6

221 13 0
                                    

Jangan terlalu bersedih,
karena pertolongan akan selalu datang bersama dengan kesabaran
Ali bin Abi Thalib

__________________________________________________
Tandai typo

Asa menggeliat kala merasa wajahnya seperti di tiup, padahal dirinya baru saja tertidur. Asa semakin menggeliat kala hidungnya di pencet yang membuatnya sulit bernapas. Seketika Asa menatap tajam sang pelaku.

Mata Asa berbinar kala melihat sang pelaku dengan segera ia berdiri dan menubruk orang itu yang tak lain adalah Adam. Sosok yang sangat ia rindukan.

Lihatlah, Adam menggendong Asa seperti koala. Untung saja Adam sudah bersiap kala Asa hendak menubruknya sehingga mereka tidak terjatuh.

Adam terkekeh melihat tingkah sang adik. Jujur, ia juga sangat merindukan Adik semata wayangnya itu.

"Asa kangen banget sama Bang Dadam." lirih Asa mengeratkan pelukannya. Dadam? Itulah panggilan Adam dari Asa sedari kecil.

Adam mengusap punggung, "Abang juga kangen sama Asa." ucapnya seraya menurunkan Asa di kasur.

Asa menatap Adam yang mendudukkan bokongnya di sampingnya, "Oleh-oleh Asa mana?" seraya menadahkan tangan kanannya ke hadapan Adam.

Adam mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di dagu seraya menatap langit-langit kamar layaknya seperti orang berpikir. "Hem ... ada nggak ya ... " goda Adam.

Asa menatap datar Adam lalu membaringkan tubuhnya hendak kembali melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda karena ulah sang Abang.

Adam terkekeh melihat tingkah sang Adik. Baperan sekali Adik kecilnya ini, pikirnya.

Adam mengusap puncak kepala Asa, "Abang bawain Asa oleh-oleh kok."

Asa hanya diam dengan mata terpejam. Ia sudah terlanjur ngambek dengan Adam.

Adam menghela napas perlahan, jika sudah begini akan sulit membuat mood Adiknya itu kembali. Adam berjongkok, mengambil paper bag besar yang berada di dekat kakinya lalu menaruhnya di hadapan Asa.

Adam menepuk pelan paper bag itu, mengkode agar Asa membuka matanya. Sepertinya aksinya berhasil, terlihat Asa membuka matanya.

"Buka dong!" usul Adam.

Asa diam tak menyahut dan memilih membuka isi paper bag itu. Matanya berbinar kala melihat alat solat lengkap, seperti mukenah dengan bahan kain kualitas tinggi, sajadah yang sangat lembut dan indah, Al-Qur'an yang sangat indah, dan tasbih yang di buat dari batu kaca alami. Pastinya harga dari semuanya ini sangat mahal.

Asa memandang Adam, "Abang beliin Asa seperangkat alat solat?"

Adam menjabat tangan Asa, "Di bayar tunai!" sambung Adam tegaa kemudian tertawa puas.

Asa mendengus lalu menatap sinis Adam. Adam yang sadar akan tingkah konyolnya lalu berdeham. "Keluar," dingin Asa.

Adam menaikkan kedua alisnya, "Kenapa?" bingungnya.

"Asa mau bocan," seraya merebahkan kembali tubuhnya.

Adam hanya mengangguk lalu menarik selimut sampai ke atas dada Asa kemudian mengecup lama kening Asa. "Selamat bobok Tuan Putri ..."

Asa hanya berdehem sebagai jawaban. Adam tersenyum tipis kemudian berlalu menuju kamarnya. Ia merasa sangat lelah karena sesampainya di bandara ia langsung pulang dan menuju kamar sang Adik, padahal dirinya belum sempat istirahat.

***

Saat ini Asa sedang berada di ruang rawat Lita, sang Ibunda. Beginilah yang di lakukan Asa setiap harinya jika tidak memiliki kegiatan apa pun, di tambah hari ini hari minggu. Jadi, ia bisa berlama-lama menemani sang Ibunda.

Asa sudah sejak pagi hingga kini pukul satu siang berada di ruang rawat Lita. Mata Asa terlihat sembab akibat nangis beberapa jam yang lalu. Ia benar-benar sangat merindukan sang Ibunda yang selalu ada untuknya.

Asa mengusap punggung tangan Lita, "Ma? Asa pulang dulu, tapi nanti Asa balik lagi kok. Mama tenang aja, Insa Allah setiap hari Asa akan jengukin Mama." ucap Asa pelan menatap sayu wajah damai Lita.

"Assalamualaikum warrohmatulah hiwabarokatuh," salam Asa lalu mengecup lama punggung tangan Lita kemudian pelipis wanita itu. "Asa sayang banget sama Mama, cepet bangun ya, Ma?" bisik Asa di telinga Lita sebelum berlalu.

Meskipun belum jelas seberapa besar pasien koma dapat merespons, tetapi ada kemungkinan pasien bisa mendengar dan memahaminya. Penelitian juga menunjukkan bahwa menstimulasi indera sentuhan, penciuman, suara dan penglihatan dapat membantu orang koma pulih.

Asa mengendarai motornya dengan kecepatan normal hingga kini ia sudah berada di garasi.

"Assalamualaikum warrohmatulah hiwabarokatuh!" salam Asa memasuki rumah.

"Waalaikumsalam!" jawab Adam seraya membenarkan posisi pecinya.

Asa mengerutkan kening bingung melihat Adam yang memakai sarung, jaket hitam, dan peci berwarna putih, "Abang mau kemana? Asa nggak di ajak?"

Adam berjalan cepat menghampiri Asa lalu menjawil hidung Asa, "Abang mau ke pesantren Al-Karim, katanya Umi Sanum baru pulang dari rumah sakit."

Mata Asa berbinar, "Asa ikut ya!" antusiasnya menatap Adam penuh harap.

Adam terkekeh geli melihat tingkah Adik semata wayangnya itu lalu mengangguk. "Yaudah ayok!" Adam merangkul Asa yang mendengus akan sikapnya.

Adam merenggangkan ototnya seraya menatap moge kesayangannya yang sudah lama tidak ia kendarai. "Yuk!" seru Adam seraya menarik sling bagnya.

Asa hanya menurut kemudian Adam memakaikan helm khusus untuk Asa yang berwarna moca bergambar kepala beruang berwarna coklat. Helm itu adalah helm yang khusus di gambar oleh Adam sendiri untuk Asa saat lima tahun yang lalu.

Adam mengendarai motornya dengan kecepatan normal. Sesekali ia menyapa orang-orang yang di lihatnya.

Sedangkan Asa? Sedari tadi gadis itu diam seraya memandangi perumahan yang tampak nyaman di lihat dengan pohon-pohon berbagai jenis mangga yang berjejer di pinggir sepanjang jalan.

~••~

ASA (Lengkap/TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang