- { 23 } -

978 84 4
                                    

23. Hallo, Teman-teman baru!

 Hallo, Teman-teman baru!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ada yang butuh kesembuhan dengan rasa sayang. Ada luka yang harus lo obati, dengan perhatian."

Sayup-sayup telinga Raga menangkap suara Raka yang tak jauh darinya. Ia mencoba membuka mata, namun berat. Meski ia hanya dapat menatap kegelapan, tapi saat ini ia ingin membuka matanya. Tenggorokannya pun tercekat, lidahnya kelu. Hanya untuk sekadar memanggil nama salah satu kakaknya, Raga tidak sanggup.

Lalu, tak lama setelahnya, telinga Raga kembali menangkap suara berdengung yang mengganggu telinga. Suara itu berbunyi nit nit nit nit, dengan nada tak beraturan yang membuat teriakan-teriakan menggelegar ditempatnya berada.

Tubuh Raga kaku, ia ingin memberi tanda-tanda namun tidak kuat. Napasnya pun seolah tersangkut ketika ia menghela napas. Semua terasa panas dan menyakitkan. Suara kekhawatiran Rama membuat Raga pusing. Sebenarnya ada apa?

Perlahan-lahan, setelah menjadi lebih baik, Raga mencoba memberikan sinyal kepada kedua kakaknya. Tetapi sulit, sakit itu terlalu menyiksa. Raga tidak bisa apa-apa.

Dan lagi, tubuh Raga mematung. Ketika suara Raka dengan jelas berkata ...

... "Ayo bangun, Ga. Lo harus kuat. Nanti kita sama-sama menangin permainan bodoh ini."

- S E K U A T   R A G A -


Setelah detak jantung Raga yang tidak stabil tadi, ruang inap Raga menjadi lebih menegangkan. Beberapa saat, tubuh Raga kaku. Entah apa yang anak itu rasakan. Namun kondisi Raga terus melemah, membuat keadaan semakin mengkhawatirkan. Raga butuh satu ginjal untuknya hidup normal. Meski biaya operasi memang mahal, Rama tidak memikirkan itu. Dokter Arifin juga bersedia membantu biaya operasi agat meringankan Rama.

"Kak, apa gue donorin ginjal gue buat Raga aja, ya?"

Rama sontak menoleh. Tatapannya menjadi tajam ketika ucapan Raka terselesaikan. "Jangan ngawur kamu, Ka! Kakak gak setuju!"

"Tapi kalo itu bisa ngembaliin keadaan, kenapa enggak?" Raka itu tetap saja memang ekspresi datar. Sedalam apa pun ucapannya, ia tetap datar.

"Ka, Raga pasti bakalan bilang dia milih mati daripada menaruhkan hidup kamu demi dia. Raga seneng kamu perhatian sama dia, tapi dia gak pernah sudi orang lain menderita karena dia sendiri. Paham?"

Hening mendatangi. Raka yang tidak mampu menjawab, dan Rama yang tengah berpikir. Apa penyebab Raka seperti ini? Ia merasa bersalah karena gagal menjaga Raga atau bagaimana?

SEKUAT RAGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang