21. Tamu

120 31 0
                                    

Tak tahan lagi, akhirnya Mala memutuskan untuk menjemput putrinya saja. Ia sudah mengambil kunci mobilnya dan sudah hampir memasuki garasi namun bersamaan dengan itu, sebuah sepeda motor melaju memasuki halaman rumahnya. Ia kemudian berjalan menghampiri dua remaja yang ada di sana.

"Thanks, ya," ujar Mentari.

"Hm."

"Dan ... maaf juga," lirih Mentari setelahnya.

"Ck! Udahlah, lo tuh kebanyakan minta maaf," balas Alan setelahnya. Lelaki itu kemudian menatap sosok wanita yang berjalan ke arahnya dan Mentari. Ia langsung turun dari motornya.

"So-sore, Tante," sapa Alan. Apa mungkin Mala akan memarahinya karena membawa Mentari menggunakan motor?

"Naik motor ternyata seseru itu lho, Bu. Aku seneng bisa pulang sama Alan." Mentari tertawa renyah, "tadinya aku mau nunggu angkot aja tapi  Alan ngeyel ngajak pulang bareng, katanya cuaca juga lagi mendung, jadi matahari gak bakalan nongol. Tapi naik motor gak seburuk itu kok, aku malah sering ngantuk gara-gara angin," jelas gadis itu, berjaga-jaga jika ibunya akan mengomeli Alan, meskipun Mentari tahu kalau ibunya tak akan melakukan hal itu 

"Ibu khawatir lho. Tapi syukurlah kalo kamu gak kenapa-napa. Makasih ya, Lan."

Alan berkedip dua kali dan setelahnya lelaki itu menjawab, "i-iya, Tante."

"Mau mampir dulu? Sekalian aja makan di sini," tawar Mala.

"Ehh ... gak usah, Tante. Mungkin lain kali aja." Setelahnya Alan berpamitan dari sana dan pulang ke rumahnya yang berada di sebelah Mentari. Ia sesekali menatap Mentari ke arah rumah Mentari sebelum masuk ke dalam rumahnya.

Sementara itu, Galang yang melihat kepulangan Mentari segera bertanya, "kok tumben pulangnya sore, Kak?" tanya bocah itu.

"Hm."

"Kenapa emangnya, Kak?"

Mentari yang mendudukkan tubuhnya di sofa itu berdecak pelan dan langsung menjitak kepala adiknya yang duduk di bawah, tepat di dekatnya. Beruntungnya saat ini Mala sedang berada di dapur jadi wanita itu tak melihat kelakuan kedua anaknya.

"Diem ah, gak usah banyak nanya. Bawel banget lo kayak emak-emak arisan!"

Galang mencebikkan bibirnya seraya memegangi puncak kepalanya yang berdenyut, "Dasar Nenek  Lampir!" ledeknya kemudian berpindah tempat sebelum kepalanya kembali mendapat hantaman lagi.

"Mentari udah mau pergi tapi saya tahan karena saya suruh buat bantu ngerjain tugas."

Mentari menatap langit-langit rumahnya. Kenapa juga Alan harus membela dirinya? Jika saja pemuda itu tak mengatakan hal seperti itu, ia pasti tak akan ikut dihukum.

"Saya ini tetangganya Mentari dan adiknya cukup sering cerita sama saya kalau kakaknya kurang tidur karena harus ngerjain makalah."

Kedua mata milik Mentari seketika mengerjap dan gadis itu langsung menatap sang adik yang tengah menonton TV, "Heh, lo sering ngomongin tentang gue ke Alan, ya?" tanyanya to the point.

Galang yang sedang mengunyah snack itu pun mendadak membeku di tempatnya. "E-enggak, kok!"

"Halah, gak usah boong! Ngomong apa aja lo sama dia? Pasti lo sering jelek-jelekin gue, iya kan?"

"Enggak kok!" Galang langsung memutar tubuhnya ke belakang dan menatap Mentari. "Ngapain juga jelek-jelekin Kakak!" Ia mencebik.

Mentari menatap bocah itu selama beberapa saat sebelum akhirnya ia bangkit dari posisinya dan berjalan ke kamar.

Heliophobia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang