44. The Desicion 2

40 11 0
                                    



***

Dea menarik nafasnya, Ia sedang berjalan ke taman belakang sekolah, ia sudah mengabari teman-temannya bahwa dia akan duduk belajar ditaman sekolah. Sudah beberapa hari ini Dea memilih untuk membawa bekal dan belajar di taman belakang ketika jam istirahat pertama maupun istirahat kedua.

Dea hanya membawa buku pelajaran biologinya, ia tidak mau membawa buku yang ia pakai untuk bimbenya.

"De!", Dea terperanjat ketika tiba-tiba Ara sudah berjalan disampingnya.

"lho, bukannya kamu mau kekantin?", tanyanya ketika melihat Ara bukan berjalan kearah kantin.

"gue ke perpus dulu, mau pinjam buku, terus baru makan deh sama anak-anak",jawab Ara sambil berjalan santai.

Ara melihat buku yang dipegang Dea, "semangat belajarnya ya", ucap Ara sambil menepuk-nepuk bahu Dea.

Dea hanya tersenyum, "you too"

"eh, besok udah weekend, ngumpul dirumah aku yuk", tawar Dea.

Ara langsung mengangguk senang, "ayuk, kita juga udah beberapa hari gak ngumpul, nanti kabarin di grup aja deh", ucap Ara semangat.

Dea mengangguk cepat, "okey, nanti aku kabarin"

Selanjutnya mereka terpisah karena berbeda arah tujuan.

Dea sudah sampai dibawah pohon rindang yang sering dia kunjungi dalam seminggu ini. Ia mulai membuka bukunya dan mulai membaca materi yang ada disana.

Tiba-tiba Dea mengingat sesuatu hingga membuatnya tersenyum pahit, "bahkan kamu gak hubungi aku sampai sekarang", mirisnya.

Dea masih tidak percaya ia menganggap lelaki itu sebagai temannya sekarang. Bukankah lebih baik seperti dulu, hanya orang asing yang sering dipertemukan karena keluarga.

Bahkan keesokan harinya setelah kejadian malam itu, Althaf sama sekali tidak membahas percakapan mereka yang terputus, padahal mereka sempat berjumpa beberapa kali.

"sombong amat mba, udah jadi anak ambis sekarang?", Dea terperanjat kaget ketika tiba-tiba mendengar pemilik suara yang padahal barusan masih dipikirannya.

"kok kamu disini", ucapnya mendongak melihat Althaf berdiri disampingnya.

"gue lewat, eh liat lo disini", jawabnya lalu duduk disamping Dea.

"kok lo rajin?", tanya Althaf meilhat buku yang sedang terbuka dihadapan Dea.

Dea tidak menjawab itu, dia kembali mengalihkan pandangannya kebuku itu.

Mereka diam sesaat, hingga Althaf bersuara.

"De, Bila dapat juara umum, gue yang seneng"

Dea menghembuskan nafasnya, "oh iya, keren dong", jawab Dea tampa mengalihkan pandangannya.

Tanpa melihat, Dea tau sekarang Althaf sedang tersenyum lebar,"iya, karena gue berperan selama dia belajar buat ujian", jawab Althaf sumringah.

"ya, sebenarnya dia anaknya emang pinter sih", lanjut Althaf lagi.

Demi apapun! Dea tidak peduli!

"besok gue mau nonton sama dia"

"iya, pasti seru", jawab Dea dengan nada datar.

Althaf melirik Dea, "lo kok responnya gitu sih"

"gimana?", Dea masih belum mengalihkan pandangannya.

Althaf mengerutkan keningnya, kemudian Althaf menutup paksa buku yang ada dihadapan Dea membuat Dea tercengang.

"dengerin gue kek", ucap Althaf nampak kesal.

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang