| Prolog🐥

362 51 8
                                    

Helaan napas kasar keluar begitu saja dari bibir pemuda bermarga Lee itu. Jelas bukan yang pertama, ini merupakan helaan napas entah yang keberapa, lagipula ia tidak peduli. Dirinya hanya berusaha mencari sedikit ketenangan untuk mengurangi perasaan gelisah yang sedari tadi menyelimuti hatinya.

Kemudian pemuda itu bangkit, berjalan menuju cermin dan melihat tubuhnya yang masih terbalut kemeja putih lengkap dengan jas berwarna senada, pakaian yang masih ia kenakan ketika melaksanakan pernikahannya tadi.

Benar, Lee Felix atau lebih tepatnya Hwang Felix telah melaksanakan pernikahannya  beberapa saat yang lalu. Dan sekarang, ia tengah merehatkan tubuhnya yang terasa kaku karena terus menerus berdiri seharian ini.

Lagi-lagi, dirinya menghela napas kasar. Masih memikirkan alasan mengapa dirinya bisa terjebak dalam pernikahan yang dirinya tidak harapkan sama sekali.

Hei, ia bahkan tidak pernah berpikir untuk menikah secepat ini. Lagipula, dirinya masih duduk dibangku sekolah. Selain itu, Felix belum memiliki niat untuk menjalin hubungan dengan siapa pun, bahkan dalam tahap berpacaran sekali pun.

Tapi sekarang... dirinya sudah menikah.

Bagaimana bisa? Itulah yang sedari tadi berputar dalam kepala Felix.

Ia hanya ingat, jika seminggu yang lalu -sebelum tanggal pernikahannya ditetapkan- Felix masih bekerja sebagai karyawan biasa di sebuah cafe. Selain melayani pelayanan ditempat, cafe itu juga melayani pemesanan lewat fitur online.

Ah, dan kini ia ingat. Mengapa dirinya bisa terjebak dalam pernikahan yang terbilang konyol ini.

🐣

Flashback on.

"Felix, kamu sibuk gak?"

Felix yang tengah sibuk merapikan meja akhirnya menoleh, menatap temannya yang terlihat kerepotan.

"Oh, enggak kok. Kebetulan aku udah mau beres, ada apa?" tanyanya, kemudian berjalan mendekat.

"Aku bisa minta tolong gak? Hari ini aku harus pulang cepet karena ada acara keluarga, tapi kerjaanku belum selesai," jelasnya. Menatap Felix penuh harap.

Felix mengangguk mengerti. "Ada pesanan yang harus diantar kah? Berapa banyak?"

Pemuda itu tersenyum senang, "gak banyak, kok. Tinggal satu pesanan lagi." Ia melangkah ke arah meja lain yang menyimpan pesanan yang telah dirinya siapkan tadi.

"Ini, alamatnya ada didalam, ya." Felix mengangguk lagi, ia kemudian meraih satu bungkus box dan memeriksa alamat yang sudah tercatat serta tersimpan didalamnya.

"Kebetulan banget satu arah, jadi bisa sekalian pulang," kata Felix sembari menyimpan kertas itu kembali ke tempat semula.

Pemuda dihadapannya terlihat berbinar, ia merasa lega. "Beneran? Syukur kalo gitu. Lagian ini udah malem banget, bahkan cafe juga mau tutup. Bisa-bisanya mesen gak tau waktu."

Felix menggeleng kemudian terkekeh pelan. "Gak boleh gitu kak, ini rejeki loh."

Sebut saja pemuda itu Choi Yeonjun, ia terlihat mengedikkan bahu tidak peduli. "Ya, abisnya... orang kaya emang suka seenaknya, kakak gak habis pikir."

"Udah, mending kakak siap-siap gih. Katanya mau pulang?"

Yeonjun mengangguk. "Yaudah, kakak duluan ya, Fel. Nanti hati-hati dijalan, terus langsung pulang, okay? Jangan keluyuran. Inget, besok sekolah," ujarnya.

Felix tersenyum. "Iya, kak. Makasih. Kakak juga hati-hati."

"Sama-sama, kakak duluan ya!"

The Little Family | HyunLix.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang