Sagara kini tengah di kafetaria kantor, kala memasuki jam makan siang, Tias, rekan kerjanya dengan brutal menarik Sagara untuk menemani ngopi dengan iming-iming akan ditraktir martabak telor Cak Wawan yang setia nangkring di sebrang jalan depan kantornya, alhasil kini ia nongkrong di kafetaria kantornya. Menyebalkan. Persetan dengan martabak telor, Sagara tidak semiskin itu untuk mampu membeli sepuluh kotak maratabak telor setiap hari kalau dia mau, hanya saja, karib sialanya ini benar-benar memalukan jika tidak dipenuhi keinginanya.
Demi Neptunus, Sagara sangat ingin menenggelamkan Tias ke rawa-rawa!
Namanya Dewangga Tias, biasa dipanggil Tias atau Dewa, mereka pertama kali bertemu di kampus dalam satu jurusan kemudian mereka berteman mengalir begitu saja, hingga kini. Namun attitude Tias tidak sebagus namanya. Dia adalah definisi karib sekaligus rekan yang sangat membagongkan, pasalnya, Sagara jelas tahu apa tujuan temanya itu agar ia nongkrong di kafetaria ini, yep! Lagi ngincer mbak-mbak pelayan kafetaria di sini. Rekanya yang satu ini memang bangsatnya tidak ketulungan, cewek manapun, sikat! Bahkan Sagara sampai urut dada tiap berpergian dan beberapa kali disapa oleh gadis-gadis yang mengaku bahwa ia mantanya Tias.
Maklum, setelah tiga tahun terakhir ditinggal minggat Eza, aktivitas Sagara hanya membuntuti Tias yang kencan sana sini, seminggu sekali tau-tau sudah ganti gandengan. Kalau diingat-ingat, Sagara menyesal pernah jadi nyamuknya si cunguk satu ini. Patut Sagara menepuk dada kirinya bangga karena berhasil setia dengan satu wanita saja.
Lakik!
Seperti sekarang, Sagara pura-pura sibuk menunduk dengan ponselnya padahal dalam lubuk hati terkecilnya, ia berkeinginan untuk menghujat Tias di depanya yang sibuk melontarkan kata-kata manis bagai pujangga pada mbak pelayan yang sedang mengantar pesanan mereka.
"mbak, kalau pagi bedakan gula ya? Kok manis banget?"
Ya Tuhan, kasihan sekali mbak-mbak itu, sebentar lagi pasti mual-mual. Sagara menatap Tias dengan wajah memenya.
Begini kira-kira;😒
Anehnya, mbak-mbak pelayan itu malah tersipu malu-malu. Sagara saja tiba-tiba merinding mendengarnya. Memang sih, tampang Tias itu mencukupi kriteria fuckboy, kulit putih pucat, wajah Tionghoa yang kentara, serta tubuh besar dan tegap. Minus di otak saja.
Semakin tidak tahan, Sagara akhirnya memutuskan untuk kembali ke kantor, ia berdehem, "mbak, ini tolong dibungkus aja, saya mau makan di kantor."
Menyudahi saltingnya, pelayan itu menoleh ke arah Sagara dan mengangguk malu-malu, membawa kembali makanan yang belum disentuh sama sekali untuk dibungkus.
"Anjir, gue makan aja belum!" Tias mulai mengomel dengan raut sebal, Sagara tidak menghiraukan dan lanjut berkutat dengan ponselnya.
"Nggak asik lo ah, kan dah gue beliin martabak." ucap Tias. Merajuk.
"Nggak, Go-foodin ke alamat rumah Eza aja, kerjaan gue masih banyak timbang nemenin lo gatel di sini."
Kejamnya.
Tias makin memaju-majukan bibirnya sebal. Sagara yang melihat itu hampir saja hilaf melepas sepatunya dan mencocolkanya ke bibir Tias.
"Tega amat lo Ga biarin gue makan sendirian."
Sagara mendengus, agaknya makin geram dengan Tias, "Bebek-bebek lo kan di mana-mana, gue nggak mau ada yang berasumsi kalo lo doyan batangan karena gue selalu lo seret kemana-mana."
"NAJIS! Cewek-cewek pada ngantri ya sama gue, hush! hush! Sana minggat aja lo Ga."
Baguslah.
Sembari menunggu makananya dibungkus, Saga menghubungi Eza via chat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita | Sagara Pandu
Teen FictionBerbagai macam keadaan hidup jelas jatuh kepada berbeda-beda orangnya. Namun hidup jauh lebih menyenangkan jika didampingi oleh Sagara Pandu. Pria dengan apa adanya, dengan segala yang melekat pada Sagara Pandu, Eza menyukainya. Entah bagaimana bagi...