Disarankan baca Dunia Tuan Putri lebih dulu agar bisa paham silsilah dan alurnya.
Niskala 1
"Dengan berstatus sebagai mahasiswa, harusnya pola pikir kalian sudah jauh lebih dewasa. Tapi apa ini? Saling serang dengan kekerasan hanya karena perkara laki-laki? Pantaskah begitu? Apa sebaiknya kalian kembali jadi anak SMP lagi saja?"
Aku spontan mengangkut wajah. "Tapi, Pak, saya nggak—"
"Nggak apa, Niskala?" Pria dua puluh enam tahun yang duduk di kursi kebesarannya itu, kini menatapku tajam. "Nggak terlibat, begitu?" Satu alisnya terangkat. "Lalu siapa yang tadi saling jambak dan tampar di kelas saya? Kuntilanak yang kebetulan punya wajah mirip denganmu?"
Aku menahan untuk tidak mencebikkan bibir. Sial. Ini gara-gara Oliv yang norak dan kampungan. Kalau dia dan antek-anteknya tidak melabrakku, mana mungkin sekarang aku terjebak di ruangan Pak Taksaka sang dosen killer ini?
"Dan karena perkelahian ini kalian lakukan di jam kuliah saya, maka sudah sewajarnya saya memberi hukuman agar—"
"Nggak bisa gitu dong, Pak." Aku langsung menatap protes. "Saya kan nggak salah."
"Kamu tidak lihat kondisi Olivia?"
Aku langsung mengikuti arah telunjuk Oliv yang berdiri di sebelahku. Cewek itu buru-buru memasang wajah memelas dan tersakiti, membuatku gatal ingin menjambak rambutnya lagi.
"Kamu yang membuatnya berantakan seperti itu, Niskala."
Mataku kembali beralih ke Pak Taksa. "Tapi kan itu usaha saya membela diri. Saya nggak akan nyerang kalau Oliv nggak nyerang saya duluan."
"Gue nyerang lo karena lo keganjenan jadi pelakor." Tiba-tiba saja Olivia mendorongku.
Aku balas mendorongnya. "Cowok lo aja yang kadal!"
"Cowok gue nggak akan kayak gitu kalau lo nggak godain dia."
"Berapa kali gue bilang, ha? Gue nggak pernah godain cowok mata keranjang macam Gading. Najis amat!"
Mata Oliv memetolot. Dia mengangkat kedua tangan di udara sambil menggeram, "Lo!"
"Apa?" Kuangkat dagu. "Mau gelud lagi? Sini!"
"Stop!"
Seruan itu membuat kedua tanganku yang berniat menolak dorongan Oliv, menggantung begitu saja di udara. Kemudian menoleh ke arah Pak Taksa yang sudah bangkit berdiri dengan wajah geram.
"Saya panggil kalian ke sini bukan untuk melanjutkan aksi kenanak-kanakan kalian."
Sontak aku menunduk, begitupun dengan Oliv. Dan seperti yang kuduga, bermenit-menit kemudian kami habiskan hanya untuk mendengarkan ceramah dosen tampan rupawan yang meski killer namun jadi idaman hampir semua mahasiswi di kampus ini. Dan yakinlah, ceramah pria itu sudah membuat telingaku jengah duluan karena berpikir tidak hanya sekarang saja aku akan mendapatkannya, tapi juga setelah pulang. Membayangkannya saja sudah membuatku kesal.
"Sekarang saling minta maaf."
Aku langsung memasang wajah sebal begitu kalimat itu dijadikan penutup ceramah Pak Taksa. "Saya bukan anak TK, Pak."
"Atau kalian ingin nilai C di semester ini?"
Tanpa sadar aku mengentakkan kaki dan mengulurkan tangan ke arah Oliv. "Cepetan!"
Oliv dengan wajah bersungut-sungut, menjabat tanganku. Tidak butuh waktu sedetik untukku melepas tangan dan menggosokkan ke kemeja.
"Kalau begitu, silakan keluar sekarang. Tugas untuk hukuman, akan saya kirim by surel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story (On Going)
Historia CortaHanya berisi cerita-cerita pendek berbagai tema. Berasal dari ide-ide random yang sayang jika dibuang, tapi aku belum punya waktu untuk menulisnya dalam bentuk panjang. Kadang publish tamat, kadang hanya preview PDF. Silakan dibaca untuk mengisi ke...