16. SEDIKIT DEMI SEDIKIT

219 21 3
                                    

" Alhamdulillah, " Anisa tersenyum, ikut senang melihat senyuman sang Ayah sesaat setelah menerima uang dari hasil dagangannya. Ada rasa lega melihat senyuman Ayahnya, meski di hati Anisa merasa bersalah tak sepenuhnya bercerita tentang siapa dalang dari habis terjualnya dagangan miliknya hari ini.

" Kalau Haidar, sisa beberapa Ayah. Tapi, alhamdulillah teman-teman sekolah Haidar banyak yang beli," sahut Haidar menimpali.

Wahyu tersenyum, " Iya, tidak apa-apa Haidar. Ayah sudah sangat bersyukur dikaruniai pangeran dan putri yang senantiasa membuat Ayah bangga, " ujarnya mengusap puncak kepala Haidar seraya menatap Anisa yang tersenyum membalasnya.

" Lagipula masih ada hari esok ... insyaallah besok Allah meridhai dagangannya pangeran Ayah untuk laris manis," sambung Wahyu lagi.

Haidar tersenyum dan mengaminkan ucapan Ayahnya. Begitupula Anisa ikut mengaminkannya.

" Ah iya lalu bagaimana sekolah Haidar dan Kakak hari ini? Apa tidak terganggu dengan berdagang sekaligus? " tanya Wahyu seraya beralih mencatat pemasukan hari ini pada buku keuangan.

Haidar menggeleng cepat, " Enggak kok Ayah. Alhamdulillah sekolah Haidar lancar," balasnya.

" Anisa juga Ayah. Tidak terganggu dengan berdagang, justru Anisa dan Haidar senang dan bersyukur bisa membantu Ayah, " balas Anisa diangguki Haidar.

Wahyu tersenyum, tak henti-hentinya mengucap syukur.Putra dan putrinya semakin hari semakin membuatnya bangga entah itu dari pemikiran maupun dari tindakan keduanya. Andai istrinya masih ada, pasti sama bangganya dengan dirinya.

" Alhamdulillah, kalau begitu, " balas Wahyu tenang.

" Iya, Ayah. Toko roti Ayah bagaimana? Hari ini ramai pembeli? "tanya Haidar seraya berkutat dengan tugas sekolahnya.

Wahyu tersenyum, " Alhamdulillah, Haidar."

Anisa tidak lagi mendengar jelas topik pembicaraan Ayah dan Haidar. Kembali sibuk dengan benaknya sendiri. Apa benar tindakannya dengan tidak memberitahukan soal Arya kepada Ayah maupun Haidar? Soal kebaikan Arya hari ini. Dan ya, Anisa juga ingat sama sekali tidak membalas kebaikan Arya dengan ucapan terima kasih. Justru ia disibukkan dengan berburuk sangka dan bahkan menerka-nerka niat sebenarnya dari Arya.

" Astagfirullahaladziim, "ucap Anisa lirih.

" Kenapa Kak? "tanya Wahyu heran mendengar Anisa beristighfar lirih.

Anisa menggelengkan kepalanya," Tidak ada, tidak apa-apa. Anisa hanya mau buatkan Ayah kopi, Anisa ke dapur dulu Ayah, "pamitnya bergegas pergi ke dapur.

Wahyu mengangguk saja, tak sempat menjawab dengan lisan. Karena putrinya terburu-buru bergegas pergi ke dapur.

💦💦💦

" Mau kemana? Nongkrong? Main PS? Sama ketiga cs kamu itu? Pulang malem lagi? "

Arya terkekeh kecil, Mamahnya ini hafal sekali tabiatnya. Sekarang jurus ampuhnya hanya mengecup pipi kanan sang Mamah. Agar Mamahnya berhenti mencecar dirinya. Dan benar saja sang Mamah yang masih sibuk membereskan sisa makan malam menghela napas pelan diperlakukan demikian.

" Arya kan masih muda, Mah. Jadi butuh waktu buat have fun, " balasnya santai.

" Have funnya Bang Arya, harus dicurigai, Mah. Jangan-jangan macem-macem lagi di luar sana, " celetuk Raffa yang asal menyahut.

Arya melototi remaja tersebut, yang notabennya adiknya. Sudah datang tiba-tiba, sekate-kate menyahut pembicaraan dirinya dan sang Mamah. Mana menjelekkan nama baiknya Arya di depan sang Mamah lagi!

Assalamualaikum AnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang