Full Sasuke POV.
最後の詩。
Walaupun mencintaimu meninggalkan seribu luka dihatiku, di kehidupan mana pun aku bersedia untuk tetap jatuh cinta padamu, lagi, lagi, dan lagi.
Aku tidak akan lupa satu pribadi.
Yang namanya semakin hari semakin terukir jelas namun harus 'ku kubur semakin dalam.
Aku tidak akan lupa satu pribadi.
Yang wajahnya memenuhi pikiranku namun harus 'ku coba lupakan.
Aku tidak akan lupa satu pribadi.
Yang suara merdunya selalu bergetar di gendang telingaku namun aku harus berperan tuli.
12 tahun berlalu dan aku baru kembali ke tempat yang mereka sebut rumahku. Tapi ini semua tidak terasa seperti rumah bagiku. Sejak musim semi 14 tahun yang lalu, aku sudah kehilangan rumahku. Aku kehilangan seluruh hatiku bersamanya.
Selama belasan tahun ini, aku punya banyak waktu untuk pulang. Setidaknya dalam 365 hari —yang bahkan terkadang 366 hari— tidak sepenuhnya aku menghabiskan waktu untuk selalu menebus dosa atau berkelana untuk mencari reruntuhan Kaguya, ada kalanya aku beristirahat beberapa hari. Dan waktu istirahat itu biasanya aku habiskan untuk memandang bulan sampai mentari kembali mengambil alih.
Tapi aku memilih tidak pulang. Mungkin ini alasan paling egois dan brengsek; sebisa mungkin aku tidak ingin melihat istri dan anakku. Bukannya aku tidak sayang mereka. Aku juga tidak membencinya, mereka adalah istri dan darah dagingku, aku menyayangi mereka. Hanya saja—
—hanya sebatas sayang.
Tidak jarang aku melamun. Melamunkan hal yang tidak penting karena hanya berisi penyesalan dan penyesalan. Jika dulu aku punya keberanian untuk menyatakan perasaanku, apa aku akhirnya akan bahagia?
Apa aku bisa mematahkan kutukan itu?
Apa aku bisa bersamamu?
Apa kita bisa membangun sebuah keluarga?
Apa aku akan memiliki seseorang yang aku sebut rumah?
Apa aku akan terima dengan senang hati jika menjalani misi jangka sangat panjang?
Apa aku akan menggila karena merindukanmu?
Sial. Aku akui aku sudah gila sekarang. Lihat? Aku hanya berdiri diam di depan gerbang desa. Hanya karena aku melihatnya di sana. Dia menyambutku. Bersama dengan dua orang lain yang sama berharganya dalam hidupku.
Bolehkah aku merasa senang?
Karena sesaat aku benar-benar larut dalam khayalan; dia di sana karena menyambutku, menunggu kepulanganku.
"ANATA!"
Yang berteriak itu istriku. Ibu dari anak semata wayangku. Perempuan yang aku sayangi, namun sangat aku hindari.
"OI! SASUKE!"
Orang berisik lainnya ini adalah sahabat terbaikku, bahkan sudah kuanggap saudara. Shinobi terkuat dan shinobi paling beruntung.
"O-okaeri, Sa-Sasuke-kun"
Dia. Dia si anak itu. Dia si gadis itu. Dia si wanita itu. Dia yang selalu mengisi hatiku sejak awal mula. Dia yang masih memiliki tatapan teduh, senyum manis, suara lembut, dan surai indigo yang tetap menawan walau dipangkas pendek.
"Tadaima..."
Dan ini aku, si pria bodoh yang hanya bisa diam dan menerima segalanya tanpa pernah sekalipun mencoba.
...Uchiha Hinata.
Dan ini aku, si pria pengecut yang sangat sangat mencintai istri sahabatnya.
Dia yang selamanya ada dalam hatiku, sudah hidup bahagia dengan cintanya, sahabatku.
Seandainya, aku membuat kesempatanku sendiri untuk menyatakan perasaanku, maka tidak akan sesakit ini rasanya. Mungkin kau merasa, ini adalah kutukan paling menyakitkan untukku. Tapi aku sudah berteman baik dengan rasa sakit.
Perasaanku memang tidak tersampaikan. Tapi aku akan memastikan bahwa ini semua tersimpan rapat dalam hatiku. Percayalah, Hinata. Berapa kalipun aku menapaki kakiku di dunia ini, aku akan selalu berjalan ke arahmu. Tidak peduli bagaimana akhirnya.
Terima kasih sudah memperhatikanku saat orang lain mengabaikanku.
Terima kasih sudah tersenyum padaku saat orang lain berjengit takut padaku.
Terima kasih sudah menjadi cahaya saat aku terjerumus ke dasar kegelapan.
Terima kasih sudah menjadi satu-satunya alasanku untuk pulang.
Terima kasih, untuk tetap hidup dan bahagia.
Terima kasih, karena kau bersedia bertemu denganku di kehidupan ini.
Sial. Naruto, kau sungguh, sungguh beruntung.
Aku mengaku kalah.