15 | Peringatan

2.3K 457 66
                                    

Manusia sepertiku memang tak pernah pantas bagi siapapun, bahkan untuk menjadi diri sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Manusia sepertiku memang tak pernah pantas bagi siapapun, bahkan untuk menjadi diri sendiri.

________

Sebelum berangkat sekolah, Sansekerta pergi ke bengkel Abah Sabar di pertigaan dekat rumah untuk mengambil sepeda yang kemarin sore ia bawa ke sana untuk di ganti ban nya.

Biasanya bengkel Abah Sabar buka jam 9 pagi, tapi karena Sansekerta butuh sepedanya untuk pergi ke sekolah, dengan rasa tidak enak hati ia mengetuk pintu rumah Abah.

Tok tok

"Sebentar."

Suara berat Abah terdengar dari dalam rumah. Tak lama, pintu terbuka dan menampakan Abah Sabar yang berbalut sarung dan kaos lusuh bekas kampanye bupati khas bapak-bapak.

"Mau ambil sepeda?" tanya Abah ramah.

Sansekerta menundukan sedikit kepala dengan sopan sambil tersenyum. Lantas menyodorkan kantong plastik yang sejak tadi ia tenteng.

"Loh, apa ini?" Abah menerima kantong tersebut dan membuka isinya. Ada sayur sop, tumis kacang panjang dan tahu goreng yang dibungkus menggunakan plastik bening. "Waduh, repot-repot aja bawain ginian buat Abah."

Dengan menggoyangkan tangan di depan dada, Sansekerta memberitahu Abah bahwa hal tersebut tidak merepotkannya sama sekali. Kemudian Sanskerta menunjuk sepedanya yang terparkir di samping rumah, tepat di dalam bengkel yang berantakan.

Abah Sabar yang paham langsung masuk ke bengkel untuk mengambil sepeda Sansekerta.

"Ini udah Abah ganti ban nya. Yang kemarin udah koyak. Kamu apain sepedanya? Kayaknya sering banget bocor."

Yang ditanya hanya menyengir kaku sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bingung harus menjawab seperti apa. Mengerti bahwa Sansekerta tidak ingin bercerita, Abah hanya menghela nafas pelan.

"Ya sudah. Kamu mau berangkat sekolah, kan?"

Sansekerta mengangguk dengan senyum yang belum enyah seraya mengocek saku celana dan mengeluarkan uang dua ribuan sebanyak 10 lembar yang sedikit lecek. Kemudian memberikannya pada Abah.

Namun Abah menolak uang tersebut. "Gak usah bayar. Lagian ini ban nya bekas, Abah masih punya simpanan di gudang. Daripada gak kepakai."

Mulut Sansekerta terbuka, hendak memprotes tapi Abah lebih dulu menyerobot. "Uang nya buat kamu jajan atau buat keperluan lain aja. Anggap aja ini service spesial karena udah jadi langganan Abah," kekeh Abah sambil mengacungkan jempol.

"Atau kalau kamu tetep ngerasa gak enak, makanan yang kamu kasih tadi udah jadi bayaran buat Abah. Gimana?"

Ekspresi Sansekerta belum berubah, masih nampak keberatan. Sansekerta tahu betul jika Abah membuka bengkel bukan hanya hobi semata, tapi karena benar-benar membutuhkan uang.

Bahasa Sansekerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang