahnya. "DIEM!"

"Lepasin ak--- TOLONG!" Althea terus menggeliat seperti cacing kepanasaran. Ia sudah hampir kehabisan nafas. Belum lagi kepalanya pusing. Tak cukupkah mereka membuat masalah di hidupnya secara bertubi-tubi? Apalagi Gabriel yang sudah merampas kesuciannya secara paksa dan tiba-tiba. Lalu bayaran seharusnya untuknya malah di berikan pada Mathea? Belum lagi ai jadi sorotan publik.

Kini Althea dan Kenzo sudah jadi buronan polisi akibat kasus itu. Berkali-kali Althea tidak mengikuti sidang. Hingga jika ia di jatuhkan hukuman. Mungkin hukuman yang pantas untuknya adalah.... biarlah hakim kehidupan yang menentukan hukumannya.

"Aku mau di bawa kemana?" batin Althea. Tangannya terus menarik paksa tangan Gabriel. "Lepas!"

"Diem!" tegas Gabriel.

Gabriel membawa Althea entah kemana. Sejak tadi hanya perhutanan dan perkebunan yang mereka lewati. Bahkan jalanan sangat sepi. Hingga ia berhenti mendadak.

Gabriel melepaskan bekapannya di mulut Althea. "Mau apa lo sekarang?"

Althea berusaha membuka pintu yang ternyaga di kunci ototmatis. "Buka! Tolong lepasin aku. Kasihani aku! Jangan sakiti aku!" teriaknya mulai stres.

"Oke. Tapi sebelum itu gue rasa nikmatin bibir lo dulu enak juga kayaknya. Boleh ya? Keknya gue ketularan ngidam juga," goda Gabriel mendekatkan wajahnya pada wajah Althea.

Althea terus menoleh ke kanan dan ke kiri. Rambutnya sudah menutupi seluruh permukaan wajahnya. Ia menyembunyikan wajah itu di dekat jendela. "Jangan! Aku mohon!"

"Jangan takut sayang...." Gabriel menarik paksa wajah Althea. Lalu menatapnya. Kemudian menempelkan bibirnya pada bibir dia. Perlahan ia mulai menghisapnya. Tapi berkali-kali gagal karena Althea terus memberontak.

Tangan Gabriel merambat ke atas lalu mencengkeram tengkuk Althea. Ia memperdalam aktifitasnya. Sampai Althea sulit menggerakan kepalanya. Perlahan lidahnya menerobos gigi perempuan itu. Hingga mencoba saling melilitkan satu sama lain.

Gabriel berhenti. "Buka mulu lo!"

Althea tak menurut. Ia menatap dengan sorot tajam pada lelaki itu. Matanya sudah sangat merah. "Kamu jahat! Kamu brengsek!"

"Oh ya? Tapi kalau bukan karena gue, anak kita gak bakalan ada sayang...." Gabriel meraba lembut paha Althea. "Mau lanjut atau lagi?"

Tanpa menunggu persetujuan apapun dari Althea. Ciuman panas dari Gabriel turun setelah mengigit bibir tipis itu sampai terasa manis karena darahnya. Ke leher hingga sudah tak bisa di cegah lagi. Karena sudah menjelajah tubuhnya.

Althea menangis menjerit-jerit histeris karena tak mau itu terjadi. Tak cukupkah Gabriel menghancurkan masa depannya? Kini ia semakin membuat mentalnya rusak.

Sudah tak terhitung berapa butiran air mata menetes. Hati Althea sangat perih atas perlakuan Gabriel yang sangat menghinanya.

Nafas maupun penampilan Althea sudah tidak beraturan. "EUGGGGGHHH, JANGAN! SAAA...KIT."

Dadanya kembus kempis. Butiran keringat berhamburan menghiasi wajah dan dadanya.

"Thanks ya sayang untuk service sore ini, semoga bayi kita baik-baik aja, oh ya nih upah buat kamu!" Gabriel melemparkan puluhan lembar uang ke wajah Althea yang terbaring ketakutan dengan tubuh polosnya. "HAHAHHAHAH!" Ia tertawa terbahak-bahak.

Gabriel melihat sekeliling seraya mengancingi kancing kemejanya. "Kayaknya tempat ini cocok buat buang lo cewek sialan." Ia menoleh ke belakang. "Lo mau balik, kan? Buruan jawab! Pake baju lo gak usah lebay!"

ALTHEA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang