16. Curiga

2.8K 91 6
                                    

Pada suatu hari Romeo terbangun dari tidur. Seperti biasanya juga Jeni sudah menghilang. Jeni sudah mulai bekerja dan terlalu sering meninggalkan rumah. Romeo uring-uringan kesal karena setelah menikahi Jeni ternyata keadaannya lebih buruk dari pada sebelum menikahinya.

Tidak ada bedanya. Usia pernikahannya sudah menjelang tiga bulan tapi Jeni tidak pernah bersamanya.

"Kamu ini, katanya akan lebih bahagia dan lebih semangat kerja, kalau udah nikah sama anak Geronimo kesayanganmu itu.  Tapi kenapa wajahmu sangat buruk begitu?"

Ryan Adiaksa, ayah Romeo menegurnya kerika putranya itu masuk ke dalam ruangannya.

"Aku nggak ngerti Pa, dia tiba-tiba aja jadi wanita karir dan mengabaikan aku."

"Dia kerja di  mana?" tanya Ryan.

"PT Adipura Jaya."

"Oh God, kamu kok ngizinin sih?"

"Aku nggak bisa menahannya dia ingin kerja di sana."

"Kenapa dia tidak bisa bekerja denganmu?"

"Dia tidak tertarik."

Ryan mengerutkan kening. Aneh, bisanya seorang wanita akan menggebu-gebu mengekori suaminya kemanapun ia pergi. Tapi Jeni kenapa tidak.

"Kamu tidak curiga dia melakukan perselingkuhan, Romeo?"

Romeo diam, di tatapnya ayahnya dengan tatapan penasaran juga.  Selama ini Romeo tidak curiga apa-apa karena Jeni tidak menunjukkan tanda-tanda itu. Sikap Jeni tetap sama ketika sebelum atau sesudah di nikahi. Dia berbeda karena dia sekarang bekerja.

"Selingkuh?" Romeo ragu.

"Apa pernikahan kalian ini benar-benar di dasari rasa cinta dan saling mengasihi?" Ryan terus saja nyerocos. Sedangkan Romeo tiba-tiba meragukan kesungguhan Jeni menikah dengannya.

"Mungkin dia agak sedikit kecewa saja Pa, karena aku berselingkuh ketika kami masih bertunangan."

"Dan kamu membiarkan dia membalas dendam?"

Romeo tidak tahu, apa pertanyaan Papanya itu perlu di pikirkan baik-baik?

Sudah malam, dan hujan deras mengguyur. Petir juga menyambar berkali-kali. Jeni masih berada di rumah Edward. Mereka harus melakukan pekerjaan untuk presentasi besok. Masalahnya ketika Jeni sudah menyelesaikan laporannya Edward masih tidak bergeming dari kursinya.

Jeni sudah meletakkan laporan itu di meja, di hadapan Edward tapi pria itu tidak meliriknya sama sekali. Jeni jadi kesal. Mata Edward terus saja melihat ke komputernya tanpa berkedip.

"Ck, aku sudah selesai, aku pulang sekarang."

Jeni meraih tasnya dan bergegas akan keluar. Edward menatap Jeni yang cemberut dan sepertinya sangat kesal.

"Kamu mau pulang? Ya ampun... Masih hujan loh."

"Stop! Duduk aja terus di situ, pelototin aja terus komputer itu sampai mata kamu keluar."

Jeni menjerit, sedangkan Edward sudah setengah berdiri dari kursinya untuk mendekati Jeni.

"Sibuk, sampai tidak menganggap aku  hidup di ruangan ini." gerutu Jeni kesal.

"Sori sayang, aku lagi fokus banget karena klien kita di Dubai sedang menawari kita kerja sama. Jadi maaf banget kalau aku tidak memperhatikan kamu." kata Edward menjelaskan.

"Aku nggak peduli loh, laporanku tidak kau lihat sama sekali. Aku masih di sini supaya aku bisa merevisi kalau-kalau masih ada yang salah."

"Oke, aku lihat sekarang juga, sekarang nih."

Edward's BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang