4

2.6K 407 116
                                    

Sasuke mengernyit jijik menangkap pemandangan di hadapannya. Bibirnya mencebik pelan kala onyx hitam itu sekali lagi melihat bagaimana mudahnya kotoran sapi terjun bebas di permukaan tanah berlumpur yang kedua kakinya terendam tanpa alas apapun. Ya Tuhan ia hanya berharap kakinya dijauhkan dari segala penyakit kulit setelah ini.

Pria itu mendaratkan pantatnya di pembatas sawah dengan lebar sekitar tiga puluh sentimeter, Sakura bilang para warga Konoha menyebutnya dengan galengan. Ia mengerang pelan kala rasa basah menembus kain celana hingga pori-pori kulit pantatnya, ya Tuhan ternyata hidup di desa tak semenyenangkan dalam angannya.

Duduk santai menghirup udara bersih sembari menikmati secangkir kopi hitam dipagi hari. Angannya berkata demikian nyatanya ia harus banting tulang demi sesuap nasi.

"Jangan bermalas-malasan," Sakura menyerahkan sepotong kayu dengan lilitan rafia kuning. "cepat berdiri dan bantu aku!"

Sasuke meringis pelan melihat penampilan gadis di depannya. Celananya basah sempurna oleh lumpur sawah, bandana kain yang membungkus rambut nenek serta wajah ayunya pun tak luput dari cipratan lumpur sialan itu.

Ya Tuhan, bolehkah ia mengurung Sakura di flatnya sekarang juga. Ia berjanji akan memberikan gadis itu pekerjaan yang lebih layak, memasak untuknya, mengatur keuangan, atau menyambutnya ketika pulang kerja kedengarannya lebih bagus.

"Kali ini apa lagi," Sasuke beranjak berdiri lantas menerima sepotong kayu dengan malas. "tidak bisakah kita pulang sekarang, lihat matahari sudah meninggi dan kulitmu bisa gosong jika terus-terusan di sini."

"Kenapa banyak mengeluh?" Iris hijau Sakura menyorot curiga. "bukannya setiap hari kau juga begini, cari kerja sana-sani demi menyambung hidup. Ini lebih baik dari pekerjaanmu sebelumnya tahu, apa pekerjaanmu sebelumnya pemulung atau pengamen?"

"Yang benar saja," ujar Sasuke dengan delikan tajamnya.

Sakura mendengus semakin yakin jika Sasuke bukanlah gelandangan. Lihat saja wajahnya yang dibanjiri peluh serta merah padam akibat tak kuat menahan paparan sinar matahari.

"Sakura, cepat sini," Seruan wanita paruh baya itu membuat Sakura melotot sejenak ke arah Sasuke mengirim sinyal untuk mengikutinya. "cepat pasang tali rafianya, sebentar lagi para buruh taninya akan kemari."

Sakura mengangguk singkat, ia mendengus jijik kala gioknya menangkap kedipan nakal si kembang desa yang ditujukkan langsung untuk Sasuke.

"Siapa pria muda ini Sakura, aku perhatikan dari tadi rasanya tidak ada satupun warga desa setampan dia."

"Namanya Sasuke, gelandangan yang kutemukan kemarin," Sakura menatap malas si kembang desa yang berbinar senang. "jika bibi Terumi berminat boleh membawanya pulang sekarang juga."

"Kakak Terumi gadis kecil," koreksi Terumi.

Sasuke menarik kasar siku gadis di sisinya lantas berbisik penuh peringatan. "Kau pikir aku apa sialan."

"Ow Sasuke tampan," Terumi mencolek-colek pelan pipi Sasuke yang bernoda lumpur sawah membuat sang empu mengerang jijik. "ayo ikut kakak, sawah di desa ini hampir semuanya punya kakak, kalau kau mau menikah denganku sudah dipastikan tidak akan jadi buruh tani seperti ini. Kau akan jadi juragan sawah, bagaimana?"

"Tidak," Sasuke menepis kasar tangan perempuan di depannya lantas menarik mendekat tubuh Sakura. "aku lebih berminat menikah dengannya."

Delikan tajam Sakura layangkan untuk pria di sisinya sementara Terumi hanya merotasikan bola matanya kesal.

"Oh jadi mentang-mentang kau akan menikah lantas sesuka hati mengolokku, begitu Sakura?"

"T-tidak kak Terumi, serius dia hanya gelandangan yang-"

VibrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang