SMA Asagiri sangat ramai dengan murid baru pagi itu. Ya, hari ini adalah hari pertama bagi mereka, anak-anak kelas satu menginjakkan kaki di sekolah pilihan mereka.
SMA Asagiri termasuk salah satu SMA favorite di sana. Tak heran jika banyak siswa-siswi yang ingin masuk ke sekolah berpestasi itu.
Kemeja putih lengan panjang yang di balut dengan blazer berwarna hitam, rok lipit selutut berwarna hitam serta dasi hitam dengan aksen garis putih menjadi ciri khas sekolah itu.
Selain mendapatkan seragam, para murid juga akan mendapatkan sebuah kartu tanda pengenal yang wajib di bawa ketika ke sekolah. Kartu tersebut berisi data diri mereka, dan nomor sekolah sehingga jika terjadi sesuatu, orang yang menemukan kartu itu bisa menghubungi langsung ke pihak sekolah.
Papan pengumuman lantai satu kini sedang ramai di lihat oleh murid baru. Di samping kertas pengumuman kelas, terpasang juga denah sekolah sehingga memudahkan para siswa untuk mencari lokasi kelas mereka.
"Kelas satu A, yap. Tidak buruk," monolognya sembari tersenyum.
Manik hitamnya beralih menatap denah sekolah, kemudian mengangguk mantap setelah berhasil memotret denah itu. Kaki jenjangnya melangkah ke arah kanan, sesekali ia menunduk untuk memastikan jika ia tidak salah arah.
Sebuah kertas bertuliskan kelas satu dan gambar panah yang mengarah ke kanan tertulis di dekat jembatan penghubung ke gedung sebelah. Langkahnya di percepat karena tidak ingin bangku paling belakang dekat jendela favoritenya di ambil oleh siswa lain.
Yap. Berbeda dengan gadis lain yang lebih sering mengincar bangku paling depan agar lebih fokus, Matsumura Miki justru lebih menyukai bangku barisan paling belakang. Ia termasuk tipe gadis yang tidak terlalu menyukai pelajaran. Ia hanya akan berubah menjadi rajin jika ada tes soal latihan atau ujian.
Plang bertuliskan kelas satu A terlihat dari tempatnya berdiri. Miki segera melangkah cepat memasuki kelas. Ia menatap sekeliling, mencari-cari bangku yang sekiranya masih kosong dan strategis.
"Yap, di sana sepertinya lebih baik," monolognya melangkah menuju bangku nomor dua dari belakang, dekat jendela tentunya.
Kelas sudah ramai dengan siswa-siswi yang saling berkenalan. Kelompok kecil mulai terbentuk di sekitar Miki.
Ia menghela nafas pelan, menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, memilih mengamati sekitar dari pada ikut bergabung dengan mereka.
Ruangan menjadi hening ketika seorang wanita muda melangkah masuk ke kelas. Suara sepatu high heelsnya yang beradu dengan lantai menggema di dalam kelas. Wajahnya tegas, rambutnya tergelung rapi, kemeja putih yang di balut jas berwarna abu-abu dan rok span berwarna senada melekat di tubuhnya.
Wanita itu berbalik, menuliskan namanya terlebih dahulu di papan tulis menggunakan spidol. Namanya Eiji, lebih lengkapnya Eiji Tamao. Ia mengatakan jika ia akan menjadi wali kelas mereka selama tiga tahun ke depan.
Sesi perkenalan di mulai. Seorang siswi di ujung sebelah kanan barisan depan mengangkat tangan, menawarkan diri untuk mengenalkan diri lebih dulu.
🍁
Pelajaran pertama terasa membosankan untuk Miki. Gadis itu menatap malas ke arah papan tulis sambil jarinya memutar-mutar pena, kakinya ia ayun-ayunkan dengan bosan.Di liriknya lelaki yang duduk di samping kanannya, lelaki berponi itu nampak serius menyimak pelajaran sambil sesekali mencatat. Murid-murid lainnya pun sama. Mungkin hanya dirinya yang di landa kebosanan.
Kelopak matanya perlahan mulai memberat, kepalanya ia rebahkan di lipatan tangan, sudah siap memasuki alam mimpi jika Eiji-Sensei tidak melemparnya dengan tutup spidol.
Tubuhnya refleks kembali ke posisi semula setelah Eiji memanggil namanya dengan tegas. Tatapan tajam langsung ia dapatkan begitu ia membuka mata. Sangat menyeramkan dibanding dengan tatapan guru-guru di sekolah sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story
JugendliteraturImpian. Semua orang punya itu. Hanya tinggal dengan usaha apa ia akan mewujudkan impiannya. Ini adalah kisah mereka. empat sekawan yang sempat berpisah dan kembali bertemu, dan berjuang untuk mewujudkan impian mereka. Banyak hal yang terjadi dalam p...