Piece : 02

27 7 3
                                    

"Ini peringatan terakhir kalinya dari sekolah, untuk mendiskor Gara selama tiga hari sebagai hukuman dari pihak sekolah atas perbuatannya yang mengikuti tawuran tempo hari . ."

Sebuah surat terbungkus rapih dengan amplop putih berlogokan sekolah tersebut diujungnya diletakan didepan Dy yang menghela nafas kecil.

"Jika setelah tiga hari Gara kembali melakukan tawuran maka sekolah tidak akan mentolerir lagi atas kesalahannya dan akan langsung dikeluarkan dari sekolah ini. Jadi saya mohon, Bapak bisa membimbing putra Bapak ini selama dia belajar dirumah."

"Baik Pak, pasti saya akan membimbing Gara jauh lebih baik lagi. Sekali lagi saya minta maaf atas kesalahan yang dilakukan oleh anak saya. Kalau begitu kami permisi." Dy bangkit begitu juga Gara di sampingnya dan pergi dari ruangan tersebut.

Dy menghela nafas setelah menutup pintu ruang kepala sekolah tersebut. "Maafin Gara udah malu-maluin Bubu lagi." ujar Gara, menunduk sedih.

"Gara gak pernah kok malu-maluin Bubu. Kamu juga tau 'kan Bubu dulu kayak kamu, suka ngelanggar aturan, tawuran, bahkan berkelahi. Lagi pula aturan 'kan dibuat untuk dilanggar." jelas Dy tertawa kecil, tangannya terjulur mengusap kepala Gara.

"Gara usahain untuk berubah."

Dy tersenyum kecil, dia memasukan amplop putih tadi ke dalam slingbag yang dibawanya.

"Jangan dipaksain Gar. Bubu gak maksa kok, cuman ya Bubu gak mau kamu luka-luka aja." Gara terdiam mendengarnya. Ini yang dia suka dari Dy, ternyata lelaki manis itu tidak terlalu mengekangnya dalam hal apapun. Mungkin karena dulu dia juga anak nakal.

"Gara ngerti Bu."

"Baguslah, sekolah yang baik ya. Ini hari terakhir kamu sekolah sebelum diskor kamu besok dimulai." Gara mengangguk paham. "Bubu pulang ya, kasian Nenek sendirian jaga Ayah. Nanti pulangnya jangan lupa jemput Dyga."

"Iya." Gara mengambil tangan Dy untuk menyalaminya, setelahnya Dy pergi.

Pemuda itu menghela nafasnya, dia melangkah pergi untuk kembali ke kelasnya yang memang sedang jam kosong.

"Gimana tadi?" Raskal, pemuda berambut blonde turunan dari Ayahnya tersebut bertanya.

Gara menghela nafasnya. "Diskor tiga hari."

"We same."

Gara dan Raskal menghela nafas pasrah, ini juga salah mereka karena kecolongan ada yang memvideokan saat mereka tawuran dan melaporkannya ke kepala sekolah.

"Raskal minjem pensil." Raskal mendelik mendengar penuturan Jeyan, pemuda dengan mata sipit dan kulitnya yang putih khas keturunan China itu.

Si rambut blonde memberikan satu pensilnya pada orang yang duduk di belakangnya. "Balikin lagi." katanya seperti mengancam. Tentu saja, Raskal sangat tahu sifat Jeyan jika sudah dipinjami barang tidak akan dikembalikan dan malah menyebut miliknya secara paten.

"Iya."

Raskal kembali menatap Gara yang terdiam melihat interaksinya tadi. "So, apa yang bakal lu lakuin selama diskor?"

Gara terdiam sampai seseorang menepuk pundaknya. "Kita liburan gimana?" Delan, pemuda berlesung pipi sebelah itu mengajak dengan riang.

"Lu yang bayarin ya." pemuda bertubuh tinggi dan besar datang dan menarik kerah belakang Delan yang menyengir bodoh. "Orang lagi di diskor malah liburan."

"Ya 'kan dari pada bosen, Man." Eman memutar malas matanya.

"Nanti pulang sekolah kumpul dulu di basecamp." ujar Linggar, pria yang memakai tindik hitam ditelinga kanannya.

Fallin You Too (Family)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang