Tuhan itu baik.
Tuhan selalu baik.
Jadi teruslah berbaik sangka padaNya.
Iya. Tuhan itu baik.
-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-
Harusnya garis bibirku terangkat keatas saat ini. Tanganku berada disamping tubuhku, dengan genggaman erat seseorang yang aku cintai. Hembusan angin ini harusnya membuat aku merasa sangat bahagia, setidaknya menjadi orang yang beruntung di dunia ini.
Kenapa? Karena ada kau disampingku. Berdiri tegak, dengan senyumanmu, sembari mengatakan bahwa kau bersyukur kita bertemu. Iya, kau selalu mengatakan itu.
Sayangnya, aku terlalu banyak, dan terlalu jauh bermimpi.
Manusia memiliki rencana. Tetapi tetaplah Tuhan yang memiliki ketetapannya.
Kau memang bersamaku saat ini.
Berada dikeduatanganku, di dalam guci abu ini.
"Ini akan menjadi terakhir kali kau menemaniku. Setelah 6 tahun, ini benar-benar terakhir kali"
Aku mengeratkan pelukanku pada guci ini.
"Hatiku hanya ada satu. Semua ku berikan untukmu. Tapi kenapa kau bawa pergi?"
Sudah tak sanggup lagi ku tahan air mataku untuk tidak jatuh. Air mata ini tidak mau menurut. Ia jatuh, tejun bebas sesukanya. Seraya memahami betapa hancurnya hatiku.
'Menangisnya jangan lama-lama ya'
Kalimat itu seakan-akan sedang menderu ditelingaku. Berulang-ulang.
'Menangisnya jangan lama-lama ya'
Katakan aku gila. Saat ini, dan entah sampai kapan, aku hanya sedang terluka, sangat amat terluka. Sampai mau mati saja rasanya.
"Kau adalah wanitaku yang sangat hebat. Aku bangga dan bersyukur bertemu denganmu. Aku sangat mencintaimu" Katanya sesaat sebelum menutup mata.
Dikiranya aku akan bahagia saat ia mengucapkan kalimat itu disaat terakhirnya?
Tidak!
Aku meraung hebat dalam keheningan. Tidak ada mampu yang menenangkanku. Mereka tahu, betapa terpuruknya aku saat itu. Aku terus menangis, sembari menggenggam tangannya. Aku berharap, ia akan mengatakan "Surprise! Hai, sayang!" seperti biasa.
"Bangun! Bangun! Aku mohon" Teriakku dengan lantang.
Ia suka sekali membuat kejutan untukku.
Sekedar tiba-tiba hadir saat shift malamku untuk membawakan roti panggang dan sebotol susu, atau dengan randomnya, ia akan menunggu di ruang tunggu agar bisa pulang bersamaku.
"Ia tidak akan pernah bangun" Ujar Ibunya saat mengusap pelan lenganku. Hal itu benar-benar menyadarkanku, bahwa ia tidak akan pernah kembali.
Hatiku hancur.
Kau tak kan kembali.
Aku tidak akan meminta Tuhan menukar nyawaku dengannya, apalagi meminta pengandaian, lebih baik ia memilih wanita lainnya. Tidak. Tidak akan.
Kehilangan akan tetap kehilangan. Rasa terluka akan tetap ada.
Jadi tidak akan aku katakan apapun mengenai kehilanganku ini.
Jikapun aku tetap hidup, itu sudah sangat bagus.
Bunyi ponsel yang berdering membuyarkan lamunanku. Rasa sakit teramat sangat entah kenapa menguap begitu saja saat ini.
"Baik, aku segera kesana" Ujar seseorang yang berjarak 10 meter dariku.
Ia tampak berantakan, sepertinya. Helaan nafasnya begitu berat seraya menatap laut sangat jauh. Bisa ku pastikan, ia sedang sangat kehilangan.
Mata kami bertemu, ia memberi salam, kemudian bergegas pergi.
Sesaat setelah ia pergi, hatiku sangat sakit.
Sorot matanya sungguh buruk.
Aku bahkan merasakan bahwa hatinya, hidupnya, segalanya hancur berantakan.
Auranya sangat pengap.
"Aku pernah di titik itu" Ujarku sembari sedikit tersenyum sembari memeluk erat benda yang ada di tanganku. "dan masih di titik yang sama"
31 January, 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
I (Love) You
FanfictionIf you have spare time, don't leave me yet. If you already have another promises, better not to break it. Okay. I let you go. I love you.