29.

1.2K 58 6
                                    

***

Pipi Aya terasa sangat keram akibat tamparan Regan, pipinya terasa memanas, cairan bening lagi-lagi Aya keluarkan dari mata indah itu. Sudut bibirnya juga sedikit mengeluarkan darah.

Aya memegangi pipinya masih tak percaya dengan apa yang dilakukan Regan. Selama ini ia pikir Regan adalah laki-laki lemah lembut, yang tak akan pernah berani memukul wanita, ternyata semua sama saja.

"Lo nelfon Sagara hm? " Tanya Regan menahan amarahnya.

Aya tak menjawab, cairan bening masih setia keluar tanpa permisi.

Regan mendengus kesal. Tenang, ia sudah memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, ia masih berada di sekitar taman, keberadaan ponsel Aya juga tak jauh dari sana.

"Lo budek hah? Gue tanya lo nelfon Sagara?!!" Sentak Regan memukul stir, Aya terlonjak kaget dibuatnya.

"I-iyaa" Jawabnya, Regan tak bisa menahan amarahnya, ia menyesal tak menyita ponsel Aya terlebih dahulu.

Regan menarik kerah baju Aya kasar. "Berani-beraninya ya lo. Liat aja apa yang bakalan gue lakuin ke lo. " Bruk. Regan mendorong Aya hingga kepala gadis itu membentuk kaca di belakangnya.

"Aakhh"

Hanya kepala Aya yang sakit, tubuhnya tidak karena dijaga oleh ransel yang ia gunakan. Aya masih menggendong ranselnya, cardigan yang ia bawa tadi sudah ia masukan ke dalam tas saat bermain dengan anak-anak tadi, Aya belum mengetahui apa yang Sagara taruh dalam kantong cardigan tersebut.

"Jangan lemah! " Selanjutnya, Regan kembali melajukan mobilnya menuju suatu tempat.

Beralih ke Sagara. Kini laki-laki itu sedang berada di sebuah kantor besar di sebuah kota. Sagara mengutak-atik ponselnya sedari tadi, Tiba-tiba saja perasaannya tak enak saat Aya tak menjawab telfonnya.

"Ayo dong ayyy jawab.. Jangan buat gue khawatir.. " Gumam Sagara melipat pergelangan tangan kemejanya. Sagara menggunakan pakaian yang biasa digunakan oleh CEO itu. Sekarang Sagara semakin terlihat berkharisma di depan para pegawai di sini.

Tuttt..

"Ay! Jawab... " Sagara mondar-mandir sambil menggerakkan giginya.

"Sagara." Panggil seseorang dari arah belakang.

Sagara berbalik badan, ponselnya ia masukkan ke dalam kantung celananya. "Kenapa om? " Balas Sagara.

Itu adalah om Bimo, om Sagara, kakak dari ayah Sagara. Om Bimo adalah pengusaha sukses, suksesnya melebihi ayah Sagara.

"Kamu hebat, memang om akui kamu the best. Om bangga sama kamu. Kalau kamu tidak datang tadi, mungkin kontrak ini akan dibatalkan, dan nama perusahaan kita akan tercemar di mata perusahaan lainnya. Kamu penyelamat perusahaan ini gara. " Puji om Bimo menepuk-nepuk pundak Sagara bangga.

Sagara tersenyum tipis, tak menyangka dengan dirinya sendiri. "Alhamdulillah om. Eemm om" Panggil Sagara ragu.

"Kenapa? "

"Apa Sagara udah boleh pulang? Soalnya gara ada urusan lain yang mau di selesaikan. " Tanya Sagara.

Om Bimo mengangguk. "Boleh, lagian semua udah selesai, ini juga udah mau maghrib. emang kamu mau kemana? "

"Sagara mau mastiin keadaan Aya om. "

Dahi om Bima mengernyit. "Aya? Emang Aya kenapa? "

"Ah, Sagara juga nggak tau, ini makanya Sagara ke rumah dia, soalnya tadi Aya nelfon tapi nggak gara jawab karena masih meeting tadi, terus Sagara telfon lagi dia nggak jawab. Gara jadi khawatir. " Jawab Sagara.

Setitik Luka Untuk Aya [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang