Tret tet tet... Sebuah suara terompet memekik pagi itu. Mengagetkan hingga segerombolan burung yang tengah berjejer manis terbang berhamburan, meninggalkan dahan-dahan yang bergoyang. Ini masih pagi, cuaca masih dingin dan sisa kabut semalam masih tampak samar. Banyak yang masih menikmati mimpi indahnya, termasuk aku. Namun suara itu membuat aku terjaga dan segera membangunkan Bang Rey.
"Bang, suara apa itu?" tanyaku ke abang dengan mengguncang-guncang badan suamiku. "Itu kenapa, bang? Emergency kebakarankah? Bangun ih..." seruku sambil terus membangunkan Abang Rey dengan wajah panik.
Suamiku yang terlelap akhirnya terbangun dengan keributanku. Dengan masih bermuka bantal dan mata setengah terpejam, ia menyahut, "Itu Cuma alarm bangun pagi buat abdi negara. Tidak apa-apa, lebay banget sih kamu.. Udah aku mau tidur" kata abang dengan kembali menarik selimutnya dan melanjutkan tidurnya yang berharga.
Aku yang menyaksikan Bang Rey tidur kembali segera menepuk abang lagi, "Yah abang, berarti itu kamu yang dipanggil. Sana kamu datang, ih kok malah tidur lagi sih.." seruku berusaha membangunkan abang yang tampak kelelahan. Tapi abang tetap saja tidur, jadi abang mungkin benar kalau itu hanyalah alarm bangun, jadi tidak ada kewajiban apa-apa.
Sesaat kemudian, aku ingat kalau ada acara di jam 8 pagi. Dan aku harus ikut dengan mbak-mbak senior. Seketika rasa panik menyergapku. Jantungku berdegub dan rasa panik menyergapku. Aku merasa sangat takut akan hari ini. Ah, kenapa harus ada acara-acara yang ramai gini sih...Aku super malu. Sejurus kemudian, aku segera masuk ke ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk hari baru ini.
Jam menunjukkan pukul 07.30, aku berjalan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Aku membuka kulkas untuk mencari-cari makanan. Mataku berbinar melihat tumpukan bahan makanan dan minuman yang tertata manis di dalam rak-rak kulkas. Ah, mamaku sangat pengertian, semua telah disiapkan olehnya, aku tinggal mengambil semua yang kuperlukan di dapur ini.
Ini pagi pertamaku menyiapkan sarapan untuk seorang laki-laki yang sudah bisa kusebut suami, dan orang-orang akan menyebut aku sebagai istrinya. Ah, bahagia aku pagi ini. Aku tersenyum-senyum sambil menyiapkan roti untuk kami sarapan nantinya.
Aku melihat jam sudah menunjukan pukul 07.40. Duapuluh menit menuju pukul 8 pagi. Aku melangkah ke kamar mengecek apakah Bang Rey sudah bangun atau belum. Dan ternyata ia masih tidur. Aku menuju meja riasku, mengambil alat-alat make up dan memoles wajahku. Rambut kutata rapi . Aku harus tampil cantik dan anggun di acara nanti. Bagiku, kesan pertama itu penting, dan dengan penampilan yang menarik, aku ingin memberi kesan yang baik di hadapan istri atasan suamiku dan mba-mba senior. Tapi yang paling utama sih, supaya aku tidak malu-maluin Bang Rey.
Setelah selesai make up, aku beranjak keluar kamar untuk makan dan minum teh, tapi ternyata suamiku sudah bangun. Dan yang ajaib adalah, dalam 5 menit dia sudah merapikan bajunya. Aku terkejut sampai keselek dan tertawa.
"Ya Allah, bang.. kok bisa-bisanya hanya 5 menit sudah siap semuanya. Padahal aku bangun dari jam 5 dan baru saja selesai siap-siap," kataku dengan ekspresi terkejut.
Bang Rey yang menyaksikan keterkejutanku berkata, "Keren kan abang.."kata abang tahu kalau aku mengagumi kecepatannya dalam berpenampilan.
Aku dalam hati masih terheran-heran, bagaimana bisa dalam 5 menit bisa siap semuanya? Lepas baju setengah menit, gosok gigi semenit, gosok badan dengan sabun semenit, lalu mengeringkan badan setengah menit, dan pakai baju satu menit? Otakku berputar bak Einstein yang mengalkulasi waktu dengan terperinci, namun masih saja geleng-geleng dengan kecepatannya yang hanya dimiliki seorang abdi negara, yaitu mampu mandi dalam 5 menit!
Mata Bang Rey tertuju ke arah meja makan, melihat lembar-lembar roti sebagai pengisi perut. Ia kemudian berkata, "Wah, enak ya kalau punya istri, sarapan selalu diasiapkan," ujarnya dengaan perasaan senang lalu mengambil kursi dan duduk disampingku. Ia mengunyah sarapannya dengan lahap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Pelangi
RomanceMentari adalah Mahasiswa kedokteran yang memutuskan untuk menikah muda dengan seorang abdi negara. Mentari tidak pernah menyangka bahwa pria yang dia cintai selama 2 tahun berpacaran ketika menikah menjadi berubah drastis. Perlahan terungkap sifat a...