Dia melotot, matanya juga menggenang.
Davine dapat melihat dengan sangat jelas kalau dia sangat marah– tidak, mungkin marah tidak cocok untuk mendeskripsikan dirinya saat ini.
Murka? Mungkin, entahlah.
Dia sangat amat dipenuhi emosi, sulit untuk mencari kata-kata yang pas untuk mendeskripsikannya.
Amarah, kesedihan dan rasa ingin membalas dendam– aku sudah melakukan langkah yang salah.
Dibanding salah, memang seharusnya topik itu tidak ku angkat dari awal.
Procel membabi buta, serangannya tidak begitu membuatku merasa sakit ataupun berdampak pada tubuhku. Ya karena dia cuma seorang 'detektif' yang diutus oleh Abyss.
Aku yakin, ada alasan logis dibalik semua ini.
Meski aku bertanya, aku juga yakin Procel tidak akan menjawab mengapa hal itu terjadi.
Sebaiknya, aku menghentikan pertarungan sia-sia ini terlebih dahulu dan menjelaskan padanya kalau aku bukan berasal dari Arcadia.
Namun...
Masalahnya bajingan ini terus menerus menyerangku...!
"Hei, bajingan..."
Sejak Grand Ode telah ku aktifkan, aku melakukan teleportasi instan ke belakangnya.
Dia tidak tahu cara berhenti, sungguh menyebalkan.
Ku pegang erat kepalanya dan ku hantamkan ita keras-keras ke tanah.
Ku duduki tubuhnya sembari memegang kepalanya itu, kini ia berhenti sejenak dan setidaknya aku mampu menahan tenaganya selama beberapa menit.
Beberapa menit itu cukup untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya terjadi.
Davine merasa bersalah dan tidak enak karena sudah tiba-tiba menikamnya dari belakang.
Ia meringis kesakitan, tidak peduli meski ia berasal dari Abyss, ia memang tidak memiliki spesialisasi dalam bertarung.
"Keuk..."
"Le...pas...kan..."
Oh, kau berharap aku melepaskanmu?
Tentu saja, tidak akan ku lepaskan.
Bajingan ini akan membabi buta lagi nanti kalau ku lepaskan dan pada saat itu, mungkin aku bisa mati konyol tanpa menyelesaikan skenario.
Kau pikir aku sebodoh itu? Tidak.
Mana mau aku melepaskanmu, ini pemandangan yang indah, kau tahu itu?
"K-kau mengerikan... A-apa-apaan reaksimu itu?!"
"Ha... sialan. Kau harus tanggung jawab, Procel."
"A-atas hal apa?!"
"Akui dosa-dosamu padaku, Procel."
"Hah?! Aku tak akan pernah tunduk pada bajingan dari Arcadia!"
Dengan tulus dan penuh senyuman, aku memegang kepalanya dengan erat, membiarkannya mencium tanah lebih lama.
"H-Hei...!"
"Dengarkan ini sekali dengan baik-baik, aku tidak suka mengulang."
"Aku bukanlah bajingan sepertimu yang berasal dari Abyss ataupun Arcadia."
"Diriku salah satu dari EPOCH."
Procel terdiam dan tidak berbicara satu patah kata pun.
YOU ARE READING
World Means Survival
FantasyKetika buku yang ia baca menjadi sebuah kenyataan dan hanya dialah yang tahu bagaimana cara untuk bertahan hidup.