19. Perjodohan?

4.3K 341 66
                                    

Sebelum baca, jangan lupa vote dulu kawan hehehe!🤟

Hm, btw, kalian masih daring atau udah PTM?

Kalian kapan UAS?

Lebih suka sekolah/kuliah online atau offline?

Mendingan makan cireng atau cimol?

Btw, cerita ini lagi 2 minggu keknya bakal lese. Kuy kencengin comment-nya❤️

Bisa yuk 100 komen🥺

Happy reading❤️

"Makan kamu."

"Nanti aja pas nikah," ujar Kiara tertawa kecil.

"Jadi pengen cepet-cepet nikahin kamu," candanya. Avram juga belum siap menikah di usia muda. Menikah itu bukan hanya untuk hidup berdua selamanya, melainkan butuh persiapan mental dan finansial yang kuat agar anak mereka bisa mendapat pendidikan dan fasilitas yang layak.

"Kuliah dulu yang bener!" tegur Kiara.

"Bercanda, Rara," ujar Avram sembari mengelus punggung tangan Kiara. "Hm, makan nasi di warteg deket rumah mau gak?"

"Mau banget! Udah lama aku gak makan di sana." Kiara memang senang makan di Warteg itu saat masih SMA. Sejak kuliah, dia jarang di rumah karena sibuk organisasi, lebih sering makan di dekat kampus atau bawa bekal dari rumah.

Avram mengecup kilat punggung tangan Kiara. "Oke, Baby."

***

Setelah beberapa menit berkendara, akhirnya kedua kaki mereka berpijak di warteg dekat rumah mereka. Kini kedua sejoli tersebut tengah berdiskusi mengenai makanan yang hendak dipesan, sedangkan pedagang itu sedang menonton drama azab. Di televisi terlihat adegan keranda jenazah menyangkut di pohon akibat semasa hidupnya sering berbuat jahat.

Makanya, jangan jahat, nanti jenazahnya terbang.

"Kamu mau apa, Rara?" tanya Avram.

"Lauknya bihun, ayam tepung, sama tumis buncis," jawab Kiara.

"Oke, aku juga sama. Minumnya?"

"Sama aja kayak kamu."

Avram mengacak gemas surai Kiara. "Siap, Sayang!"

Kiara terkekeh geli melihat tingkah Avram. Semakin hari, pria itu semakin bucin kepadanya. Ia bisa merasakan perasaan tulus yang Avram berikan padanya. "Bisa aja."

"Kamu duduk dulu, Ra. Biar aku yang pesen," ungkap pria bertubuh sixpack itu.

Anggukan cewek itu berikan sebagai balasan. "Iya, Avram. Makasih banyak."

"Iya," balas Avram. "Halo, Bu. Saya mau pesen makanan."

"Eh, burung copot!" seru pedagang itu sembari memegang dadanya.

"Burung siapa yang copot?" tanya Avram tersenyum jahil.

"Burung suami saya! Eh ..," perempuan paruh baya pedagang warteg itu menutup cepat mulutnya. Kemudian, ia melanjutkan ucapannya, "maaf, Mas. Saya gak sengaja latah."

Doom (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang