Mari mengapresiasi penulis dengan meninggalkan jejak.
Happy Reading!
*****
Minggu pagi yang sudah Sagara wanti-wanti sejak tiga hari lalu untuk jogging, pupus kala hujan sudah lebih dulu turun pagi-pagi sekali, alhasil, kini laki-laki itu meringkuk dalam balutan badcovernya. Ac kamarnya sudah ia matikan kala tetes-tetes deras itu mengguyur wilayah tempat tinggalnya dan menyebabkan hawa yang amat dingin, jendela sudah ia kunci rapat-rapat, tetapi ia tetap membiarkan kordenya tersingkap hingga menampakan tetes-tetes itu berebut untuk turun, juga ujung ranting pohon rambutan yang mencuat terlihat dari jendela kamarnya, pohon itu tumbuh tepat di depan rumahnya, bergoyang-goyang tertiup angin.
Sedikit mengintip dari balik selimutnya,menatap khusyu' ke luar jendela, menikmati suasana hujan di pagi hari yang menimbulan suasana paling berbeda. Turun hujan kala sore hari maupun siang bolong secara tiba-tiba maupun sudah aba-aba, itu biasa. Tetapi hujan di pagi hari, memiliki vibes yang paling berbeda. Ada suasana yang tidak bisa diceritakan.
Daripada mati kebosanan, laki-laki itu dengan sigap menyibak selimutnya, bergegas ke kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci muka, kemudian mengganti baju dengan hoodie abu-abu dan celana bahan kain sebatas atas lutut. Ia menyambar kunci mobilnya di atas nakas dan bergegas ke garasi.
Ia merindukan gadisnya.
***
Sedangkan di salah satu rumah blok Merpati 3, Eza tengah bimbang harus apa ia kalau pagi-pagi begini sudah hujan deras, untungnya ini hari libur. Gadis itu kini sedang tengkurap di sofa di depan televisi dengan piyama cokelatnya, memikirkan nasib jemuranya hari ini.
Ia meresapi tiap dentingan tetesan yang jatuh tersungkur ke atap rumahnya atau langsung jatuh ke tanah. Tak lama kemudian setelah menimang-nimang cukup lama, ia merindukan sesuatu kala hujan deras begini.
Ya! Indomie kuah dengan telur setengah matang dan irisan 5 cabai rawit.
Gadis itu bangkit dari rebahanya, kemudian menyambar karet bekas nasi bungkus yang terpapar di meja untuk mencepol asal rambut sebahunya yang kini sudah berganti warna blonde.
Bapaknya boleh miliyarder, tapi karet rambut saja tidak punya.
Lupakan.
Ia bergegas ke dapur, mengambil dua bungkus Indomie rasa soto, telur, 5 cabai rawit, sosis, sawi, dan stick crab.
Tapi saat tanganya hampir menyalakan kompor, suara klakson mobil di depan rumahnya terdengar menyepam nyaring. Ia berdecak, siapa sih hujan-hujan malah bertamu!?
Gadis itu berlari ke depan dan menemukan mobil paling familiar di kepalanya, di sana ia menunggu untuk dibukakan gerbang. Eza kembali ke belakang pintu, mengambil payung dan menyambar kunci gerbangnya di gantungan samping jendela.
***
"Hujan loh Ga, nekat amat kamu", Maksud gadis itu bukan tidak boleh berkunjung, hanya saja ia terlampau khawatir.
Sagara itu kalem adem, badanya kekar, tapi ya gitu, gampang banget sakit.
Buru-buru Eza naik ke kamarnya dan kembali dengan membawa handuk kecil, minyak telon, dan selimut. Ia mengusap-usap rambut dan mengganti jaket milik laki-laki itu. Suhu tubuhnya sangat dingin, jari-jarinya saja sampai mengkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita | Sagara Pandu
Teen FictionBerbagai macam keadaan hidup jelas jatuh kepada berbeda-beda orangnya. Namun hidup jauh lebih menyenangkan jika didampingi oleh Sagara Pandu. Pria dengan apa adanya, dengan segala yang melekat pada Sagara Pandu, Eza menyukainya. Entah bagaimana bagi...