52: Tidak Tahu Lagi Harus Bagaimana

314 50 5
                                    

Hari semakin larut malam. Kenzo sudah entah tahu ada dimana dirinya berada sekarang. Jalan raya ini sangatlah luas dan berjalur lurus sekitar 3 kilometer. Gelap nan sepi. Hanya terdengar suara hewan malam, angin yang bertiup kencang menggoyangkan pepohonan dan tumbuhan di sekitar, dan juga suara percikan air hujan yang jatuh ke genangan air di sekitar sini.

Kenzo melajukan mobilnya pelan seraya menikmati sejuknya alam di malam hari ini. Ia melihat ada sebuah rumah dari anyaman bambu di tepi sawah. Sepertinya dekat dengan sungai juga. Karena telinganya menangkap suara gemuruh air sangat deras.

"Duh Al... lo dimana, sih? Gabriel bawa lo kemana?" gumamnya gelisah.

Kalau ia saat ini menelepon bundanya untuk bertanya apakah ada Althea. Maka bundanya akan curiga kalau terjadi apa-apa padanya. Bisa nambah khawatir semua orang, kan kalau begini.

"Argh!! Gue harus cari lo kemana lagi? Di rumah lama lo gak ada. Gue gak tau tempat nongkrong lo dimana. Siapa temen-temen lo di sekolah gue gak tau!" Kenzo terus meracau tidak jelas. Ia terus memukul-mukul kepalanya menyalahkan dirinya sendiri. "Bodoh lo, Ken! Bodoh! Lo tau Gabriel brengsek. Tapi kenapa lo izinin bini lo pergi sama dia sih! Gimana kalau dia---- positif thingking aja. Gosah overthingking. Gimana sih, Ken? Becus gak sih lo jaga dia? Sayangi dia? Dasar bodoh!"

Cukup lama Kenzo terus merutuki dirinya sendiri yang terbilang bodoh menurutnya. Karena sudah membiarkan Althea pergi berdua bersama Gabriel hingga saat ini pukul 6 malam. Bagaimana kalau terjadi apa-apa kepadanya?

"Ayo mikir bego!" Kenzo memukul kepalanya lagi. Timbul rasa pusing yang membuat penglihatannya kunang-kunang. "Dear kepala gak usah baperan deh di pukul dikit pusing!" dumelnya.

Tiba-tiba mobil yang dirinya kendarai terus maju berhenti, maju berhenti sampai membuatnya bingung.

"Eh kenapa nih?" Kenzo kebingungan. Lalu mesin mobilnya malah tiba-tiba mati. "Astaga apa lagi ini?"

Kenzo mengutak-ngatik mobilnya itu agar kembali nyala. Sudah semua tombol ia tekan dan injak. Di putar ke kanan atau ke kiri sudah. Tetap saja tidak kunjung nyala. Kemudian ia melihat isi bensinnya. "Masih banyak, terus penyakitnya dimana coba? Nyusahin aja lo!" Lalu ia turun membawa senter membuka bagian depan mobilnya yang sudah mengeluarkan asap sampai ia batuk. "Pantes, ininya kekurangan air. Garing banget. Gue harus cari air kemana coba? Mana gak bawa botol lagi." Ia melihat sekeliling.

Lalu pandangannya terhenti pada rumah bambu itu yang terletak di pinggiran sawah yang tampaknya berpenghuni tapi sangat sunyi. "Apa gue kesana aja ya?" monolognya.

Saat melihat sekeliling lagi untuk mempertimbangkan niatnya. Kenzo melihat ada hutan cemara. Tempat kesukaanya menyendiri merenungkan segalanya. "Eh ini hutan itu? Jadi deket dari sini? Gak nyangka ternyata seindah ini pemandangannya."

Hujan turun semakin deras. Kenzo pergi mengambil payung lalu mengunci setiap pintu agar mobilnya aman. Siapa tahu sekitar sini suka terjadi kejahatan. Jadi dia hanya wanti-wanti saja.

Kaki panjang itu melangkah lebar ke pinggir jalan. Lalu turun menuruni tangga dari tanah itu. Cukup licin hingga membuatnya kesusahan untuk menyeimbangkan langkah dengan tubuhnya. "Eh!" Hampir saja barusan ia akan terpelecet. Kalau sampai ia bisa langsung tergelincir masuk ke sawah. Membuatnya harus kotor di penuhi lumpur.

Jalan yang berbelok-belok. Tidak bisa lurus. Membuat Kenzo kebingungan sendiri. "Ck berasa lagi jalan di labirin tau gak! Mana padinya tinggi banget sampe ke perut gue. Gue yang tingginya cuman 182 cuman bisa diem keknya," gerutunya seraya melihat dimana rumah itu terletak.

Mata itu membulat. Kala seingatnya ia bensr belok ke jalan kiri untuk menuju rumah itu agar cepat smapai. Tapi mengapa saat ia menoleh ke kiri rumah itu tidak ada. "Apa gaib ya? Ck gue harus jalan lagi. Lepas sendal gak ya?" Ia berfikir sejenak. "Lepas ajalah, tanggung sekalian nyeker juga kayak Thomas en fren ayam gue."

ALTHEA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang