1

6 0 0
                                    

Angin sepoi-sepoi berhembus pelan, menerbangkan lembut rambut hitamku yang tidak terikat. Aku menghela nafas pelan, menatap kosong pemandangan anak-anak yang sedang bermain di bawah bukit sana.

"Hei, apa yang sedang kau lakukan disini?" Seorang pemuda dengan surai putih, bergelantungan di atas pohon dengan kakinya yang menahan tubuhnya.

Aku hanya diam dengan ekspresi kaget. "Ternyata benar..." Gumamnya lalu turun dari atas pohon dengan kaki yang mendarat duluan. "Kau berbicara dengan ekspresi dan bukan suara." Sambungnya dengan tersenyum lembut sambil mendekatkan dirinya kearah diriku.

Perlahan tapi pasti aku bangkit dari dudukku dan melangkah pergi dari sana. Seharusnya begitu, tapi sebuah tangan menggengam erat tangan diriku dengan seseorang yang menunjukkan ekspresi tidak senang.

"Hei, jika seseorang sedang berbicara denganmu seharusnya kau tidak pergi begitu saja!" Ucap Pemuda itu tegas. Aku menghentikan langkahku, yang memang sudah tertahan, dan menatap bingung pemuda di depanku.

"Namaku Zero! Kalau kamu?" Wajahnya yang tadi cukup mengerikan Kembali bersahabat. Aku hanya diam, tidak menjawab apa yang dia katakan.

"Oi! Jawab dong! Diam terus! Lama-lama kamu makin mirip sama batu berjalan loh!" Pemuda ini membuang nafas kasar, terlihat sekali dia sedang marah, tapi siapa yang peduli? Alih-alih akan menjawab aku melangkah pergi dari situ, karena pegangan tangannya yang mengendur.

"OI!" Kali ini dia mencubit pipiku dan juga Kembali memegang tanganku dengan kuat "Sepertinya aku tidak boleh lengah ya? Jawab atau aku tidak akan melepaskanmu!"

Aku merintih kesakitan "Aah, iywa iywa! Akwu jalab, tapai lepwasin duluw cuwbitanwa!" tanpa sadar aku mengatakan hal itu. Terkejut, Itulah ekspresi yang dia tunjukkan tapi memenuhi perkataanku.

"Hei? Kau barusan bicara? Kosakatamu lancer banget tahu! Kok bisa?" Mendengar hal itu, dengan cepat aku menutup mulut dan tidak mengatakan apapun lagi.

"Apa aku perlu mencubit mu lagi agar kau berbicara?" Ancam oemuda itu sambil mengambil ancang-ancang akan mencubitku. 'Ah! Iya iya! Jangan dong! Sakit tahu! Nih, Aku bicara kan?" Sungguh aku sangat menyesal di kemudian hari karena sudah menuruti perkataannya.

"Namaku Rai! Raika Anatsya Putri! Itu sudah cukup bukan?" Dengan kasar aku melepaskan cengkraman tanganku dan pergi dari tempat itu.

"Hei! Kapan-kapan pergilah bermain dengan yang lainnya! Jangan menyendiri terus!" Teriak pemuda itu dari kejauhan.

"Uh... Siapa Namanya? Satu? Dua? Aaah! Pokoknya itu nama angka bukan?!" Pikirku gelisah sambil mengacak-acak rambutku sehingga membuatnya berantakan,

 Siapa Namanya? Satu? Dua? Aaah! Pokoknya itu nama angka bukan?!" Pikirku gelisah sambil mengacak-acak rambutku sehingga membuatnya berantakan,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Detik menjadi menit, menit menjadi jam, jam menjadi waktu, waktu menjadi hari dan hari berganti hari lain. Pagi itu aku mendapatkan sebuah surprise dari para anak-anak panti.

"Selamat pagi Rai! Terimakasih karena sudah terus membantu pekerjaan di panti!" Seorang gadis dengan tinggi kurang lebih 130 CM, menyapa dengan senyuman manis.

"Sepertinya kau sudah akrab dengan anak panti ya Rai~?" Goda pemuda yang sudah pasti adalah biang kerok tersebarnya namaku.

"Ah! Selamat pagi Bang Zero! Seperti biasa kau menyebalkan!" Ucap lugu gadis itu.

"Hei?! Siapa yang mengajarkanmu perkataan itu?!" Kesal dengan sambutan dari gadis imut itu di sebelahku dia sampai mendempetkan dirinya dengan diriku.

"Tapi itu kan kebenaran! Bang Zero nyebelin! Yakan Rai? Dia kemarin pas nanyain namamu maksa dan bikin orang jengkel kan?" Seperti mencari dukungan, gadis ini bertanya kearahku dengan penuh harap dan juga ikutan mendempetkan tubuhnya ke diriku.

"Maaf tapi ini membuat udara menjadi sesak..." Ucapku pelan, yang hanya bis adi dengar oleh mereka berdua. Kaget dengan hal itu, gadis imut itu langsung berseru "Wah, suaramu cantik dan halus banget Rai!"

Aku hanya tersenyum dan tanpa bisa ku dengar, pemuda itu mengatakan sesuatu. Aku hanya memasang wajah penuh tanda tanya dan dia hanya menjawab.

"Jika kau mau tahu, Setidaknya buatlah dirimu dapat berbicara dengan orang banyak." Ucapnya lalu berlalu pergi yang diikuti dengan gadis imut itu.

"Dasar menyebalkan!" Gerutu diriku dalam hati.

'Sungguh, aku sangat menyesal karena sudah membuat diriku terlibat dengan dirinya...'

-CLEAR-

Ada yang pernah baca cerita ini? OwO

-Chia

Edited : 22-1-2022

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang