43. Lama

27 4 0
                                    

Sudah lama Celine pergi ke kamar mandi. Kini dia masih belum kembali, membuat perasaan Melati jadi tak karuan. Rasa khawatirnya makin memuncak ketika mengingat ucapan gadis itu sebelum mereka sampai ke sini. Kata-kata yang menyatakan bahwa seseorang mengikuti mereka. Tanpa perlu banyak diperjelas, dia pun tahu siapa yang dimaksud oleh sahabatnya itu.

“Aku ke kamar mandi dulu, ya,” pamit Melati tak bisa menahan kekhawatirannya.

Tepat ketika Jinan ingin bertanya, gadis itu sudah pergi dari tempat duduk. Membuatnya mengerutkan kening. Sedangkan Lala yang melihat punggung gadis itu hanya bisa menatap dengan bibir tergigit. Seolah mengerti apa yang terjadi sehingga Melati pergi. Namun, dia tak bisa ikut. Takut jika kawan-kawannya curiga dan hanya bisa menyaksikan dari sana sembari berharap agar firasatnya salah.

><

Ketika Melati sampai di dekat kamar mandi perempuan, sesosok lelaki berperawakan pendek membuatnya terkejut. Gamaliel, kakak tingkatnya, tengah berada tepat di depan pintu kamar mandi seolah mengawasi orang yang hendak keluar dari dalam. Namun, dia tak terlalu memedulikan alasan mengapa lelaki itu bisa berada di kafe—sebuah kebetulan yang membuatnya sedikit kesal—karena kepentingannya sekarang adalah Celine.

“Heh, lo ngapain di depan kamar mandi cewek? Mau ngintip?” tanya Melati dengan nada cukup tinggi sembari berharap Gamaliel akan segera meninggalkan tempat itu.

Sayangnya lelaki itu tak menyingkir, justru menoleh pada Melati dan tetap berdiri kukuh tanpa menyingkir seinci pun. “Gue enggak lagi kepengen ngintip. Tapi, tadi ada cowok yang masuk ke sini, barengan sama gue yang masuk ke kamar mandi cowok. Gue jadi nggak tenang karena udah ngebiarin dia masuk walaupun udah sempet gue tahan tadi.” Tiba-tiba saja Gamaliel membeberkan alasannya berdiri di depan kamar mandi.

Jawaban lelaki itu membuat Melati terbelalak dan segera mendorong tubuhnya agar sedikit menjauh dari pintu masuk. Tanpa basa-basi, gadis itu langsung menggedor-gedor pintu kamar mandi hingga bunyi kencangnya menusuk telinganya sendiri. “Celine! Celine! Kamu di dalam sana, kan? Celine!”

Tak terdengar jawaban dari sosok yang dipanggil setengah mati, membuat firasatnya semakin buruk. Dia segera mengambil telepon pintarnya dan mencoba mengubungi Celine. Kemudian, menempelkan sebelah telinga di pintu kamar mandi. Sialnya, tak terdengar bunyi dering telepon sama sekali.

“Sial!” umpatnya seraya kembali mengantongi telepon pintarnya. “Kak, tolong panggilin staff kafe ke sini! Nggak usah nanya buat apa. Sekarang lagi situasi darurat. Pokoknya cepetan!” Seolah dapat membaca pikiran Gamaliel, Melati meneriakkan jawaban tanpa pertanyaan itu.

Melihat raut adik tingkatnya yang terlihat geram bercampur khawatir membuat Gamaliel memilih untuk menurut. Dia segera pergi ke bagian kasir, tempat di mana staff pasti berada di sana. Ketika ditanya apa masalahnya, dia menjelaskan dengan dugaan yang membuat staff gerak cepat—Celine terkunci dalam kamar mandi. Untungnya saja staff kafe percaya dan segera mengikutinya ke kamar mandi.

Sedangkan di sisi lain, Melati yang tengah menunggu sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi, hatinya tak bisa tenang. Debaran dadanya terpompa terlalu cepat. Takut. Dia takut bahwa Celine tengah bersama orang itu. Namun, semoga saja perkiraannya salah. Walaupun jika dilihat dari sudut mana pun, perkiraannya benar.

Kalau gitu, seenggaknya jangan biarin si brengsek itu nyentuh Celine walau cuma satu centi aja! batin Melati menggeram sambil terus menggedor-gedor pintu, dengan maksud untuk membuat Darren ragu untuk melakukan aksinya. Saat tenaga yang dikerahkannya hampir habis, Gamaliel akhirnya datang dengan salah seorang staff yang terlihat cukup kuat—mungkin sengaja direkrut untuk menangani masalah tak terduga—dan juga dua orang staff lain berbadan kurus dan sedang.

A Lovely Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang