Last Tight Hug

41 3 0
                                    

Jika aku diberikan mesin waktu,

aku ingin ke masa lalu.

Dimana aku bisa mengungkapkan perasaan ku,

walaupun pada akhirnya aku tahu,

bahwa kita tetap tidak bisa menjadi satu.

---

Tokyo, 5 April

Cahaya matahari mulai masuk melewati jendela kamar ku. Bersamaan dengan itu... suara alarm dari handphone ku mulai terdengar, memekakkan telinga hingga membuatku terhuyung huyung. Dengan masih berusaha meraih kesadaran, aku melihat keluar jendela, menampakkan pemandangan hirup pikuk warga yang sedang beraktivitas.

"Hari ini ya? Yasudah deh kalau begitu." Monolog ku sesaat setelah terkumpul semua kesadaranku.

Aku pun beranjak dari kamar tidurku dan melakukan kegiatan pagiku, seperti mencuci muka, meminum beberapa gelas air dan membuat sarapan. Ketika aku sedang menyelesaikan masakan ku, terdengar bunyi bel rumah, dimana seorang teman berdiri dengan senyuman nya yang cukup geli untukku.

"Halo, Selamat pagi Rei." Ucapnya tersenyum

"Hm, silahkan masuk." Ucapku dingin sambil mempersilahkan masuk

"Dingin bener sambutannya, kayak kulkas 12 pintu." Ucapnya heran "Sudah siap untuk hari ini?!"

"Acaranya jam 10 kan? Tunggu dulu lah sebentar. Lagipula, lu emang udah sarapan?"

"Hehehehe, belum Rei." Jawabnya nyengir

"Dasar. Gue baru masak nasi goreng, lu mau nggak?" Tawarku padanya

Dan disambut dengan semangat membara "Mau lah, kan gratis." (*Dasar penikmat tanggal tua.)

"Yasudah, lu makan duluan. Gue mau mandi."

"Oke."

Ozeki Riko, pemuda asal Kanagawa ini adalah teman pertama ku. Dipertemukan ketika melamar pekerjaan di tempat yang sama, dan pada akhirnya kami menjadi teman kantor sampai dengan sekarang. Punya sifat yang sedikit sembrono, kadang nggak modal, namun dia bisa diandalkan.

"Gue nggak nyangka lu minta bantuan ke gue untuk situasi seperti ini." Tanya Ozeki sembari memakan nasi gorengnya

"Kalau lu nggak mau, juga nggak apa apa sih." Jawabku dingin

"Nggak masalah kok, butuh keberanian besar dan niat yang kuat untuk bisa melakukan ini."

"Gue juga masih nggak percaya gue melakukan ini, perasaan baru kemarin gue dan Rena ketemu, hehehe." Ucapku heran dengan diri sendiri.

Percakapan itu membuatku kembali ke memori kelam itu, lebih tepatnya satu bulan pada tanggal yang sama.

Moriya Rena, Wanita yang aku bicarakan tadi adalah mantan calon istri yang pada akhirnya dinikahi oleh pria lain. Sebenarnya aku ada niatan untuk melamarnya sepulang ku dari Inggris, bahkan aku sudah melakukan reservasi untuk melamarnya hari itu. Ketika aku hendak mengeluarkan kotak cincin, dia sudah mengucapkan bahwa dia akan menikah dengan pria yang lebih dulu mempersuntingnya.

Seketika suara dari dunia pun terhenti, hanya menyisakan suara di dalam relung hati. Sempat aku bertanya mengenai kekurangan di dalam diri, dan aku baru sadar bahwa: aku sudah kehilangan start sedari dini. Aku mencoba untuk menanyakan beberapa hal, namun hanya di jawab dengan jawaban singkat.

"Rei...... aku hanya ingin bilang...... bisakah kamu datang di acara pernikahanku nanti?" Ucapnya lirih. Aku bisa mengerti bahwa dia tidak ingin menyakiti hatiku, tapi sudah terlambat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Shoot 46 & 48 GroupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang