Diferensia Halian

10 5 0
                                    

        Entah bahagia apa yang aku rasa, aku begitu tak menyangka. aku yang mencoba sedikit cuek, sedikit tak hirau kepadamu, mencoba mencari perhatian darimu. ternyata malah kau timang diriku dengan pesan seolah  merayuku.
Emot sedih merenyu kau kirimkan, panggilan namaku kau panjangkan.
Walau hanya sebatas hasil tekanan jari jemari, ku yakin itu pasti landasan dari hati, otak dan sel-sel kekhawatiran mu.
Diriku senang kegirangan melihat pesan itu, hatiku spontan memantapkan  bahwa kau takut kehilangan diriku.

      
        Kulihat sekumpulan kapuk dikamar begitu menggoda untuk direbahi, kucoba untuk merebah, sembari melanjutkan kita berkomunikasi lewat WA.
Sungguh sangat nikmat merebah ini, melepas penat dari segala sandiwara.
Sekarang aku hanya tinggal menunggu ucapan termanis sebelum menyambut mimpi-mimpi,  "selamat tidur lelakiku" ia, itulah kalimat yang aku tunggu darimu di setiap ujung malamku.
Tenang, nyaman, tentram. begitulah nyatanya setelah kalimat itu tersampaikan, baik dari jari jemarimu, yg terlihat oleh mata. atau dari bibir indahmu yang kudengar lewat telinga. 

      Tetiba pada saat pukul 22:27 kau mengajak tidur, itu hal yang  tak aneh bagiku, Aku pun meng iya kan, tanpa bertanya alasan. Aku menunggu ucap kalimat itu dikala rasa kantuk membelenggu,  tapi mengapa tak ada badai tak ada hujan, diriku merasa kau berbeda,  kalimat "selamat tidur lelakiku" tak kunjung tiba.
Malah pesan balasmu hanya sepatah kata, kau begitu mendadak berbeda drastis, berubah begitu tidak sedikit.
Rasa kantukku hilang, tak ada lagi selera yang kuingin, selain menyelesaikan apa yang menjadi perubahanmu.

       Apa kau pernah menghiraukan lampu hijau di perempatan? Kurasa dirimu tidak pernah, sebab pesan-pesan  tanya dan khawatirku  "adek kenapa?, Ada apa?, Aku  bikin salah ya?, Maafin ya" saja tak kau hiraukan, Apa lagi hal sepele di luar perasaan?
Maafkan jika prasangka-ku tentang kau yang tak menghiraukan lampu ijo salah, namun setelah kulihat pesanku yang tak kau gubris, Sepertinya prasangka-ku tak salah.
Kau lebih menghiraukan lampu merah, untuk sejenak berhenti tidak menjelaskan.
Menghiraukan lampu kuning untuk bersiap meninggalkan pikir, seakan tak rela bila diriku tidur dengan nyenyak seperti malam-malam sebelumnya.

        Rembulan makin terang benderang, seterang senyummu saat damai kala itu. jam menunjukan pukul 00:53 aku masih belum hasrat untuk tidur, pikiranku terperas perubahanmu, meneteskan curiga-curiga kau tak ingin ditemani.
Basah mengalir deras di pipi yang biasa kau sentuh, kau tadah dengan seolah  tak mau terbagi.
Pagi itu kau masih menelfonku hanya untuk membangunkan, tanpa balas pesan maaf dan permintaan.
Ketika Sesudah aku bebersih menghapus bekas hujan air mata, kulihat HP ku, ternyata  kau sedang menjelaskan apa alasan perubahan sikap semalam, meminta maaf, tanpa memberikan penjelasan sebab pasti perubahan.

       Saat aku berangkat menempuh ilmu diiringi cerah pagi, sedikit sedih, ditemani rasa canggung yang ingin bercanda denganmu kembali.
Oh iyaa, hei Halian. Kau sudah cukup bagus mengalami sedikit kemajuan, dari pesan yang tak kau urus, Kini telah kau balas pesanku, walau pesan canda masih tak kau gubris.
Biarlah. mungkin kau butuh ketenangan diri dari segala kesibukan , dan kepahitan hari-harimu. Atau mungkin?, kepahitan karna bersamaku bukan bahagiamu.

       

 

"Mungkin ia hanya butuh ketenangan, jadi simpan dulu segala perhatian. Cukup beri bukti pengertian."

Disklusi AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang