39. Keresahan

384 96 9
                                    

Gilang membuka ponsel Anna. Ia melihat pesan masuk yang ada di ponsel adiknya itu.

Ia tertegun kala melihat pesan dari nomor yang tidak di kenal. Isi pesannya terlihat mengancam.

Gilang berdecak, sepertinya ia tahu siapa pemilik pesan tersebut. Ia segera beranjak pergi, ia berniat menemui pelaku tersebut.

****

Gilang memasuki rumah sakit, tempat dimana Fiki di rawat. Ia yakin, orang yang ia cari kini ada ruangan Fiki.

"Maksud lo apa?" tanya Gilang menghadang Manda.

"Apaan sih lo," balas Manda tidak terima.

Gilang pun memperlihatkan layar ponsel Anna, menunjukan sebuah pesan ancaman tersebut.

"Ini lo kan, yang ancam Anna kaya gini?"

Manda mengerutkan keningnya. Apa katanya, mengancam Anna?

Gadis itu berdecak sebal. "Nggak usah asal tuduh lo. Gue baru aja keluar dari rumah sakit."

Gilang menyeringai, bisa-bisanya Manda tidak mengakui hal tersebut.

"Gue berani sumpah, bukan gue," ucap Manda, sebelum Gilang kembali menuduhnya.

Manda pun mengeluarkan ponselnya memberikannya pada Gilang. "Lo cek aja kalau nggak percaya, kalau emang itu gue, gue rela lo laporin."

"Bisa aja kan lo nyuruh orang?" tuding Gilang mendesak Manda agar mengakuinya.

Manda berdeham. "Tapi ponsel gue cuma satu, dan gue paling jarang hapus pesan, atau telepon. Jadi lo buka aja, biar lo nggak penasaran," katanya.

Gilang mengambil alih ponsel Manda, ia membuka kontak hingga riwayat teleponnya. Namun nihil, tidak ada nomor yang Gilang cari.

"Gue emang pernah ancam Anna, tapi itu udah cukup lama. Sekarang gue nggak pernah ancam dia lagi," ujar Manda.

"Lo yakin?"

Manda pun menganggukan kepalanya. Kali ini ia berkata jujur pada Gilang, ia tidak mau menyembunyikan apapun lagi. Apalagi ini menyangkut Anna.

"Gue pengen ketemu Anna, gue mau bicarain sesuatu ke dia."

Gilang menggelengkan kepalanya. Sembari mengembalikan ponsel Manda.

"Gue nggak akan nyakitin dia, gue cuma mau minta maaf," ucap Manda.

"Tapi dia nggak ada."

"Maksud lo?"

"Anna hilang dari semalam, gue cuma nemuin sendal dan handphonenya di dekat makam orangtuanya," jelas Gilang, dari raut wajahnya ia terlihat begitu gelisah.

"Keluarga lo tahu?"

Gilang menggelengkan kepalanya. "Shandy lagi drop, gue nggak mau mereka jadi kepikiran."

"Tapi mereka berhak tahu," pekik Manda, tidak habis pikir dengan keputusan yang diambil Gilang, yang menurutnya tidak masuk akal.

"Seberusaha apapun lo sembunyiin, mereka juga bakal tahu, Bang. Jadi, lebih baik lo yang kasih tahu, daripada mereka tahu dari orang lain."

Gilang pun menganggukkan kepalanya. Dering ponselnya terdengar nyaring, ia pun sedikit menjauh menerima panggilan tersebut.

"Kamu dimana?" tanya perempuan di seberang sana.

"Kakak lagi di luar, Bun. Kenapa?"

"Shandy kritis, kamu bisa kan kemari. Dan jangan lupa ajak Anna."

Sayap Pelindung 2 : Cerita yang belum usai [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang