23 | orang asing

20 4 0
                                    


︶ ꒦꒷꒷꒦ ︶꒷꒦꒷︶❛❜𝕊𝕚𝕟𝕥𝕙𝕚𝕟𝕜❛❜︶꒷꒦︶ ꒦꒷꒷꒦ ︶

︶ ꒦꒷꒷꒦ ︶꒷꒦꒷︶❛❜𝕊𝕚𝕟𝕥𝕙𝕚𝕟𝕜❛❜︶꒷꒦︶ ꒦꒷꒷꒦ ︶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Sekolah menjadi hal yang paling membosankan untuk Vinia kunjungi, apalagi duduk berjam-jam di ruang kelas sanggup membuat kepalanya berputar lebih parah. Kalau Vinia terus mengirimkan surat izin, ia bisa saja tidak naik kelas. Kabar bahwa ia dipenjara dengan Sunghoon tertutup rapat, yang mereka tahu hanya Vinia dan Sunghoon yang sama-sama sakit karena insiden kecelakaan di hutan.

Itu karangan cerita Hyera, berkali-kali juga perempuan itu meminta maaf pada Vinia karena telah berbohong atas namanya. Vinia memberi maklum, dari pada teman-temannya menyangka hal yang tidak-tidak. Remaja yang masuk ke penjara istana merupakan hal paling memalukan, itu artinya kesalahan mereka sangat fatal.

"Vinia, lu kaya ga ada semangat hidup." Hyera cemberut, ia rindu gelak tawa serta candaan yang dilontarkan Vinia. Teman satu mejanya terlampau diam, membisu layaknya patung yang duduk tak bergerak. Vinia sibuk dengan aktivitas di otaknya, ia memainkan skenario hidupnya sendiri. Hyera belum tahu kabar kalau Sunghoon telah meninggalkan dunia ini. Pun Vinia tidak sanggup menceritakan hal tersebut.

Demi apapun hatinya terasa dicabik sampai tak tahu batas. Vinia masih ingin menangis keras, berharap ada kejadian ajaib yang terjadi. Namun, itu tidak mungkin. Vinia sudah melihat sendiri tubuh Sunghoon dibakar di depan matanya beberapa hari lalu.

"Vinia ...." Hyera memanggil, ia menyodorkan bekal yang ia bawa dari rumah. Biasanya Vinia meminta makanan yang Hyera bawa, kali ini benar-benar sangat asing. Suasana Vinia bagai habis ditinggal pergi seseorang. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Hyera terus menerka dalam kepala, sekaligus menggoda Vinia dengan menu makan siangnya.

"Bisa diem dulu nggak sih? Nggak usah gangguin gue!" Raut wajah Vinia berubah drastis, marah, kecewa, pedih menyatu kentara di sana. Selang beberapa detik, tangis Vinia pecah, membelah kelas sepi yang ditinggal anggotanya. Hanya tersisa beberapa anak di sana, mereka bingung dengan Vinia. Apa dia masih sakit?

"V... Vin, gue gak maksud. Maaf." Hyera melihat Vinia meraung kala perempuan itu menangkup pipinya dengan kedua tangan. Meskipun sudah dibungkam, tapi tangis itu makin menjadi kala bayang tubuh tegap Sunghoon masuk ke pikiran tanpa izin. Vinia sakit, benar-benar sakit karena telah kehilangan manusia yang paling ia sukai.

Hyera memeluk Vinia, mengatupkan mulut supaya ia tak makin membuat kacau kondisi Vinia. Tubuh ruai Vinia bergetar hebat direngkuh tubuh Hyera, perempuan itu kemudian membuka suara. Nadanya teramat pilu, bagai elegi kisah cinta yang pernah Hyera baca.

"Pergi gimana maksudnya?"

Vinia tidak berbicara lagi usai itu, ia tidak sanggup membuka suara. Sesak di dada masih menyelubung paripurna. Hyera makin pusing, ia meminta Vinia tetap tenang selama menangis. Tidak apa-apa menangis di dalam kelas, tidak ada yang salah ketika tak sengaja menangis di tempat umum.

Jam pelajaran kembali berlangsung, hanya sisa beberapa puluh menit untuk mengakhirinya. Vinia bergeming, setengah menunduk ketika guru di depan sana menerangkan materi. Kepalanya pusing, matanya sakit karena terus menangis. Kenapa Vinia tidak bisa menahan dirinya sendiri?

Ia lupa apa saja yang sudah dilakukan Sunghoon untuk membuat Vinia merasa sedikit lega menjalani hidup. Apa Sunghoon merasakan hal yang sama seperti apa yang Vinia rasakan? Apa Sunghoon juga bahagia berteman dengannya?

"Abis ini gue anterin lu pulang ya." Kalimat itu berhasil merombak lamunan Vinia. Perempuan disampingnya bangkit tanpa suara, menjinjing tas kemudian pergi dari kelas mengekori guru yang lebih dulu keluar dari ruangan.

"Hyera, gue mau pulang sendiri. Tolong jangan ganggu gue dulu. Jangan tanya gue mau pergi ke mana, jangan pernah bilang kalau lu adalah orang yang terakhir kali ngobrol sama gue." Vinia menghentikan langkah, ia tidak suka dibuntuti Hyera untuk saat ini. Ia butuh ruang sendiri yang luas, tidak mau orang-orang masuk ke teritorialnya.

Hyera tidak bisa berkomentar apapun, Vinia melenggang pergi secara kilat walau langkahnya terseret. Dari pada membuat sahabatnya jengkel, Hyera menurut saja walau sebenarnya ada banyak tanya yang belum terjawab dalam kepalanya.

Dalam perjalanan pulang menelusuri jalanan setapak dengan rangkaian daun kering jatuh, Vinia meluruskan pandangan menatap pasang-pasang sepatu manusia yang lewat. Begini ya rasanya kehilangan teman, selama beberapa menit perempuan itu sadar pernah melewati jalan ini bersama Sunghoon. Apa Vinia tidak bisa memutar waktu?

"Nona, kau-- oh maksudku, gantungan kunci punyamu jatuh." Seseorang mencegat langkah kaki Vinia lebih jauh.

Si perempuan mendongakkan kepala melihat siapa pemuda yang berbicara padanya, di banding dengan teman-temannya. Tentu mereka berbeda perawakan. Vinia menerima gantungan kunci dari uluran tangan pemuda jangkung di sebelahnya.

"Terima kasih," Balas Vinia sekalian menundukkan kepala.

"Kamu sendirian? Biasanya pulang bersama temanmu." Menatap bingung, kedua lengan pemuda itu kembali ke posisi normal. Senyum rekah menimbulkan gurat diantara hidung dan sudut bibirnya.

"Lagi pengen jalan sendiri." Vinia menjawab seadanya, ia masih berdiri canggung disebelah pemuda yang belum ia ketahui siapa namanya.

"Oh jadi, kalau kita jalan bersama kamu keberatan ya...."

Bukan hal mudah mengobrol dengan orang asing, apalagi kalau orang yang bersangkutan hatinya tengah berada dalam kepedihan. Pemuda bernama Riki itu tersenyum simpul, mungkin di lain waktu ia bisa mengobrol lebih lama dengan Vinia.

"Jangan larut dalam kesedihan, hidup ini terlalu singkat untuk mandi di kubangan lumpur yang menyebalkan. Waktu singkatmu sangat berharga, nona. Gunakan sebaik mungkin." Riki berpesan sembari melambaikan tangan.

Vinia bergeming, ia menatap punggung lebar pemuda berbalut seragam putih itu, mereka berbeda sekolah. Saat melihat sorot matanya, Vinia merasa menemukan ketenangan. Benar, untuk apa Vinia larut dalam kesedihan, ia hanya membuang waktu singkatnya di dunia ini.

Vinia pulang ke rumah, tetap berusaha mengusir pedih di dasar hatinya. Sunghoon sudah tenang di sana kan? Lalu, apa yang Vinia risaukan lagi?






 Sunghoon sudah tenang di sana kan? Lalu, apa yang Vinia risaukan lagi?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

︶ ꒦꒷꒷꒦ ︶꒷꒦꒷︶❛❜𝕊𝕚𝕟𝕥𝕙𝕚𝕟𝕜❛❜︶꒷꒦︶ ꒦꒷꒷꒦ ︶







ᵒⁿ ʰᵒˡᵈ Sinthink ; SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang