BAB VI : Sang Kutukan

240 34 5
                                    

Pria itu selalu membawa pedang.

Ia bukanlah seorang prajurit kerajaan bukan pula pengawal para bangsawan. Dan kemana pun ia pergi, ia selalu ditakuti.

Mereka menyebutnya sang kutukan.

Sang kutukan memiliki tato triskele di pergelangan tangannya sebagai tanda pengenal bahwa mereka adalah seorang algojo. Triskele sendiri mempunyai arti 'Tiga Spiral' yang bermakna kehidupan, kematian dan kelahiran. Sangat cocok diberikan kepada para algojo yang memiliki pekerjaan sebagai seorang pembunuh.

Ketika para algojo keluar dari lingkungannya yang terpisah dari pemukiman penduduk, tak ada satupun yang berani mendekati mereka.

Dari zaman terbentuknya Kerajaan Vantopia sampai sekarang, mereka yang berprofesi sebagai algojo akan tinggal jauh dari pemukiman warga, tempatnya paling pinggir di Pulau Onnerai di mana tak ada rumah-rumah yang layak huni di sana.

Tempat tinggal para algojo adalah dunia bawah atau bisa juga disebut sebagai dunia para penjahat. Rumornya segala macam kejahatan akan menjadi hal yang wajar terjadi di sana. Tempat itu seakan memang dikhususkan untuk para iblis bersemayam di dunia dan para anggota keluarga algojo dipaksa untuk tinggal dilingkungan seperti itu.

Namun apakah itu termasuk dari aturan sang raja?

Jawabannya adalah tidak.

Tak ada aturan tertulis manapun yang menyebutkan bahwa profesi algojo itu adalah buruk.

Tak ada aturan tertulis manapun yang memaksa keluarga algojo untuk tinggal jauh dari pemukiman penduduk.

Dan tak ada aturan tertulis manapun yang menganggap bahwa algojo adalah seorang penjahat yang jiwanya terkutuk.

Tidak ada.

Semua itu adalah pola pikir masyarakat dari zaman ke zaman yang menganggap bahwa algojo adalah manusia terkutuk.

Algojo menurut masyarakat biasa memiliki aura pembunuh dan itu melekat dalam diri dan jiwa mereka, bau kutukan yang begitu menyengat, dan termasuk jajaran orang-orang yang berdosa. Mereka terlihat seperti tidak memiliki hati dan sangat dingin.

Siapapun tahu tentang pekerjaan algojo, mereka tak hanya bekerja untuk menghukum mati para penjahat yang ketahuan berbuat jahat, mereka juga mengurus mayat yang telah dibunuhnya.

Tidak ada yang tahu bagaimana mereka mengurus para mayat tersebut. Pernah ada kabar burung yang beredar mengatakan bahwa para algojo membuang mayat yang telah dibunuhnya itu pada anjing liar yang diurusnya. Kabar itu semakin menambah kebencian masyarakat pada pria yang memiliki profesi sebagai algojo. Bagi mereka algojo itu sama saja dengan pembunuh berantai berdarah dingin.

Mereka ingin pekerjaan serta keluarga algojo dihilangkan mengingat pekerjaan itu cenderung diwariskan dalam keluarga. Sudah pasti keluarganya juga sama terkutuknya dengan algojo. Namun mengingat pekerjaan itu juga sangat dibutuhkan bagi para bangsawan untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat di Negeri Taxia ini, jadilah pekerjaan itu tetap ada sampai sekarang.

Di antara para algojo lain, algojo yang sering pergi ke pusat-pusat kota ; seperti pasar, toko, dll. adalah pria dengan pakaian lusuh. Ia sering terlihat berkeliaran setelah ia menyelesaikan tugasnya. Jika algojo lain langsung pulang ke rumah mereka, berbeda dengan pria ini, ia justru malah berkeliling untuk mengambil barang-barang yang diperlukannya dari toko-toko yang dilewatinya.

Pria itu dikenal dengan pria tato akar karena tidak ada satu pun orang yang mengetahui namanya. Tatapannya dingin dan hampa. Ia juga tak banyak bicara. Ia sering mengambil buah, pakaian serta makanan kemudian pergi tanpa membayarnya.

I Want To Be With You [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang