DB: Part 12

3.1K 333 29
                                    

Afra terbangun dari tidurnya saat alarm ponselnya berbunyi. Dengan mata yang masih terpejam ia mengambil ponselnya. Kemudian ia membuka matanya melihat ada satu chat yang masuk, Afra langsung membaca chat dari Dera yang mengirimkan foto Alea sedang tidur. Afra tersenyum melihatnya, ia merindukan anaknya. Nanti jika waktu istirahat tiba, ia akan ke rumah sakit menemui Alea.

Suara adzan subuh sudah terdengar, Afra menyudahi memainkan ponselnya lalu menuju kamar mandi.

Setelah mandi dan berwudhu, Afra segera melaksanakan kewajibannya. Seperti itulah setiap paginya setelah bangun tidur jika tidak halangan. Kadang jika ia bangun lebih pagi, ia menyempatkan diri untuk membaca Al-Qur'an, terkadang juga setelah shalat maghrib dan yang pasti saat tidak halangan Afra menyempatkan membaca Al-Qur'an setiap hari paling tidak satu lembar.

Selesai shalat, Afra langsung melakukan tugasnya membuat sarapan namun, sebelum membuat sarapan, Afra membangunkan adiknya terlebih dahulu.

"Dek, bangun terus mandi!" ucap Afra di depan pintu kamar Ava. "Bangun, Dek!"

"Lima menit lagi, Kak." sahut Ava yang masih enggan bangun.

"Bangun gak? Kalau gak Kakak dobrak nih pintu!"

Ceklek

Ava membuka pintu kamarnya sambil mengucek matanya. "Nih, Ava sudah bangun." Ava berucap sambil cemberut, ia masih ingin tidur.

"Nah gitu. Cepat mandi terus shalat!" Setelah membangunkan Ava, Afra langsung ke dapur.

Afra mencuci beras terlebih dahulu sebelum memasaknya. Setelah dirasa sudah bersih, ia langsung memasukkan kedalam rice cooker. Sambil menunggu nasi masak, Afra membuat lauk.

Setelah hampir satu jam berkutat di dapur, kini sarapan pagi mereka sudah siap. Ava langsung duduk di kursi, Ava sudah rapi menggunakan seragam sekolahnya.

"Abang gimana kabarnya ya? Ava rindu. Apa Abang masih ingat kita?"

"Kakak juga rindu, entah apakah nanti kita akan bisa bertemu lagi. Kakak harap Allah mengizinkan kita berkumpul. Dek, kamu tidak menyesal kan ikut Kakak?" Afra menatap Ava sejenak kemudian melanjutkan aktivitasnya mengambil nasi dan lauk untuk adiknya.

"Enggaklah! Ava tidak bisa membayangkan bagaimana hidup Ava tanpa Kakak. Meski jauh dari kota kelahiran kita, Ava bahagia kok tinggal di sini," jawab Ava. "Kak, Kakak ada niat mau pulang ke Kalimantan gak?"

"Iya, tapi tidak sekarang. Kakak gak mau ketemu Paman!"

"Ava juga gak mau! huh ... kalau ingat mereka Ava geram sendiri. Pengen marah-marah, seenaknya ngambil harta kita, semoga Allah balas kejahatannya!"

Afra terkekeh. "Kakak juga kalau ingat-ingat itu geram sendiri. Mau gimana lagi? andai saja Abang ada gak bakalan gini. Tapi ... dibalik apa yang sudah kita hadapi ada sebuah pelajaran yang berharga."

"Benar kata Kakak."

"Rezeki gak bakalan kemana-mana. Kalau rumah dan harta peninggalan Abah memang rezeki kita, pasti akan kembali ke kita."

"Ava masih gak rela apa yang sudah mereka ambil dari kita. Kak ... nanti kalau Kakak nikah Ava tinggal sendirian dong?"

Afra menaikan sebelah alisnya. "Kakak gak ada kepikiran mau nikah. Kok mikirnya jauh banget."

"Masa? nanti jadi perawan tua loh hahaha..." Afra tersenyum mendengar kata 'perawan tua' padahal nyatanya ia seorang janda yang sudah mempunyai anak.

"Nunggu kamu nikah baru Kakak nikah," jawab Afra sambil menyuap nasi.

"Ih, lama banget. Jangan, Kak. Ava gak ada niat nikah muda, nanti setelah kuliah Ava mau fokus kerja, bantuin Kakak cari uang. Soal nikah mah urusan belakangan."

Ditakdirkan Bersama (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang