"Hah? Bapak kamu cuma kuli? Yang bener aja dong!"
"Oi, Han, Udah deh. Kita kan nggak lagi di depan publik!" Ucapan seorang siswa terdengar tinggi menggema di ruangan itu.
"Santai, Andre. Wajar aja, kan?"
"Ha?"
Siswa yang dipanggil Andre itu berpikir sejenak, sebelum akhirnya dia menyadari sesuatu.
"Oh maaf maaf."
"Iya. Kamu udah bisa jujur kok. Nggak ada hidden cam juga kok di sini."
"HAHAHAHA!"
"Biasa sih, anjir."
"Eh ingat kan waktu kak Farah becandain pembukaan kayak gini pas kita baru masuk ruangan."
"Iya bener-bener."
"Bisa-bisanya kita diintrogasi sambil dia bawa-bawa handy cam."
"Buset dah. Aku gugup banget mau jawabnya."
"Iyaa. Kirain kak Farah orangnya kapas gitu."
"Polos dan suci?"
"Kamu pikir aja."
"Ahahahaha."
"Jadi, Farhan. Seperti yang kamu dengar tadi, nggak ada mata-mata, spy, spionase, tukang intip, stalker, penjilat, pengkhianat, tukang bakso, atau apapun itu yang bisa bikin kamu takut kalau informasi di dalam forum ini bocor."
"Iya. Tenang aja."
"Kita cuma mau mastiin hirarki penentuan kuasa."
"Yah sebenarnya kamu mau bohong juga nggak ada gunanya, sih. Soalnya bakal kami recheck ulang."
"Kayak yang aku bilang tadi, kok. Bapak aku cuma kuli. Nggak lebih."
Siswa yang dipanggil Farhan— yang sedari tadi dikerubungi oleh kakak kelas dan alumni dari sekolah elit itu menjawab dengan wajah datar, poker face.
Tidak, tentunya ia tidak sedang bercanda. Ia juga tidak sedang mengintimidasi mereka dengan tatapan membosankan itu.
Entah bisa dikatakan sebagai sesuai yang remeh, tetapi wajah itu merupakan kelebihannya Farhan...
...yang kali ini benar-benar menyelamatkannya...
...atau membawanya ke dalam lembah busuk.
Tempat di mana semua dosa-dosa dan kecurangan berkumpul, bersatu berbangga menjadi sosok yang paling biadab.
***
"Sinta, engg anu... Sekarang gimana?"
Para siswa lain yang tidak kebagian dialog pada adegan kali ini, menatap seorang gadis dengan rok pendek yang bergaya seperti bos di tengah ruangan itu.
"M-mana aku tahu." Gadis itu menjawab dengan ragu-ragu. Alisnya yang berkerinyit menandakan bahwa ia juga sedang kebingunan dengan situasi yang sepertinya baru kali ini ia hadapi.
"Andre, sini bentar!"
Sinta menarik lengan baju Andre, membawanya duduk ke salah satu kursi di sudut ruangan.
"Kamu tahu sendiri, kan? Orang biasa nggak bakal mungkin bisa masuk ke sini!" Sinta berteriak dengan suara berbisik yang ditahan. "Jangan-jangan dia mau main tebak-tebakan sama kita. Open you phone, find out what it means." Sambungnya lagi.
"Ah ah iya, bentar."
"Now!"
"IYA!"
Suara detak jarum jam yang tipis terdengar jelas dari dinding depan ruangan itu, menandakan seberapa hening dan menekan suasananya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepertiga dari Jatah Umur yang Kau Punya Hanya Dihabiskan untuk Tidur
General FictionTidak semua orang yang bisa memimpin mendapat gelar sebagai raja. Tidak semua petarung terbaik bisa menjadi jenderal perang. Tidak semua kutu buku paling cerdas mampu bangkit sebagai arch mage. Tidak semua orang mendapatkan posisi berdasarkan kemam...