7-Tak peduli

12 3 0
                                    


*****

Keesokannya Ayla berjalan santai, dengan sebelah tas digantung di bahu kanannya.

Ia menutup telinga dari berbagai gosip yang berseliweran dimana-mana. Langkah kakinya berjalan menuju kelas.

Ia membanting tasnya diatas meja, kemudian menjatuhkan bokongnya di bangku. Membuka novel dan membacanya santai. Di dalam sana baru sedikit siswa yang nampak bahkan kedua sahabat Ayla belum hadir.

Keheningan yang tercipta seketika buyar. Ayla mendelik sinis, pasalnya agenda membaca novelnya diganggu oleh keberadaan suara yang membuat telinga Ayla panas dan mendengung.

"Assalamu'alaikum ... pagi, Ay." Sapa Yazdan.

"Ay ... Yazdan bawain makanan buat Kamu, nih," sambung Ulul.

Ayla tak bergeming sedikitpun, ia masih sibuk membuka lembaran novel kesayangannya.

Yazdan dan Ulul saling pandang. "Ay, ini loh masa Kamu gak denger? Ini sarapan buat Kamu, Aku sama Yazdan udah capek-capek antre beliin sarapan buat Kamu, masa kamu tolak mentah-mentah?!"

Ulul mengeram dengan nada tinggi. Ayla menatap tajam ke arah Ulul, sementara Yazdan hanya diam.

"Ingat ya, gak ada yang nyuruh kalian untuk beli sarapan buat Aku!"

"Tapi setidaknya, Kamu hargai perjuangan kita!" teriak Ulul di depan Ayla.

"Lul ... Jangan teriak di depan Ayla, udah gak papa. Maaf ya, Ay. Kita jadi ganggu Kamu." Yazdan melerai ketegangan diantara Ayla dan Ulul.

"Kita duluan ya, Ay."

Yazdan dan Ulul berlalu ke bangkunya masing-masing.

"Terus gimana ini, Dan?"

"Lo makan aja!"

Ulul tak tega melihat ekspresi Yazdan yang sepertinya sedih dan kecewa.

"Sabar, Dan."

***

Aulia dan Aqila sampai di kelas dengan wajah yang beringai. Nampak seperti sedang mendapat syurga Firdaus.

"Ay, kamu udah dateng?" Sahut Aulia.

"Iya, tumben," Lanjut Aqila.

"Tadi Abang berangkatnya agak pagi, makanya Aku dateng ke sekolah nya pagi."

Mereka berdua manggut-manggut lalu mendekati Ayla.

***

Bel masuk berbunyi, jadwal mengajar pertama di kelas XI kelas Ayla. Satria berjalan ke arah lemari membawa buku paket untuk mengajar di hari pertama setelah menyelesaikan studi beberapa lama.

Sarung dan peci yang diselaraskan serta baju Koko yang senada membuat ketampanan Satria semakin memancar. Di setiap sudut jalan, setiap ia bertemu dengan siswa/siswi senyum manisnya tak pernah pudar.

Sampai di depan ruang kelas, gayanya yang khas, sifat yang dingin bak coolkas namun ramah, serta tampan berhasil membuat semua pasang mata mendelik ke arah Satria. Begitu ia mengucapkan salam dan masuk kedalam kelas itu, segera itu pula para siswi terpana oleh aura Satria. Ya Semua, kecuali Ayla yang sepertinya datar-datar saja. Ia melihat sekilas, tak ikut bersorak seperti siswi lainnya.

''Apa yang istimewa dari, Dia?'' batin Ayla.

Satria mulai membuka suara, tanda pelajaran akan segera dimulai.

"Assalamu'alaikum ... Kaifahalukum?"

"Wa'alaikumussalaam ... Bi khoiir, Ya Ustadz," jawab semua serempak.

"Alhamdulillah, dengan izin Allah. Kita bisa bertemu lagi pada kesempatan kali ini. Jujur, Saya sangat senang sekali bisa bertemu lagi dengan kalian."

"Saya juga senang banget, Ustadz. Saya rindu sama Ustadz," sahut salah satu siswi. Sontak semuanya bersorak dan tertawa-tawa.

Satria mengulum senyum, ketika melihat ke arah Ayla hanya diam bahkan moodnya seperti jelek. Terlihat Ayla hanya cemberut menekuk bibirnya. Tak antusias seperti yang lain. Sangat berbeda.

''Yang satu ini beda,'' batin Satria.

"Oh, iya. Barangkali kita perkenalan dulu, boleh?"

"Boleh banget," serempak jawaban para siswi.

"Mungkin yang lebih dulu sekolah di sini sudah pada tahu siapa Saya. Tapi tidak dengan gadis di samping Aulia. Sepertinya, kamu murid baru, ya?" tanya Satria pada Ayla.

Ayla yang terbengong langsung gugup karena semua mata memandang ke arahnya ketika teriakan Aulia memecah lamunannya.

"Hem? A--apa?"

"Kamu," tuding Satria.

"Iya, Saya. Apa?"

"Kamu tau, Saya?"

Wajah Ayla memanas. Jangan ditanya lagi seberapa merah pipinya. Hatinya mendecak sebal.

"T--tau ... Eh, e--enggak tahu."

"Ya sudah kalau gak tahu."

"Buset ... Konyol banget!" ucap Ayla datar.

Teman-temannya hanya terkekeh-kekeh.

"Baiklah, Saya akan perkenalkan diri. Kasihan lihat gadis baru ini yang sangat penasaran tentang Saya."

Ayla menarik sudut atas bibirnya picik. "Apa?! Demi apapun, Aku gak penasaran sama, dia!" Gumam Ayla.

"Nama Saya Jabbar. Tapi kalau Kamu punya panggilan lain, Saya gak keberatan Kok. Saya anggap hal itu sebagai sesuatu yang istimewa," tutur Satria sambil menarik sudut bibirnya lebar.

Ayla bergidik geli. "Idih! Pedenya sampe langit ke delapan, dah!"

*****

Hallo semuanyaa!!

Jangan lupa Vote, Share, and COMMENT ya gayss😍

My Ustadz  My Enemy [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang