5. Ahmad Arkanza Davendra

268 50 17
                                    

Fajri menatap langit-langit kamarnya. Kenapa tiba-tiba ia bermimpi seperti itu? Apakah nantinya Arkan akan menjadi anak pembangkang? Ia jadi takut salah mendidik putranya.

"Kok bangun?" ucap Raya yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Kakak mimpi aneh, Ray," lirih Fajri. Pandangannya masih setia pada langit-langit kamar.

"Aneh gimana?"

"Kakak mimpi, Arkan bakal jadi anak pembangkang dan suka balapan, kakak takut, Ray," lirih Fajri, kini tatapannya kearah Raya. Tatapan sendu yang Raya dapatkan.

"Kakak takut salah didik," lanjut nya.

"Menurut aku, kakak udah bener didik Arkan," ucap Raya menenangkan.

"Tapi apa menurut kamu wajar, mengajarkan ilmu beladiri kepada anak seusia Arkan?"

"Itu Arkan yang mau kak, tanpa ada paksaan dari siapapun," Raya berusaha menenangkan Fajri. Sebenarnya ia juga takut kalau nantinya Arkan akan menjadi seperti dirinya.

"Udah ya, sekarang kakak ambil air wudhu terus sholat tahajjud," saran Raya. Setidaknya membuat hati Fajri tenang.

Fajri menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Saat ia kembali, ia mendapati Arkan tengah membantu Raya menyiapkan alat shalat.

"Masih malem loh," ucap Fajri. Tak biasanya Arkan bangun jam segini.

"Mau jadi anak sholeh, jadi bangun tengah malem buat sholat. Emang ayah, bangun buat main?" Fajri berdecak kesal. Bisa-bisannya ngomong gitu.

"Udah jangan berantem, Arkan wudhu gih," ucap Raya mengakhiri perdebatan diantara anak dan suaminya.

"Bunda, temenin," ucap Arkan memperlihatkan gigi putihnya. Raya tersenyum simpul dan mengangguk pelan.

"Pinternya anak bunda."

Mereka pun menunaikan shalat tahajjud secara berjama'ah dengan Fajri sebagai imam. Dengan khusyuk, Arkan mengikuti semua gerakan shalat. Disekolahnya tidak mengajarkan tentang tatapan cara shalat maupun berwudhu, karena sekolah tersebut dominan dengan non-muslim. Fajri yang kekeh menyekolahkan Arkan disana. Biar deket sama Kantornya.

Assalamu'alaikum warahmatullah

Assalamu'alaikum warahmatullah

"Ya Allah jaga kami, lindungi kami dari hal-hal yang bisa membuat kami meninggalkan-Mu. Lindungi putra hamba, lindungi dia dari semua yang menyangkut geng motor. Jangan biarkan ia seperti hamba, yang sempat melupakan-Mu, bimbing dia Ya Allah, amin yarobal alamin," doa Fajri. Ia hanya ingin yang terbaik untuk putranya.

"Ayah nangis? Ma-maafin Arkan kalau Arkan nakal, Yah," ucap Arkan dengan menggenggam tangan Fajri.

"Iya, ayah maafin kok, kalau kamu bosen belajar sama ayah bilang ya, jangan dipaksain," ucap Fajri, ia juga mencium pucuk kepala putranya. Raya tersenyum melihat itu, ia sangat bersyukur, meskipun suaminya sibuk, tapi tak sedikitpun Fajri melupakan keluarganya, terutama Arkan, putra mereka.

Tiba-tiba saja perutnya terasa begitu mual. Ia segera berlari kekamar mandi. Fajri yang melihat itu mengikuti langkah Raya, diikuti Arkan pastinya.

"Kenapa, Ray?" tanya Fajri khawatir.

"Ga tau, mual banget," jawab Raisa.

"Arkan ambilin minyak angin ya bun, sebentar!" ucap Arkan sambil berlari. Fajri memijat tengkuk Raya guna meredakan, mungkin setuju.

"Ini ayah," Arkan memberikan sebuah botol kecil. Fajri langsung mengoleskan minyak angin di tengkuk dan perut Raya.

"Ada dede bayi ya, bun?" Fajri dan Raya kompak menatap Arkan.

"Maksudnya gimana?" tanya Fajri.

"Waktu itu, Arkan liat ibu hamil terus mual gitu, bisa jadikan bunda hamil?" Raya dan Fajri saling bertatapan. Usia 5 tahun udah bisa ngomong gitu. Please lah, otaknya over banget.

"Kamu masih punya tespack?" lirih Fajri. Raya menggeleng, lagian buat apa mengoleksi tespack? Kalau dulu sih iya, tapi sejak Arkan lahir ga.

"Besok beli terus tes," pinta Fajri.

"Bisik-bisikan model apa coba, Arkan tetep denger," ketus Arkan sambil berlalu.

*:..。o○ ○o。..:*

Pagi telah menyapa. Mentari mulai menampakan wujudnya. Langit juga sangat cerah, tanpa ada awan hitam sedikitpun. Fajri masih setia menunggu di depan kamar mandi. Beberapa saat yang lalu, ia baru saja beli tespack.

"Gimana, Ray?" tanya Fajri saat Raya melaluinya begitu saja, dengan wajah datar pula.

"Arkan mana?" tanya Raya datar.

"Dibelakang, lagi main sama Anis Alya," jawab Fajri. Raya meninggalkan Fajri begitu saja. Fajri semakin dibuat penasaran dengan hasilnya. Ia pun mengikuti langkah Raya.

"Arkan," yang dipanggil menoleh dan mendekati Raya dengan langkah lucunya.

"Kenapa bun?"

"Selamat ya, bentar lagi Arkan jadi kakak," Arkan menatap bingung. Kakak? Oh no, padahal semalam cuma bercanda.

"Ka-kamu hamil Ray?" tanya Fajri. Raya mengangguk diikuti senyum manisnya. Fajri langsung memeluk Raya dan menggendong Arkan setelahnya.

"Cie yang mau jadi abang," ledek Fajri pada putranya.

"Ya Allah, padahal semalam bercanda," gerutu Arkan.

"Ngisi lagi Ray?"

"Iya kak, alhamdulillah," jawab Raya. Namun, wajah cemberut diperlihatkan Arkan. Saat ini ia tak mau punya adik. Ia ingin menikmati kasih sayang orang tuanya sendirian, tanpa berbagai pada siapapun.








Kenapa sedih sih, punya adik enak tau

Ga, ntar syah sama bunda fokus ke dede bayi ~ Arkan

Ada kak author and para readers yang sayang sama Arkan loh

Boong, buktinya cuma baca ga vote, apalagi komen ~ Arkan

AA Davendra : End ✅ [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang