Luna memintaku menjelaskan tentang yang semalam terjadi. Haruskah aku memberitahunya? Apakah ini waktu yang cukup tepat untuk itu? Apa ini tidak terlalu cepat untuknya untuk mengetahui segalanya?
Belum. Belum saatnya.
"Niall!" Ia berteriak mengagetkanku.
"A,apa?"
"Kau ini. Aku mau bertanya tentang yang semalam. Kita kan terpotong karena sudah sampai depan apartemen,"
Ya Tuhan. Harus jawab apa aku?
"Memang kau bertanya apa?"
Luna mendenguskan napasnya, kesal. "Apa benar kau pernah menyanyikanku lagu A Thousand Years sebelumnya?"
Aku menahan napas. "Bagaimana kau bisa berkata seperti itu?"
"Entahlah. Beberapa hari ini aku seperti merasa ada setruman di kepalaku. Seperti ada hal yang seharusnya terjadi tapi tidak terjadi,"
Hubungan kita.
"Dan asal kau tahu, yang teringat dikepalaku adalah... kaulah kekasihku,"
Dheg. Antara harus senang atau kaget atau sedih.
"B,bagaimana bisa?" Suaraku bergetar.
"Aku tidak tahu, Niall! Aku tidak tahu! Aku..aku menjadi merasa bersalah dengan pikiranku sendiri. Dan yang selama ini selalu ada dipikiranku adalah... kau Niall, kau," Luna duduk di kursi sofa hotel. Mukanya memucat, dan suaranya bergetar.
"Aku?"
"Iya, kau! Aku seperti selalu dihantui rasa bersalah akan kau dimana akupun tidak tahu apa kesalahanku. Apa kesalahanku?" Luna bersuara lirih.
"Ini bukan salahmu," aku duduk di sebelahnya.
"Bukan salahku? Jadi memang ada yang salah? Siapa?"
Ah. Salah bicara.
"Bukan begitu. Maksudku... kau tidak salah apa-apa padaku," aku mencoba menjawab seadanya.
Luna mengangkat alisnya lalu mengangguk pelan. "Lalu, soal foto itu,"
Oh Luna. Kenapa kau masih saja membahas itu? Tidak bisakah kau membuatku lupa akan itu semua? Tidak bisakah aku saja yang amnesia? Bukan kau?
Disaat aku baru saja mau menjawab, ada yang membuka pintu.
Syukurlah. Zayn dan Perrie.
"Heyyyy!" Perrie menyapa kami berdua. Ia mencium pipi Luna dan memelukku cepat.
"Kalian berdua?" Zayn terlihat heran.
"Harry sedang keluar," Luna langsung menjawab.
Karena Luna diajak ke balkon oleh Perrie, Zayn langsung duduk di sebelahku. "Kau memberitahunya?"
"Tentang?"
"Kejadian ia amnesia dan..."
Aku menggeleng cepat. "Tidak! Tentu tidak," aku menyelipkan tawa.
"Kenapa? Padahal jarang sekali kau bisa berdua dengannya di tempat privasi seperti tadi," Zayn berdehem. Benar juga ya.
"Tapi bukankah itu akan terlalu cepat? Maksudku, kau tahu, Harry kan... menyukainya," kataku lirih. Mengetahui bahwa Harry menyukai Luna juga membuat hati ini semakin pedih. Apalagi jika mengingat bahwa Harrylah pelaku penabraknya membuatku menjadi sakit kepala sendiri.
"Kalau kau terus merelakan segala hal untuk orang lain, untukmu kapan? Kau boleh jadi orang baik, tapi jangan terlalu baik," Zayn menasehatiku. "Kalau kau mencintai Luna, bertandinglah dengan adil. Dengan sportif dengan Harry. Jangan kau merelakannya begitu saja,"
"Tapi aku sudah membuat Harry memilikinya, Zayn!" Aku mengingatnya lagi. Memori dirumah sakit itu. Disaat aku menyuruh Harry menjaga Luna, lalu didepan ruang Jim aku menonjok Harry, lalu Jo juga. Memang semua sudah salahku di depan.
"Tapi itu kesalahan lalu. Kau bisa mengubahnya. Atau mungkin membuat Luna mengingatmu lagi?" Zayn berdiri dan berkacak pinggang.
"Tapi akankah enak perasaanku terhadap Harry jika Luna mengingatku lalu kami kembali bersama? Harry... Harry adalah sahabatku," aku mencoba untuk tidak menangis. Mencoba lebih jantan dari sebelumnya.
"Persetan dengan perasaan orang-orang, Niall! Sekarang aku tanya padamu! Apa Harry peduli akan perasaanmu terhadap Luna sekarang? Apa ia peduli? Tidak!" Zayn marah. Suaranya meninggi. "Harry memang sahabatmu. Sahabatku. Sahabat kita. Tapi tidak begitu juga. Aku menyayangi Luna, dan aku ingin yang terbaik untuknya," suara Zayn memelan.
Benar juga kata Zayn. "Apa Harry peduli akan perasaanmu terhadap Luna sekarang? Apa ia peduli? Tidak!" Ya Tuhan. Kenapa hidupku begitu rumit?
"Lalu apa yang harus kulakukan?"
———
Harry Styles' POVAku kesal mendengar Luna dan Niall bisa berbicara hal yang sama berbarengan. Bagaimana bisa ia begitu? Niall maksudku. Ia sendiri kan yang menyuruhku dengan Luna, lalu sekarang ia bersikap seperti ia akan merebut Luna dariku. Never in a million year.
Aku pergi ke pub dilantai bawah. Peduli setan dengan Niall dan Luna di atas. Aku sedang marah sekarang.
"Ada yang bisa kubantu, Tuan?" Si bartender menegurku.
"Satu gelas vodka, terimakasih,"
"Tunggu. Apa kau Harry Styles dari boyband itu?" Ia mengenaliku.
"Shhh. Iya,"
"Wow. Tunggu sebentar ya, Harry," ia segera mengambil botol vodka lalu menuangkannya ke gelas untukku. "Ini,"
Aku meminumnya. Langsung habis segelas. Aku merasa kurang. "Botolnya kemarikan,"
"Minummu banyak sekali. Kau sedang setres?"
"Jangan banyak tanya. Sini berikan!" Emosiku mulai tidak bisa kukontrol. Pandanganku mulai kabur dan buram. Aku mencoba fokus menatap si bartender itu yang langsung memberi botol vodkanya. Aku tidak menuangkannya ke gelasku. Aku langsung meminumnya dari mulut botol tersebut.
Saat aku sudah mulai merasa tenang, aku merasa ada tangan jentik menyentuh pundakku. Aku melihat ke arahnya–oh seorang wanita yang cantik. Rambutnya coklat, dan badannya seksi. Mataku masih buram melihatnya. Aku mencoba fokus ke arah mulutnya yang bergerak.
"Hai, Harry,"
"K,Kendall?"
~~~~~~~~~~
HALLO BESOK LAST UJIAN SEKOLAH YAY!
Ini gue update krn lg pengen aja. Target yg kemarin jg gajadi karena gue nulisnya pas udah dipost beberapa hari. Jadi gue bakal mulai pasang target vomments mulai dari chapter ini supaya silent readersnya muncul.Dan kalo belom sampe target, soz not soz kemungkinan gue update bakal kecil krn gue lg persiapan UN. (Doain masuk 8 ya!!) Makanya jangan jadi silent readers ya!
Ps: bakal diupdate kalo vote 10+++ dan comments 5+++
KAMU SEDANG MEMBACA
Somebody to Love {Niall Horan}
Fanfiction"I always love you. And i will always do" WRITTEN IN BAHASA INDONESIA cover by: MirabelleM Copyright ©2015 by ohyeahstyles