1|| GRANNY'S HOUSE

738 366 202
                                    

Latar cerita ini adalah Kota Leeds, West Yokshire, Inggris.

Terletak 310 kilometer di barat laut London, kota ini dialiri oleh Sungai Aire, terletak di timur kaki pegunungan Pennines.

****************


Liburan musim panas di depan mata Lily. Ucapku pada diriku sendiri yang sedang dengan malas mengeluarkan koper dan beberapa barang milikku dari dalam mobil Dad.

Tidak ada agenda berlibur ke luar negeri. Tidak ada acara bermain ke taman hiburan. John William juga Iriana William –orang tuaku–, mereka memutuskan menitipkanku ke kediaman nenek.

Oh ayolah, apa yang bisa dilakukan gadis tujuh belas tahun dengan nenek enam puluh delapan tahun di pinggiran hutan. Karena rumah kecil miliknya berada di pinggiran hutan kuno yang bernama Loidis.

Oh dear, maafkan Mama. Berhenti bersikap kekanakan, dan lihatlah pohon-pohon menjulang yang menakjubkan itu sayang. Kau tidak akan menemukannya di tempat tinggal kita."

Iriana membujukku, tidak berhasil. “Aku tidak tertarik pada bebauan basah dan lumut-lumut hijau menggelikan itu Mom.

Bukankah aku sudah mengatakan bahwa keluarga Helda mengajakku berlibur ke California jika aku tak ke mana-mana. Aku sudah susah payah membeli bikini pantai bersama Helda minggu lalu."

“C’mon Lil, itu tidak akan seburuk yang kau bayangkan. Kau bisa menyimpan bikini lucu itu untuk musim panas berikutnya. Sebagai gantinya, kau bisa memulai petualangan di dalam hutan sepertiku, saat muda,” Dad menepuk dadanya dengan gerak bangga yang ia lebih-lebihkan, selanjutnya menunjuk jauh ke dalam hutan yang membuatku semakin jengah.

“Mereka akan bertumbuh, dan bikiniku tidak akan berguna jika tidak muat," ucapku yang merujuk pada ukuran payudaraku.

Iriana mengelus bahu John. Mereka terbiasa pada kata-kataku yang tidak memiliki filter.

"Berpetualang? Seperti mencari kumbang besar atau meneliti kotoran beruang yang masih basah untuk tugas liburan musim panas? Dad, aku tidak tertarik dengan dunia petualanganmu.”

John menatap Iriana, keduanya menghembuskan napas.

“Sayang, setidaknya hormatilah Nenekmu. Kau lihat, dia hanya menatapmu dari kejauhan. Bersikap baiklah Lily. Ibu bisa mengandalkanmu, iya, kan?” ucap Mom seraya menepuk bahuku.

“Baiklah, aku tidak akan mengacaukan liburanku yang sudah kacau.”

Ayahku tertawa. Aku tak tahu apa yang lucu baginya, tapi untukku, kali ini tawanya terdengar sumbang seperti terompet tahun baru yang basah. Sangat buruk. Hampir sama buruknya dengan kue cokelat buatan bibi Merry.

Oh Tuhan, ku pikir kue bibi Merry adalah yang terburuk dari semua hal yang buruk. Beruntung suaminya menentang impiannya untuk membuka toko kue. Alih-alih menjual kue, justru bibi Merry akan menjual bencana pada para pelanggannya.

“Halo nenek,” sapaku pada wanita tua pemilik rumah dengan interior kayu yang tampak hangat. Berbeda dengan hunian keluarga kami di London.

Sweetheart, kau sudah besar sekali,” ucapnya seraya memelukku. Aku membalasnya. Aku tidak membenci Gill –nenekku–, aku menyayanginya. Dia harum seperti kue jahe di malam natal. Dan nenekku sangat mahir dalam urusan dapur. Nenek Gill yang terbaik jika dibandingkan dengan Ibuku yang selalu mengandalkan layanan pesan antar. Dapur di rumah kami hanya sebatas formalitas.

“Apa kau bertengkar dengan Ibumu?” tanyanya saat membantuku menyeret koper memasuki rumah setelah mengantar kepergian kedua orangtuaku.

“Dengan Iriana? Tidak, kami memang biasa berdebat. Kami sama-sama keras kepala, tapi aku tak membencinya. Dia baik dan sangat modern.”

Nenek Gill tertawa, giginya sudah tanggal pada beberapa bagian. Lucu sekali. "Iya kau benar, Iriana sangatlah modern hingga mampu meledakkan microwave karena tak tahu cara pakainya.

Aku bahkan tidak mengerti bagaimana bisa menantuku yang sangat pandai mencari uang itu memasukkan makanan kalengan utuh ke dalam microwave," nenek Gill bercerita dengan sangat ekspresif.

Kami berdua tertawa lagi, sungguh Iriana memang yang terbaik dalam urusan mencari uang. Namun tidak dengan urusan dapur.

“Nenek kau harus mencoba implant gigi palsu. Percayalah, kau akan merasa lebih baik saat merobek paha kalkun panggang.” Aku hanya membual, aku berharap dia memasang implant agar aku bisa berhenti menertawakan giginya yang ompong itu. Maafkan aku nenek.

"Kau tidak tahu betapa originalnya gigi ini. Bahkan gigi ini sudah ada sejak aku di lahirkan."

Nenek Gill dan selera humornya yang payah benar-benar musibah.

"Tidak ada bayi yang lahir dengan gigi tumbuh, Nek, kecuali kau ingin membuat dokter pingsan. Lagipula apa bagusnya gigi original yang sudah tidak utuh lagi? Lebih baik gigi palsu."

****************


Angin dingin berhembus dari dalam hutan, menyibakkan rambut cokelat panjangku. Aku tidak mengira bahwa angin musim panas akan sesejuk dan sedingin ini. Cukup dingin untuk membuat bulu kudukku meremang.

Kemudian angin misterius itu kembali berhembus, membawa bisikan halus yang membuat jantungku berdebar.

"Lily ... Lily."

Mungkin aku hanya kelelahan, mana ada angin bodoh yang bisa membisikkan namaku. Berusaha meyakinkan diri bahwa yang baru saja aku dengar hanyalah bagian dari delusi atau efek perjalanan jauh.

“Lily … Lily.” Namun saat angin itu kembali memasuki gendang telinga dengan suara lembut. Membuatku urung memasuki rumah kayu nenek Gill. Pandanganku lurus menatap hutan yang mulai menggelap, sejurus dengan matahari yang kian terbenam.

I feel something strange with the forest and I'm sure about it, menatap hutan itu semakin lama justru membuatku semakin penasaran tidak tenang. Aku terdiam untuk beberapa saat, menduga-duga apa yang ada di dalam hutan Loidis.

“Apa? Kau memanggilku untuk apa?” tanyaku pada angin yang bertiup, entahlah, mungkin aku mulai gila dengan berbicara pada angin.

“Lily, masuklah! Kau tak ingin melewatkan pai apel yang baru keluar dari pemanggang bukan?” teriakkan nenek membuyarkan lamunanku.

Menemukan kesadaranku yang sempat tercerai berai akibat angin misterius dari hutan Loidis, aku segera bergegas masuk ke dalam rumah. Damn, bagaimana mungkin aku melewatkan pai apel nenek Gill yang sangat harum dengan isian apel yang manis dan lembut. Oh, I can't forget the texture. Juga warna keemasannya yang menggugah selera.

“Aku datang. Jangan coba mengambil bagianku!” sayup-sayup aku mendengar nenek Gill tertawa dari dalam rumah.

Suara nenek Gill membawa kenangan masa kecilku bermunculan. Aku menghabiskan masa kecilku bersamanya.

Malam ini akan menjadi malam panjang, sepertinya memang ada sesuatu yang aneh di dalam hutan itu. Haruskah aku bertanya pada nenek Gill? Dia sudah hidup cukup lama di sini.

Tapi bukankah hutan hanya memiliki pohon di dalamnya. Pohon tinggi, pohon rendah, pohon kecil, pohon tumbang, pohon lapuk, pohon berlumut. Aku mencoba menebak segala kemungkinan yang bisa saja berada di dalam Loidis, namun otak cerdasku hanya mampu mengeluarkan kata 'pohon' saja.


The Dryades || Jung Jaehyun [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang