37. Kamu Menjauh, Aku Mendekat

2.1K 106 0
                                    

Jingga menandaskan baksonya dengan sambal separuh mangkuk. Membuat Mayang, Dinda dan sakti menatap tak percaya. Ketiganya berhasil dikumpulkan oleh jingga pagi ini di kantin setelah drama dikeluarkan dari kelas oleh suaminya. Entah sejak kapan, keempatnya kini menjadi lebih akrab.

"Kamu kesambet apa Ngga?" Tanya Dinda yang heran dengan aksi makan Jingga yang masih pedes tapi masih menambah porsi sambalnya.

Mulut jingga sudah bergetar hebat saking pedasnya, di tambah kepalanya yang pening karna merasakan sensasi pedas, telinga pun rasanya juga ikut gatal dan panas. Tiba-tiba matanya menangkap suatu pemandangan yang membuatnya makin menambahkan cabenya gila-gilaan.

"Hah... Enak aja dia, aku udah diusir dari kelas, kemarin juga hampir diusir, kasih tugas segitu banyaknya. Sekarang dia malah enak-enakan jalan berdua sama Sarah"

"Bu Sarah Ngga..." Kata Dinda

"Diem"
Semuanya tak berani menjawab temannya yang lagi snewen tersebut.

"pak tambahin bakso nya lagi" ketiga temannya melongo, dia bilang tadi udah sarapan. Kenapa malah nambah lagi baksonya. Memang sensasi marah itu membuat perut terasa lapar berkali-kali lipat.

Jingga menumpahkan lagi sambal yyang sisa setengah mangkuk ke dalam kuah baksonya.

"Udah Ngga... Nanti asam lambungmu naik" tukas Mayang. Baru saja Mayang bilang begitu, perutnya sudah mulai panas. Dia memang dableg, sudah tau punya asam lambung akut, tapi Diyan pedesnya nggak bisa dikurangin.

"Asam lambungku naik, bukan karna ini. Tapi karna ulah dosen setan itu. Heran, nggak bisa apa ngasih toleransi padahal aku istrinya. Sekarang malah dia berduaan Ama Sarah begitu"

"Ada susu coklat hangat nggak... Perutku panas banget" keluhnya sambil memegang perut dan kepalanya. Rasa panas di perutnya seakan ingin menyentak seluruh isinya keluar. Perutnya terasa sebah dan mual.

"Nggak ada Ngga, tadi kan kamu pesan, katanya kosong"

"Aku pingin muntah nih..."

"Tuh kan, aku bilang apa..."

Tak jauh dari sana, ada mata suaminya yang sedari tadi memperhatikan mereka berempat.

"Ngga... Ngga!! Bojomu mrene Ngga!! Tuh!" Ucap Sakti membuat Jingga menoleh ke arah yang di tunjuk.

"Pergi aja yok, pergi pergi!! Males benee aku liat mukanya sok cool dan kegantengan begitu"

"Emang dia cool sih" gumam Mayang. Jingga mengemasi tas nya, namun pergelangan tangannya keburu ditahan oleh Raka.

"Nggak usah sok manis kamu. Nggak usah sok-sokan minta maaf. Kamu temenin Bu Sarah dulu sana" pungkas Jingga sambil menepis tangan Raka. Raka berdecak, menyugar rambutnya kasar sambil berkacak pinggang melihat punggung istrinya yang berlari kecil menjauhinya. Kemudian tatapannya beralih ke arah tiga teman Jingga yang sedang menatapnya, ralat menyalahkannya.

"Apa? Kalian nggak ada kelas apa disini?"

"Makannya bro... Jangan kaku-kaku jadi orang" celetuk Sakti yang dibalas tatapan tajam oleh Raka. Raka mau pergi tapi ditahan oleh Mayang

"Pak..." Raka menoleh

"Tadi Jingga belum bayar Baksonya..." Astaga... Gadis itu masih saja membuatnya menjadi PJ-PJ an.

--------------------------**********-----------------------
Jingga memuntahkan seluruh isi baksonya di toilet. Sumpah rasanya dadanya sakit sekali. Bukan karna sakit hati sama Raka, tapi karna sensasi cabe semangkuk tadi yang meninggalkan panas di dada nya. Dia keluar toilet dengan masih memegangi perutnya. Jelas sekali dia takkan bisa melanjutkan mata kuliahnya yang kedua hari ini, bahkan untuk jalan-jalan bersama teman-temannya. Dia harus berbaring sementara waktu untuk meremajakan perutnya yang masih mual. Salahnya juga sih.

GRAMMAR IN LOVE (GAGAL MOVE ON) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang